"Kucing ini mirip kamu, Nay," seru  Zigi saat melihat kucing itu tertidur pulas di pojok kantin.
"Manis dan lucu ya, Zig?" timpalku penuh percaya diri.
"Bukan, coba kalau kamu tidur di kursi meringkuk, mirip kucing," ucap Zigi sembari berlari meninggalkan kantin.
Ketika aku akan mengejarnya, teriakan Bu kantin melengking bak suara presto milik ibu.
"Nay, bayar dulu, jangan main kabur saja!"
Gila, aku kena dikerjain si cowok so ganteng.
Ah ... Itu dulu, satu pekan ini aku tak melihat batang hidung cowok itu di sekolah. Dua cerpenku pun yang telah dikirim lewat pesan WhatApps tak ada kabar.
Centang biru dua, itu tandanya dia telah membacanya.
Aku enggan mengulang pesan yang telah ia baca, malas juga bertanya kabar.
"Kamu gengsi ya mau kirim pesan lagi?" tanya Lila mengagetkan lamunanku.
"Kenapa kucing itu tak ada energi mengejar kodok, padahal sudah di depan mata," ucapku lirih.
"Karena kodok bukan kucing betina yang layak dikejar. Dasar cewek aneh, bisanya mengalihkan pembicaraan," celetuk Lila sambil meninggalkanku di kantin.