Kisah keduaÂ
Seorang petani, sebut saja Surti dipepet terus oleh seorang calo untuk menjual hasil panennya. Setelah ada kesepakatan harga, mesin kombi turun ke sawah untuk merontokkan padi yang sudah menguning. Ketika hampir selesai, calo itu menurunkan harga gabah basah hingga Rp10 ribu per kuintalnya.
"Ini dari sananya turun, Mbak, coba baca pesan dari bosku." Calo ini menunjukkan percakapan dengan bosnya.
Surti tidak bisa berkutik, harga terbaru disepakatinya. Tumpukkan gabah disusun di pinggir jalan siap angkut sang calo dan tengkulak. Hingga malam, pukul 21.00 gabah belum diangkut juga oleh tengkulak.Â
Surti mulai gelisah, jika membatalkan jual gabah, dia kesulitan untuk membawa puluhan karung berisi gabah ke rumahnya. Jika dilanjutkan, dia harus menunggu hingga tengkulak itu datang mengangkut.
Pukul 22.00 tengkulak datang dengan truknya, tetapi truk tidak memuat semua hasil panen Surti. Tengkulak memanggil truk satunya untuk mengangkut sisa gabah. Truk kedua ternyata milik tengkulak lain. Dia menurunkan harga gabah hingga Rp25 ribu per kuintalnya.
Percekcokan terjadi, Surti tidak terima karena contoh gabah sudah dilihat oleh calo dan tengkulak pertama, harga pun disetujui.
Tengkulak kedua memberi ultimatum, "Wes pokoknya harga segitu, kalau mau iki sisa gabah aku bawa, jika tidak, ya wes aku mulih."
Peristiwa ketigaÂ
Petani panggil saja Parjo meminjam uang kepada tengkulak untuk modal garap sawah dengan perjanjian panen akan mengembalikan uang itu dengan gabah.