Dunia pertanian saat ini dipegang oleh Generasi X yang lahir sekitar tahun 1965-1980 dan Generasi Kolonial yang lahir sebelumnya.
Sementara Generasi Milenial dan Generasi Z ogah untuk bertani sekalipun orang tuanya petani. Orang tua pun lebih berharap anak-anaknya sekolah tinggi, menjadi pegawai kantoran. Bahkan orang tua berani menjual sawah agar anaknya mendapat pekerjaan di kantor.
"Ora opo-opo sawah dijual kanggo gole'ne gawean anak, nanti keganti." Artinya seperti ini, "Tidak apa-apa sawah dijual untuk cari kerja anak, nanti bisa keganti."Â
Pernyataan itu sering saya dengar dari orang tua yang telah menjual asetnya. Tidak ada yang salah, saya pun melakukan hal yang sama kepada anak.Â
Walaupun saya sebagai petani, tetap mendorong anak untuk sekolah, bekerja sesuai minatnya.Â
Alasan Gen Z ogah Terjun ke Sektor Pertanian
Ada banyak alasan kenapa Gen Z dan orang tua tidak mendukung anaknya terjun ke dunia pertanian
Dari hasil survei yang dilaksanakan JakPat pada 14 Oktober 2022, hanya 6 orang dari 100 gen Z yang berminat di pertanian. Riset tersebut melibatkan 139 responden berusia 15-26 tahun
Generasi Z yang melek teknologi memiliki beragam alasan kenapa tidak berminat menjadi petani, di antaranya:
1. Tidak ada pengembangan karir
Sebanyak 36,3% responden dari Gen Z berpendapat bahwa menjadi petani tidak akan berkembang, tidak ada masa depan yang cerah.
2. Bekerja di bidang pertanian penuh dengan risiko
Sebanyak 33,3% responden menilai bekerja di bidang pertanian penuh dengan risiko. Misalnya risiko gagal panen, risiko terjadi konflik antar petani, risiko kerugian, risiko kecelakaan dan masih banyak lagi.
3. Â Pendapatan kecil
Ada sebanyak 20% responden menilai jika menjadi petani pendapatannya kecil.
4. Merasa tidak dihargai dan tidak menjanjikan
Ada 12,6% responden beranggapan bekerja di sektor pertanian tidak menjanjikan dan sisanya 14,8% merasa tidak dihargai.
Bagaimana menanggapi alasan  Gen Z yang tidak tertarik terjun ke dunia pertanian?Â
Alasan Gen Z tidak tertarik di dunia pertanian bisa dipahami. Namun, saya perlu luruskan karena tidak semua benar.
Perlu Gen Z tahu bahwa petani itu bos, pemilik lahan, pemegang karir, pemegang saham. Sebagai orang yang memiliki jabatan paling tinggi di dunia pertanian, dia bisa mengembangkan karirnya sendiri. Misalnya dengan sekolah, seminar, berinovasi, melek teknologi.
Dengan petani menambah pengetahuan akan menunjang karirnya, penghasilan pun meningkat. Bukan itu saja dengan ilmu, risiko pun akan rendah. Â
Masalah merasa tidak dihargai, kotor. Itu hanya perasaan saja, setiap orang pastinya ada perasaan minder. Akan tetapi kita sendiri yang harus mengubah citra petani itu terbelakang, kotor, bau, jelek.
Ketika petani percaya diri dengan pekerjaannya, orang lain pun akan menghargai.Â
Masa depan dunia pertanian di tangan Generasi Z
Jika mengacu pada hasil riset JakPat, hanya 6 dari 100 responden memilih bekerja di sektor pertanian, masa depan pertanian miris.
Padahal Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Potensi tersebut menjadi  kekuatan utama pembangunan Indonesia di masa depan. Sangat disayangkan jika tidak ada tongkat estafet, potensi itu akan sia-sia.
Namun, saya rasa belum terlambat untuk memajukan dunia pertanian. Kita tentu masih ingat apa kata Mahatma Gandhi, "Masa depan tergantung pada apa yang Anda lakukan hari ini."
Masa depan dunia pertanian di negeri ini tergantung dari apa yang kita lakukan sekarang ini. Tidak harus semua anak muda terjun ke sawah, hutan, kebun karena setiap anak unik, memiliki cita-cita yang berbeda. Namun, jangan remehkan pekerjaan satu ini.
Bagi Gen Z yang antusias terjun dunia pertanian bukan berarti harus mencangkul, membajak, memupuk, tetapi terus belajar. Misalnya bisa kuliah di jurusan Agrikultur. Lulusan ini bisa membantu petani meningkatkan kompetensinya.
Pengetahuan dan teknologi dimiliki Gen Z, sedangkan pengetahuan dan pengalaman dimiliki Gen X dan Gen Baby Boomer. Kolaborasi antar generasi, saya yakin masa depan sektor pertanian akan maju pesat. Pada intinya pengetahuan dan kolaborasi adalah kunci dari suksesnya pertanian.
Kita berharap dengan pengetahuan, teknologi dan kolaborasi bukan saja milik wilayah tertentu, tetapi seluruh wilayah dan bidang tercapai.Â
Semoga bermanfaat, terima kasih telah membaca
Salam,
_Sri Rohmatiah Djalil_
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI