Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pabrik Gula Rejo Agung, Peninggalan Sejarah Menunjang Perekonomian Warga Sekitarnya

19 Agustus 2022   16:15 Diperbarui: 25 Agustus 2022   12:19 5532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lori pengangkut gula ke gudang. Foto dokumen pribadi (Kasiyadi Yadi)

Anak cucu kita perlu tahu dan menghargai bagaimana orang tua dulu gigih mempertahankan, memperjuangkan negeri ini. Juga pandai memanfaatkan peninggalan sejarah agar bermanfaat bagi generasi selanjutnya.

Jejak sejarah yang masih nyata dan dimanfaatkan salah satunya adalah keberadaan pabrik gula di Madiun. Seperti kita ketahui, tidak semua pabrik gula masih aktif, seperti pabrik gula di Kadipaten, Majalengka. 

Sejak saya masih duduk di sekolah menengah pun yakni tahun 1995, pabrik gula tersebut sudah tidak produksi. Itu artinya banyak warga yang kehilangan mata pencaharian.

Berbeda dengan di Madiun, pabrik gula yang disebut Pabrik Gula (PG) Rejo Agung bisa dikatakan pabrik gula terbesar. Pekerja pada umumnya warga sekitar termasuk dari desa tempat tinggal saya.

 Tanah-tanah warga pun banyak yang ditanami tebu dengan sistem kontrak atau pemilik lahan menanam sendiri.

Kebun tebu saat tebang. Foto dokumen pribadi (Kasiyadi Yadi)
Kebun tebu saat tebang. Foto dokumen pribadi (Kasiyadi Yadi)

Sejarah Pabrik Gula Rejo Agung Madiun

PG Rejo Agung terletak tidak jauh dari rumah saya, sekitar 1 km, hanya terhalang sungai Madiun yang lebar dan satu kelurahan. Jika menggunakan kendaraan membutuhkan waktu kurang lebih 5 menit. 

Secara administratif PG Rejo Agung Baru terletak di Desa Patihan, Kecamatan Mangunharjo, Kota Madiun, yang terletak pada ketinggian 67m dpl.

Menurut sumber yang saya kutip dari Zonamadiun, PG Rejo Agung merupakan pabrik gula milik swasta pertama di Madiun yang dirikan oleh perusahaan gula Tionghoa, Oei Tiong Ham Concern yang berpusat di Semarang. 

Oei Tiong Ham adalah anak kedua dari Oei Tjie Sien, pemilik perusahaan NV Handel MT. Kian Gwan yang berdiri tahun 1894.

Seiring dengan perkembangannya, pada tahun 1996 berubah menjadi PT. PG Rajawali 1-Unit PG Rejo Agung Baru. 

Sejak 1998 hingga sekarang Madiun menjadi salah satu jantung perkebunan tebu di Jawa Timur yang menghasilkan kualitas gula baik. Hal ini karena Madiun termasuk daerah dataran rendah yang tanahnya cocok untuk ditanami tebu.

Menurut jurnal yang ditulis Dyah Retno Wulan, mahasiswa Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Surabaya, tanaman tebu masuk ke Indonesia pada pemerintahan Hindia Belanda, perkiraan abad ke-17. Di mana saat itu masih menerapkan sistem VOC atau Vereenigde Oostindische Compagnie atau sistem kerja paksa.

Lori pengangkut gula ke gudang. Foto dokumen pribadi (Kasiyadi Yadi)
Lori pengangkut gula ke gudang. Foto dokumen pribadi (Kasiyadi Yadi)

Manfaat Keberadaan Pabrik Gula bagi Warga

Beroperasinya pabrik gula hingga sekarang membawa pengaruh besar bagi warga sekitar mulai dari penyerapan tenaga kerja, ketersediaan gula terjaga dengan harga stabil.

Selain banyak warga yang bekerja di PG Rejo Agung sebagai tenaga kontrak, tenaga harian dan tetap, banyak juga warga yang bekerja sebagai pengangkut tebu dari lahan ke pabrik. 

Jika musim giling, akan ada banyak antrian truk yang setor tebu dan ini terkadang menimbulkan kemacetan di pintu masuk pabrik.

Foto antrian truk tebu ke pabrik gula. Foto dokumen pribadi (Kasiyadi Yadi)
Foto antrian truk tebu ke pabrik gula. Foto dokumen pribadi (Kasiyadi Yadi)

Tradisi jika musim giling tiba adalah dibukanya pasar malam selama satu hingga dua pekan di sepanjang jalan protokol depan pabrik gula. Ada banyak barang rumah tangga, mainan, makanan dijajakan di pasar malam tersebut.

Setiap malam ada juga acara kesenian yang dipertunjukkan. Puncaknya akan ada pagelaran wayang kulit. 

Saat puncak ini banyak warga dari berbagai daerah menyaksikan hingga jalan menuju kota ditutup. 

Sepanjang masa giling pun ditandai dengan suara seruling yang keras, hingga terdengar ke beberapa wilayah. Seruling itu tandanya pergantian karyawan yang bertugas.

Biasanya akan berbunyi sekitar pukul 05.30 WIB, karyawan yang tugas malam turun digantikan karyawan yang tugas pagi. 

Petugas pagi akan diganti pada pukul 21.30 WIB. Ketika suara suling berbunyi sebagai pengingat anak sekolah dan jam tidur.

PG Rejo Agung. Foto dokumen pribadi (Kasiyadi Yadi)
PG Rejo Agung. Foto dokumen pribadi (Kasiyadi Yadi)

Selain menciptakan lapangan kerja bagi warga dan harga gula stabil. Keberadaan pabrik gula menyisakan debu dan bau jagung rebus. Jika yang memiliki kulit sensitif, debu itu akan mengakibatkan gatal pada kulit.

Jika musim giling, teras rumah, tanaman akan penuh dengan debu hitam. Terlebih jika angin mengarah ke arah utara, rumah saya yang terbuka pada bagian tengah, taman hingga dapur akan penuh debu hitam, kalau orang Jawa menyebutnya langes. 

Lepas dari dampak itu, pabrik gula terus melakukan program penghijauan dan lingkungan.

Dengan Kemerdekaan RI ke-77, semoga Indonesia semakin subur agar rakyat makmur. Terima kasih telah singgah.

Bahan bacaan : 1 dan 2 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun