Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Diam-Diam Rindu

18 Desember 2022   14:11 Diperbarui: 20 Desember 2022   13:06 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kebersamaan remaja yang diam-diam cinta, rindu. Foto by Kompas

'Kenapa sih, banyak orang bilang kalau Zigi itu ganteng, dia kan biasa saja.' Kubanting tas biru kesayangan ke atas kasur bersamaan dengan tubuhku.

Mata menatap langit-langit kamar berwarna putih dengan dekorasi emas sekelilingnya. Kamar yang luas terasa sempit dan panas, sepanas hati yang kesal dengan pemandangan siang tadi di  sekolah.

Zigi, si Ketua Mading (majalah dinding) di sekolah, orangnya humoris, banyak cewek yang menyukainya. 

Tambahan dengan tubuh yang proposional, mulai dari yang berkulit putih, sawo matang, sawo busuk hingga berkulit cokelat memuji kegantengan cowok itu. 

Cowok itu menanggapi pujian dengan senang, tampak dari mimik mukanya yang berseri-seri saat disanjung.
Aku pun meremas rambut dan teriak.

'Aiih dasar play boy cap teri, aku benci,' batinku ngedumel.

'Eh kenapa kamu sewot, urusanmu apa kalau si Zigi ganteng?'  

'Kamu iri karena gak dapat perhatian dari si Zigi seperti cewek lain?'  ledek si iri dengki yang ada dalam hatiku.

"Tidaaaak, tidaaaak," teriakku sambil menutup telinga dengan kedua tangan mungil ini.

Aku harus menegaskan kalau tidak iri, juga tak peduli jika dia tak melirikku. Cukuplah sadar diri jika aku bukan wanita cantik.

Sejenak aku diam menenangkan diri hingga suara pesan masuk melalui ponsel OPPO kesayangan.

[Nay, ditunggu cerpennya untuk mading pekan ini ya!] tulisnya singkat.

Pesan itu tanpa nama, aku pun penasaran siapa yang telah mengirimnya.

Setelah melihat foto profilnya, jantungku berdetak keras, Zigi? Benarkah?

[Dari siapa ini?] balasku pura-pura tidak tahu.

[Ya ampyuun dasar cewek aneh saat semua cewek menyimpan nomor ponselku, kamu malah tidak,] tulis cowok itu.

Membaca pesan tersebut aku pun makin sebel sama anak itu, sok ganteng, sok laris.

[Hai! cewek dekil, kamu dulu sering kirim cerpen lewat email. Ssebulan ini kenapa kosong?] lanjutnya lagi.

Aku semakin dongkol dikatain aneh, dekil. Pesan itu kubiarkan saja.

[Aku tahu kamu membaca pesanku. Besok pagi kutunggu emailmu ya, Nay!] kembali cowok itu menulis pesan.

Sejak saat itu hubunganku dengan cowok sok tampan itu mencair, kami sering berbalas pesan pribadi. Terkadang aku bingung menjawab semua ocehannya yang gak penting.

Ilustrasi anak SMA. Foto  Drama 'Blue Birthday via CewekBanget.id
Ilustrasi anak SMA. Foto  Drama 'Blue Birthday via CewekBanget.id

Di sekolah pun dia ramah, tetapi keramahannya diumbar kepada semua orang. Situasi itulah yang bikin aku uring-uringan gak jelas.

"Itu namanya cemburu, kamu mencintainya, Nay," seru Lila ketika aku mencurahkan kegalauan soal Zigi.

Aku membantahnya dengan seribu alasan.
"Mana mungkinlah aku mencintai cowok sok ganteng itu, La."

"Kalian saling mencintai, saling membutuhkan, tapi gengsi, tidak mau mengakuinya," ujar Lila lagi.

"Apa? Tidak mungkin! tidak mungkin! cowok itu baik kepada semua orang. Kamu saja paranormal gak pake bukti," bantahku sedikit sewot.

"Ini fakta. Coba kalau kamu dapat pesan atau lagi ngobrol sama si Zigi itu, kamu lupa waktu, " ucap Lila.

Aku diam, dalam hati membenarkan kicauan Lila.

"Sekarang, pesanmu selama 2 hari tidak dibalas Zigi, kamu tak bergairah gitu. Itu artinya kamu kesepian tanpa dia," lanjut Lila semakin membuka kemelut yang aku pendam.

"Sudahlah, akui saja kalau kamu mencintainya, katakan padanya sebelum kamu kehilangan dia," ujar Lila semakin menyudutkanku.

Membisu mendengar semua apa yang dikatakan Lila. 

Dalam hari aku mengakui, bersama Zigi, aku bisa menertawakan kucing yang berhasil menangkap  kodok.
Atau kami sorak menyaksikan burung yang lolos dari sergapan si kucing manis milik penjaga sekolah.

Pikiranku menjauh, membayangkan hari itu.

"Kucing ini mirip kamu, Nay," seru  Zigi saat melihat kucing itu tertidur pulas di pojok kantin.

"Manis dan lucu ya, Zig?" timpalku penuh percaya diri.

"Bukan, coba kalau kamu tidur di kursi meringkuk, mirip kucing," ucap Zigi sembari berlari meninggalkan kantin.

Ketika aku akan mengejarnya, teriakan Bu kantin melengking bak suara presto milik ibu.

"Nay, bayar dulu, jangan main kabur saja!"

Gila, aku kena dikerjain si cowok so ganteng.

Ah ... Itu dulu, satu pekan ini aku tak melihat batang hidung cowok itu di sekolah. Dua cerpenku pun yang telah dikirim lewat pesan WhatApps tak ada kabar.

Centang biru dua, itu tandanya dia telah membacanya.
Aku enggan mengulang pesan yang telah ia baca, malas juga bertanya kabar.

"Kamu gengsi ya mau kirim pesan lagi?" tanya Lila mengagetkan lamunanku.

"Kenapa kucing itu tak ada energi mengejar kodok, padahal sudah di depan mata," ucapku lirih.

"Karena kodok bukan kucing betina yang layak dikejar. Dasar cewek aneh, bisanya mengalihkan pembicaraan," celetuk Lila sambil meninggalkanku di kantin.

Sementara aku masih diam menyimpan rindu yang tak tahu kapan beradu seperti dulu.

Cerita fiktif belaka, salam

Madiun, 18/12/2022

-Sri RD-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun