"Masa aku gila sampai mau dibawa ke psikolog segala sama mamahku," curhat Dimas suatu hari di kelas, seperti yang diceritakan anak saya.
Dimas nama samaran dari salah seorang teman anak saya yang sekarang sudah lulus SMA.Â
Menurut anak saya, di kelas Dimas itu baik, peduli pada teman-temannya, bicaranya pun sopan.Â
Walaupun baik, dia tidak bisa mengendalikan emosi, sehingga muncul masalah-masalah dan jarang masuk sekolah.
Tingkahnya itu membuat orang tua terutama ibunya prihatin, sehingga suatu hari ibunya mengajak Dimas ke psikolog agar bisa seperti remaja lainnya.
Akibat kurang komunikasi dengan orang tua, sekarang Dimas malah tidak karuan, entah apa yang terjadi dengan remaja satu ini.Â
Ibunya tidak berhasil mengajak Dimas untuk konsultasi ke psikolog karena ada salah persepsi dari Dimas, kalau orang yang ke psikolog itu adalah seseorang yang sakit jiwa (gila).
Bisa dipahami perasaan ibunya Dimas, dia berharap putranya seperti anak remaja lain yang penurut, rajin pergi ke sekolah setiap hari.
Peran Psikolog untuk Menjaga Kesehatan Mental Remaja
Di sekolah ada namanya guru BP, guru bimbingan penyuluhan. Saya yakin guru tersebut belajar ilmu psikologi anak.Â
Namun, keberadaan BP sering kali tidak dimanfaatkan siswa atau orang tua. Ketika ada kerusuhan, anak yang bertingkah, pengarahan jurusan kuliah, BP baru berperan.
Siswa konsultasi kepada guru GP seperti ada ketakutan akan stigma "Anak nakal" begitu juga dengan datang kepada psikolog. Hal ini yang harus diluruskan agar remaja jiwanya sehat.Â
Psikolog penting untuk mendampingi remaja, karena pada umumnya tingkah laku mereka sedang masa krisis, peralihan menuju dewasa.Â
Remaja biasanya enggan disebut anak-anak, tetapi belum bisa dikatakan dewasa.
Ketika dalam masa storm and stress, yakni remaja cenderung mengalami frustasi dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian, mimpi. Dia akan mencari pelarian, lingkungan yang bisa menerima dirinya tanpa syarat.
Ketika masa itu, ada orang tua yang melakukan pendampingan dengan bantuan pakar yakni psikolog remaja. Namun, ada pula yang diatasi sendiri oleh orang tuanya. Banyak pula yang dibiarkan dengan harapan suatu saat anak bisa berubah.Â
Ketiga cara ini tentunya dengan harapan anak menjadi anak yang baik, bertanggung jawab.
Namun, semuanya tak lepas dari tantangan. Ketika memilih psikolog sebagai pendamping anak remaja, kasus seperti Dimas bisa terjadi. Alih-alih Dimas semakin baik, dia malah semakin lari dari keluarganya.Â
Peran psikolog sangat diperlukan untuk siapa saja, pun remaja, apalagi jika remaja telah berperilaku buruk dan menyakiti dirinya sendiri.
Namun, karena ada stigma jika datang ke psikolog itu orang sakit jiwa (gila), menyebabkan seseorang malu untuk konsultasi.
Agar peran psikolog diterima oleh remaja, menurut saya harus ada edukasi ke sekolah melalui seminar, diskusi langsung dengan siswa.
Siswa pun harus tahu manfaat pendampingan dari psikolog atas permasalahan yang sering dialami remaja.
Peran Orang tua sebagai PsikologÂ
Curhatan Dimas di kelas, memunculkan banyak argumen dari teman-temannya, pun anak saya. Dia berpendapat sikap ibunya Dimas gegabah, dia tidak mengenal anaknya.Â
"Orang Dimas di kelas baik, ada yang lebih nakal dari Dimas, sekarang lho jadi anak baik, kuliah di PTN."Â
Semua orang boleh berpendapat, kembali ke awal, sejatinya yang lebih tahu tentang anak adalah orang tuanya.Â
Dari peristiwa Dimas, kita bisa berkaca bagaimana menghadapi anak remaja agar psikologinya baik.
Sejak anak usia dini, seyogyanya kita bisa melatih agar anak sehat fisik dan mental. Cara sederhana adalah dengan melatih sensitivitas remaja sejak usia dini.Â
Misalnya dengan mengenalkan mereka pada lingkungan luar, bermain bersama di alam terbuka, menjauhkan dari siaran-siaran televisi atau ponsel yang tidak mengedukasi, mengajaknya bercerita.Â
Pada intinya, orang tua mesti meluangkan waktu untuk anak sebanyak mungkin dan mengisinya dengan hal positif.
Jika anak memiliki psikologi yang baik, saat remaja dia bisa mengatasi gejolak remajanya, tentunya orang tua harus terus mendampingi. Berikut manfaat bagi remaja yang memiliki psikologi:
Mengenal jati diri
Kita sering mendengar ada ungkapan kalau remaja adalah masa di mana sedang mencari jati diri. Ketika remaja memiliki psikologi yang baik, dia akan mengetahui keadaan dirinya, sehingga dia mampu mengambil keputusan serta risiko yang akan timbul.
Kembali pada kasus Dimas, jika dia diajak konsultasi ke psikolog sebenarnya akan bermanfaat. Psikolog akan membantu dia menemukan jati dirinya.
Dengan adanya keterbukaan antara Dimas dan psikolog, masalah anak remaja ini dapat diselesaikan dengan benar. Ke depannya Dimas akan terbiasa mengambil keputusan yang benar dan berani dengan risiko.
Pengontrolan emosi
Remaja yang psikologinya baik, dia akan mampu mengontrol emosi marahnya. Ketika mendengar atau membaca kata-kata buruk dari lawan bicaranya atau media sosial, dia tidak emosi. Dia pun tidak mudah terpancing dengan isu untuk melakukan pengrusakan atau konvoi bermotor di jalan.
Selektif, aktif dan kreatif
Remaja yang mendapat bimbingan psikologi akan peka dengan perilaku orang lain, sehingga dia akan selektif memilih teman.Â
Dia akan berteman dengan orang-orang yang memiliki pikiran positif dan cenderung aktif dan kreatif.
Ketika remaja ini aktif dengan berbagai kegiatan positif, akan menjauhkan dia dari pikiran negatif yang berujung pada frustasi.
Penuh tanggung jawab
Remaja yang psikologinya baik akan terbiasa melakukan tanggung jawab besar dalam kehidupan sehari-hari.Â
Ketika ada masalah, dia tahu bagaimana menyelesaikan masalah dengan tenang, tidak mudah panik dan selalu berpikir positif.
***
Kesehatan mental kita perlu dijaga, tetapi terkadang tekanan hidup membuat seseorang depresi, cemas berlebihan.Â
Tidak perlu malu untuk berobat, karena kesehatan mental pun sama dengan kesehatan fisik. Jika dibiarkan akan komplikasi ke mana-mana. Pun pada kesehatan mental remaja.
Sebelum memutuskan ke psikolog atau psikiater, sebaiknya periksa dahulu ke dokter umum.Â
Dokter umum akan melakukan diagnosis awal terkait kondisi-kondisi yang dibutuhkan dan akan memberi rekomendasi, kita harus pergi ke psikiater atau psikolog tergantung kondisi yang dialami. Seperti yang saya kutip dari Halodoc, 2022.
Semoga bermanfaat.
Salam sehat selalu, terima kasih telah singgah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H