Berburu pakaian bekas akhir-akhir ini digemari anak bungsu saya. Pada awalnya saya tidak tahu jika yang ia beli adalah barang loak.Â
Pads suatu waktu, si bungsu masih ada kegiatan di sekolah dan saya diminta tolong mengambil celana levis di toko pakaian, sebut saja toko Maks. Berbekal alamat, saya dan suami mencari toko tersebut.
Toko Maks berada di antara deretan gerai baju depan pasar tradisional. Ada yang aneh karena pakaian di sana ada yang kusut. Setelah ngobrol dengan penjaga toko ternyata barang yang dijual bekas ada produk impor dan lokal.
Celana levis dengan harga Rp400 ribu saya bawa pulang. Sementara jaket masih ada di bazaar dan akan diantar ke rumah esok hari.
Tren Berburu Pakaian Bekas atau Thrifting
Kegiatan jual beli barang bekas atau loak sudah ada sejak dahulu.Â
Pasar loak di Madiun terletak di sebuah gang belakang Pasar Besar, yakni gang Puntuk. Di sana masyarakat bisa menemukan berbagai jenis barang, mulai dari pakaian hingga buku pelajaran.Â
Pasar loak lainnya ada di dekat pasar Njoyo atau sering dikenal pasar besi. Pasar besi ini umumnya menjual perlengkapan kendaraan bermotor, rumah dan lain sebagainya.
Dua pasar besar loak ini menjadi favorit masyarakat karena harganya yang murah dan barang yang diinginkan tersedia.
Seiring perkembangannya. Pasar loak bukan saja dikunjungi masyarakat  kalangan menengah ke bawah. Semua kalangan pun mulai gemar belanja barang bekas, terutama pakaian impor.
Istilah keren dari gemar berburu barang bekas adalah thrifting.
Thrifting pada umumnya digemari oleh remaja, mahasiswa dengan berbagai alasan. Alasan anak saya gemar thrifting karena harga yang hemat, kualitas bahan yang bagus dan bermerk.