Harga kedelai impor sejak satu bulan terakhir mengalami kenaikan. Kenaikan bahan baku tahu dan tempe ini karena inflasi di negara produsen berdampak pada meningkatnya biaya produksi dan sewa lahan. Kurangnya tenaga kerja dan cuaca ekstrem juga berpengaruh pada naiknya harga kedelai impor.
Harga kedelai impor di Madiun, Sabtu (19/02) Rp10.500 per kg yang semula Rp8.000 per kg. Kenaikan ini tentunya sangat berpengaruh pada produsen tahu dan tempe. Beberapa produsen tempe bahkan mengecilkan ukuran produksinya. Upaya itu demi menekan biaya produksi dan menyiasati kerugian.
Berbeda dengan pabrik tahu milik H. Iswandi yang ada di Dusun Wadeng, Desa Sidomulyo, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Madiun. Dia mengurangi jumlah produksi tahunya. Biasanya dalam sehari menghabiskan 3 kuintal, sekarang menjadi 2,5 kuintal. Seperti yang saya kutip dari jatimsatunews.com
Pemerintah mendatangkan kedelai dari Brazil dan Amerika karena ketersediaan kedelai lokal kurang, sementara kebutuhan akan kedelai sangat tinggi.Â
Seperti kita ketahui, tahu dan tempe menjadi lauk utama dalan sehari-hari. Istilahnya tidak ada daging, tahu pun jadi, tempe pun enak.
Seharusnya ketersediaan bahan baku tempe dan tahu ini melimpah mengingat Indonesia memiliki lahan pertanian yang luas. Namun, petani enggan menanam kedelai, termasuk saya.
Baca juga Kemarau Panjang Mudahnya Menanam Kacang Hijau
Kenapa petani enggan menanam kedelai?
Sebelum tahun 2010, para petani di desa saya masih kompak menanam kedelai jika musim kemarau. Akan tetapi, menanam kedelai seolah-olah hanya sekadar memanfaatkan lahan, daripada dibiarkan kosong. Hal ini karena nilai jual kedelai sangat murah, sekitar Rp4.000-Rp6.000.
Petani enggan menanam kedelai karena dua alasan:
1. Keuntungan tidak sesuai
Biasanya saya mendapat penghasilan kotor dari tanam kedelai sekitar Rp3.000.000 per petak, ini belum dipotong biaya tanam. Biaya tanam, mulai dari benih, nyebar, pengairan sebanyak 3 kali, semprot obat, ngarit, giling, jemur menghabiskan biaya sekitar Rp2.000.000.Â
Itu artinya saya mendapat keuntungan Rp1.000.000. Masa tanam hingga panen kedelai membutuhkan waktu sekitar 2,5 bulan.
Jika mengandalkan dari hasil panen kedelai, keuntungan Rp1.000.000 untuk 3 bulan, jelas tidak cukup. Makan selama satu bulan sekitar Rp350.000. Nah itu kenapa petani hidupnya pas-pasan. Pas butuh benih, benih pun belum ada. Pas butuh pupuk, pupuk subsidi ada pengurangan. Pas butuh pupuk non-subsidi, harganya sudah naik. Pas-pasan kan?
2. Benih yang susah
Ketika panen kedelai petani biasanya langsung menjual semua hasil panennya, tidak menyisihkan benih untuk tahun depan.
Alasan tidak menyimpan karena waktu penyimpanan yang cukup panjang, khawatir kedelai rusak. Kedelai khusus benih, harus berumur 100-110 hari, petani pun tidak bisa memilah antara benih dan bukan.
Berkaca dari pengalaman itu, para petani mencoba menanam padi pada musim tanam ketiga. Padahal kita tahu, pada bulan Agustus sudah kemarau. Tanaman padi membutuhkan air banyak, tetapi petani pun tidak kehilangan akal, mereka berani mengairi sawah 3 kali dalam satu pekan dengan bantuan sumur pompa atau listrik.
Dengan perawatan seperti itu, jelas membutuhkan biaya tanam padi lebih mahal, tetapi hasilnya pun lebih banyak jika dibandingkan dengan kedelai. Untuk itu petani enggan menanam kedelai.
***
Petani ogah menanam kedelai itu artinya lahan untuk produksi kedelai menurun dan tidak sebanding dengan target produksi kedelai nasional.
Pemerintah sudah berupaya memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri dangan cara mendorong peningkatan produksi kedelai melalui program intensifikas dan ekstensifikasi. Namun, apakah program tersebut sudah berhasil? Nyatanya, lahan yang berada di desa saya dan sekitarnya banyak ditanami padi saat tanam ketiga.
Selain perluasan lahan, untuk mendukung keberhasilan program tersebut, penyediaan varietas unggul memegang peranan penting. Juga penerapan teknologi budidaya lain, sarana produksi, penyuluhan, dan jaminan pasar yang baik.
Kalau semua sudah terpenuhi, harga kedelai ke tingkat produsen tahu dan tempe, saya kira tidak akan tinggi. Petani pun sejahtera, tidak ada kata pas-pasan.
Baca juga 5 Hal yang Harus Diperhatikan Sebelum Membeli Tanah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H