"Jangan kumur dengan air hujan! nanti tertelan, giginya bisa rusak."Â
Kalimat itu sering ibu ucapkan ketika kami main hujan-hujanan di teras rumah.
Kita tahu kalau hujan, air hujan turun deras dari atas genting atau talang rumah, saya sering berdiri di bawahnya, terasa lagi di bawah air terjun.Â
Sementara ibu menampung air hujan untuk keperluan mencuci, siram tanaman, siram kamar mandi. Hal itu karena perumahan kami ada di lereng bukit yang susah akan air bersih.Â
Air bersih untuk masak, minum dari gunung yang ada di desa lain yang disalurkan melalui pipa PDAM. Berhubung jaraknya yang cukup jauh sering kali pipa PDAM atau bak penampungan mengalami kerusakan.
Ketika pipa rusak, perbaikan maksimal 7 hari, paling cepat 3 hari. Itu artinya semua warga perumahan tidak mendapatkan air bersih dari PAM ketika terjadi kerusakan. Namun, PDAM tetap memberi solusi dengan mengantar air dari tangki.
Kiriman air tentu tidak sebanyak dari pipa, satu tangki untuk beberapa blok. Terkadang ibu saya hanya kebagian 6 ember, itu pun semua anaknya disuruh ikut antri membawa ember.
Air kiriman dari PDAM hanya cukup untuk masak dan minum. Waktu itu belum begitu marak membeli air minum galon atau gelas. Bagi kami, membeli air galon sangat berat, walaupun harganya murah.
Namun, memanfaatkan air hujan untuk dikonsumsi juga tidak ibu lakukan, karena katanya akan merusak gigi dan tidak bagus untuk kesehatan. Bahkan ketika turun hujan pertama di musim hujan pun, ibu melarang anaknya untuk hujan-hujanan.
"Nanti kalau sudah turun hujan 3 kali, boleh hujan-hujanan," seru Ibu.
Saat itu ibu tidak memberi alasan ilmiah terkait bahaya air hujan bagi kesehatan. Maklum ya, karena zaman dulu kurang referensi. Pendukung teori bacaan bagi emak-emak, hanya berdasarkan pengalaman dan desas desus tetangga.
Alasan Air Hujan Bisa Diminum
Untuk masyarakat yang tinggal di daerah yang kekurangan sumber air bersih, air hujan adalah solusinya. Ketika musim hujan banyak yang membuat bak penampungan. Bak penampungan ini diharapkan bisa digunakan saat musim kemarau.Â
Seperti yang pernah dilakukan Uripto Widjaya, pendiri PT. Galva. Pada tahun 2014. Ia membuat kolam tadah hujan dengan menggunakan plastik.Â
Kolam tersebut dibuat untuk memperbaiki kualitas hidup 400 keluarga di Gunungkidul, Yogyakarta yang sulit mendapatkan sumber air minum. Sebagaimana yang saya saksikan di acara Kick Andy, Metro TV, 2017.
Pembuatan kolam tadah hujan tentunya telah dilakukan penelitian agar air hujan layak konsumsi. Penelitian pula telah dilakukan oleh peneliti dari Monash University Melbourne, Australia.
Dalam study ini peneliti memantau 300 rumah yang menggunakan air hujan sebagai sumber air minum utama yang dikumpulkan di tangki air. Â Mereka mencatat kondisi kesehatannya selama satu tahun.Â
Hasil dari penelitian tersebut, para periset menemukan, tingkat gastroenteritis atau flu perut yang disebabkan oleh virus atau bakteri tertentu sangat mirip dengan masyarakat yang minum air keran yang terawat.Â
Artinya berdasarkan penelitian dari Monash University Melbourne, Australia mengonsumsi air hujan secara langsung terbilang aman dari risiko penyakit.
Karin Leder, kepala unit penyakit menular di departemen epidemiologi Monash University, menyatakan, orang  yang minum air hujan secara langsung tidak menunjukkan peningkatan risiko penyakit. Hal ini jika dibandingkan dengan mereka yang meminum air hujan yang disaring.
Mengacu pada penelitian di atas, air hujan aman dikonsumsi. Namun, dengan kondisi lingkungan yang kurang baik, air hujan menjadi berbahaya. Mungkin benar apa yang dikatakan ibu saya dulu, jangan minum air hujan nanti merusak gigi.
Alasan Air Hujan Tidak Aman Diminum
Air hujan yang tercemar tidak aman untuk dikonsumsi. Dalam hal ini saya mengacu pada berita dari kompas yang mengatakan 90 persen penduduk Pontianak mengalami kerusakan gigi akibat konsumsi air hujan dan gaya hidup.
"Sembilan dari sepuluh masyarakat Kota Pontianak dan sekitarnya mengalami kerusakan gigi," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak Multi Junto Bhatarendro di Pontianak, Kamis (22/7/2010), seperti yang saya kutip dari Kompas Pontianak, 2022.
Menurut Muti Junto, tingginya angka kerusakan gigi pada masyarakat Pontianak karena sebagian warga masih mengonsumsi air hujan. Pun kurangnya kesadaran dalam perawatan gigi.Â
Air hujan bisa merusak gigi karena kandungan zat kapurnya rendah, sedangkan kandungan keasaman tinggi, sehingga tidak disarankan untuk dikonsumsi. Namun, air hujan dapat merusak gigi perlu ada penelitian lebih khusus. Selama ini saya belum menemukan jurnal hasil penelitian.Â
Saran di atas tidak untuk semua daerah, karena pada daerah tertentu mungkin air hujan bisa dikonsumsi setelah melalui berbagai proses. Namun, tetap ada risiko.
Risiko minum air hujan setiap daerah berbeda tergantung dari kondisi lokasi, durasi turun hujan, cara menampung dan proses memasak. Misalnya di Pontianak tadi. Air hujan di kota tersebut tidak bagus karena kondisi udara tercemar.
Kondisi udara suatu daerah tercemar akibat dari meningkatnya populasi penduduk, peningkatan kendaraan bermotor dan pertumbuhan industri.Â
Kondisi ini bukan saja terjadi di Pontianak Kalimantan, Jakarta, Surabaya dan daerah lain pun mengalami hal yang sama.Â
Misalnya Kota Yogya, berdasarkan hasil penelitian mahasiswa dan dosen prodi Biologi Universitas Ahmad Dahlan, menemukan pencemaran mikroplastik pada air hujan. Paling banyak mikroplastik adalah wilayah Tugu, Yogyakarta.
Untuk itu kita perlu mempertimbangkan menampung air hujan untuk kepentingan makan dan minum.Â
Hal ini karena air hujan yang turun di area tercemar akan tercampur dengan kotoran dan logam berat lainnya. Jika pun  ada jaminan layak konsumsi, kita harus perhatikan rasa dan risiko.
Risiko Air Hujan Dikonsumsi
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa air yang terkontaminasi dapat menyebarkan berbagai penyakit, seperti diare, kolera, hingga demam tifoid.
Air hujan yang tercemar membawa bakteri, virus, parasite dan mengandung berbagai jenis mikroba, seperti E.coli, Giardia, Campylobacter, Salmonella, dan Shigella.
Pun beberapa penelitian telah mengaitkan paparan Pb pada air hujan jika dikonsumsi dalam jangka panjang dapat menyebabkan kanker, nefrotoksisitas, dan penyakit kardiovaskular pada manusia.Â
Pada anak-anak pun paparan Pb pada air hujan yang tercemar bisa menyebabkan anemia, gangguan mental dan hiperaktivitas. Sementara pada bayi timbal (Pb) dapat menyebabkan berat badan rendah.
Timbal (Pb) merupakan logam berat beracun yang terdapat di lingkungan yang sangat berbahaya dan tidak dapat diuraikan. ,Â
Setelah mengetahui risiko, selama ada air minum kemasan yang aman untuk dikonsumsi, kenapa harus konsumsi air hujan. Jika perlu menampung air hujan, sebaiknya gunakan untuk menyiram tanaman, membersihkan lamar mandi.
Semoga bermanfaat, terima kasih telah membaca, salam
Sri Rohmatiah Djalil
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H