Namun, dokter tersebut keukeuh tidak bisa mengeluarkan surat keterangan sehat. Semakin saya membela dan memberi penjelasan, semakin dia berkata yang menyakitkan dan tetap pada teorinya.Â
Berdebat saya rasa tidak ada gunanya. Akhirnya saya berkata, "Kalau dokter memberi 'surat keterangan tidak sehat jasmani' bisa?"
Surat itu pun keluar dengan biaya administrasi Rp 35 ribu. Saya ingin tertawa, kenapa tidak sejak awal saya meminta "Surat Keterangan TIDAK sehat" dari dokter tersebut. Mungkin tidak perlu mendengar "Saya yakin untuk makan, memegang sendok saja tidak bisa".
Di sini saya baru sadar untuk memahami disabilitas, orang harus menyaksikan terlebih dahulu aktivitas sehari-hari.
Apa "surat keterangan tidak sehat" saya gunakan untuk pengajuan perpanjangan SIM A?Â
Jawabannya TIDAK, karena sejak masuk ke Polres sudah dipersulit. Surat keterangan tidak sehat jasmani jelas bukan bagian dari syarat perpanjangan SIM A.
Untuk perpanjangan SIM A suami, saya beralih ke Polres Kabupaten. Di Polres Kabupaten, hanya memasukkan syarat SIM A lama, fotocopy KTP, fotocopy KK. Saat itu juga suami langsung diminta tes tulis.
Untuk tes praktik tidak dilakukan, waktu itu saya dan suami diarahkan untuk menunggu di ruang tunggu pemotretan. Hasil tes tulis dan syarat lain dibawa salah seorang petugas yang berjaga.Â
Dia pun menyarankan untuk mengganti SIM A menjadi SIM D, karena tahun 2020 sudah keluar aturan baru tentang SIM D khusus bagi disabilitas. Proses di sini tidak sulit, setelah pengambilan foto, SIM D pun jadi.
Bagi disabilitas yang baru pertama kali ngurus SIM D, perlu diketahui tetap harus mengikuti ujian.Â