Petani enggan menanam kedelai karena dua alasan:
1. Keuntungan tidak sesuai
Biasanya saya mendapat penghasilan kotor dari tanam kedelai sekitar Rp3.000.000 per petak, ini belum dipotong biaya tanam. Biaya tanam, mulai dari benih, nyebar, pengairan sebanyak 3 kali, semprot obat, ngarit, giling, jemur menghabiskan biaya sekitar Rp2.000.000.Â
Itu artinya saya mendapat keuntungan Rp1.000.000. Masa tanam hingga panen kedelai membutuhkan waktu sekitar 2,5 bulan.
Jika mengandalkan dari hasil panen kedelai, keuntungan Rp1.000.000 untuk 3 bulan, jelas tidak cukup. Makan selama satu bulan sekitar Rp350.000. Nah itu kenapa petani hidupnya pas-pasan. Pas butuh benih, benih pun belum ada. Pas butuh pupuk, pupuk subsidi ada pengurangan. Pas butuh pupuk non-subsidi, harganya sudah naik. Pas-pasan kan?
2. Benih yang susah
Ketika panen kedelai petani biasanya langsung menjual semua hasil panennya, tidak menyisihkan benih untuk tahun depan.
Alasan tidak menyimpan karena waktu penyimpanan yang cukup panjang, khawatir kedelai rusak. Kedelai khusus benih, harus berumur 100-110 hari, petani pun tidak bisa memilah antara benih dan bukan.
Berkaca dari pengalaman itu, para petani mencoba menanam padi pada musim tanam ketiga. Padahal kita tahu, pada bulan Agustus sudah kemarau. Tanaman padi membutuhkan air banyak, tetapi petani pun tidak kehilangan akal, mereka berani mengairi sawah 3 kali dalam satu pekan dengan bantuan sumur pompa atau listrik.
Dengan perawatan seperti itu, jelas membutuhkan biaya tanam padi lebih mahal, tetapi hasilnya pun lebih banyak jika dibandingkan dengan kedelai. Untuk itu petani enggan menanam kedelai.