Halo, Sahabat Kompasiana,
Tahun baru bagi kita sebagai ajang untuk evaluasi diri dan mawas diri agar ke depannya lebih baik.Â
Namun, mengevaluasi apa yang telah terjadi sebelumnya bukan bentuk menyesal, karena sesungguhnya setiap yang terjadi itu yang terbaik.
Saya sepakat apa kata Kompasianer yang sering disapa Pak Willi berjudul  "New Year, New Me ketika Menerima Kegagalan dalam Meraih Impian".Â
"Untuk memulai tahun 2023, kita bisa memulainya dengan lebih bersyukur atas apa yang telah kita alami, hadapi, dan dilewati." Sebagaimana yang saya kutip dari artikel Pak Willi.
Saya pun teringat ketika mengalami hal yang bikin nyesek dan  mensyukurinya. Ternyata yang menurut saya kegagalan, malah mendatangkan kebaikan.
Saya akan mengambil contoh artikel yang sebelum ditulis mengalami kegagalan reportase. Â
Membaca Kaleidoskop dan artikel itu ada di deretan '15 konten Headline Terpoouler', saya jadi ingat kembali kisah di balik tulisan itu.
Artikel itu berjudul "Minyak Goreng Jadi Primadona, Kenali Dampaknya" tayang tanggal 26 Maret dengan 38.086 mata memandang.Â
Pagi itu sekitar pukul 07.00, saya baru turun dari kereta setelah melakukan perjalanan dari Cirebon. Ketika sampai di rumah membaca grup jurnalis Metasatu, kalau kami sebisa mungkin harus cari tahu tentang minyak goreng (Migor) curah  yang langka di daerah masing-masing.
Dengan diantar anak cewek, saya menuju ke pusat perbelanjaan, Pasar Besar Madiun (PBM). Di sana tidak ditemukan Migor curah. Menurut salah seorang pedagang, banyak pedagang PBM yang sedang antri Migor di Pasar Sleko.Â
Mata saya saat itu ngantuk sekali, badan lelah, tetapi merasa tertantang untuk bertanya pada Kepala Dinas Perdagangan. Saya pun kembali ke mobil di mana anak cewek menunggu.
"Ke pasar Sleko ya, nanti mamah bangunkan jika telah sampai!"
Sekitar pukul 10.00 WIB tiba di Pasar Sleko yang jaraknya tidak jauh dari PBM sekitar 3 km, tetapi karena jalan satu arah, kami harus memutar jadi untuk sampai lebih lama.
Panas sekali cuaca siang itu. Saya pun mengambil beberapa foto dan meminta izin Kepala Dinas Perdagangan untuk menanggapi langkanya migor curah.
Lancar tanpa hambatan, wawancara selesai dan pulang dengan lega. Tiba di rumah ketika vidio itu mau dikirim, eng ing eng ... ternyata tidak ada. Hikhik
Saya pun merenung apa yang salah? baru sadar belum klik memulai vidio. Ketika selesai malah baru klik memulai, jadilah vidio itu amburadul.
Ada perasaan malu, bagaimana melaporkan, membuat  pertanggungjawaban kepada Dinas Perdagangan juga Metasatu.Â
Akhirnya vidio tidak sempurna ketika tayang di Metasatu,TV.
Saya pun minta maaf kepada Narasumber, Pak Taufik.
Untuk menghilangkan kekecewaan, saya pun menulis artikel Migor curah yang tiba-tiba jadi primadona, padahal tahu bahaya.Â
Dari gagal reportase, malah saya dapat K-Reward dari Kompasiana.
Ada kisah lain yang gagal kunjungan akhirnya lebih nge-hits., tetapi ini akhir tahun 2021 dan dapat rewardnya tahun 2022. Dari reward itu saya bisa buka rekening bank, hehhe.
Rest Area 456
Ketika membaca sub judul, teman-teman ingat rest area itu paling hits di ruas tol Trans Jawa, Kisah di balik artikel itu sebenarnya bikin nyesek.Â
Ketika melewati Semarang, kami sudah wanti-wanti sama driver untuk berhenti di rest area 456. Ternyata terlewat beberapa meter. Ya ... Tidak bisa putar balik.Â
Saya pun legowo, kapan-kapan lewat lagi. Tiba di rumah saya menuliskannya dan membayangkan berada di rest area tersebut yang konon sangat indah dengan pemandangan gunung.
Ternyata kegagalan reportase mendatangkan berkah. Artikel itu mendapat pembaca lebih dari yang dibayangkan, 126.793 mata. Artikel bisa baca di sini.
Dari kisah tersebut, saya jadi mengambil pelajaran, jika mengalami hal buruk, jangan berpikir itu petaka baik kita.Â
Saya berpikir ada kebaikan di balik setiap peristiwa.Â
Namun, secara teknis saya pun harus memperbaiki cara kerja. Misalnya saat liputan di lapangan, saya harus mengajak narasumber ke tempat teduh agat tidak silau melihat kamera.
Untuk artikel lain tentang anak. Itu berdasarkan pengalaman mengasuh, mendidik kedua anak saya yang sekarang sudah remaja.
Jika tidak dituliskan sekarang, kapan lagi?Â
Tahun 2022, saya pun menulis tema sawah, karena saya seorang petani desa. Selama 19 tahun menjadi petani, sedikitnya merasakan bagaimana liku-liku bercocok tanam padi. Kenapa kami memilih investasi sawah? Alasannya bisa simak di sini
Ketika memutuskan investasi sawah banyak yang harus diperhatikan, selengkapnya bisa simak di sini
Terima kasih untuk tahun 2022. Sekecil apapun pencapaiannya, saya tetap bersyukur.Â
Menulis di Kompasiana dan kenal sahabat semuanya, Â banyak memberi perubahan dalam diri saya.
Terima kasih Kompasiana dan teman-teman.
Salam,
_Sri Rohmatiah Djalil_
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H