Tidak ada sekolah mantri, mereka lulusan SMK kesehatan, istilahnya SPK (sekolah perawat kesehatan). Sekarang tidak ada SMK yang mencetak mantri. Jika lulusan SMK atau SMA ingin masuk dunia kesehatan mendalami ilmunya ke pendidikan lebih tinggi agar mahir. Para mantri pun harus mengupgrade ilmu dan sertifikatnya melalui program D3, D4 bahkan S1 keperawatan.
Kita jarang menemukan mantri, kalau di daerah terpencil memang masih ada seperti Papua, Maluku, Kalimantan, dan bahkan beberapa daerah terpencil di Pulau Jawa.
Di desa saya, walaupun bukan desa terpencil masih ada lho mantri, bahkan ada tiga. Dua orang mantri tidak menerima panggilan pasien. Kita yang harus datang ke tempat praktiknya, siap-siap antri panjang saja.Â
Jangan lupa memakai obat pengusir nyamuk, karena antreannya di luar ruangan. Sedangkan mantri yang satunya, bisa dipanggil ke rumah warga jika kita mendesak tidak ada yang mengantar berobat.
Mengapa warga desa masih pergi ke mantri untuk mendapat pengobatan?
Selain ke puskesmas, warga masih berobat ke mantri, seperti ibu mertua, ipar, tetangga. Saya juga kadang-kadang memanggil Pak Mantri tetapi tidak pernah suntik karena masih takut dengan jarum suntik. Singkatnya "obatnya saja, Pak".
Kalau ibu mertua, hampir tiap bulan rindu ingin bertemu Pak Mantri, katanya, setelah disuntik Pak Mantri, badan jadi enteng.
Ada beberapa alasan kenapa mantri masih jadi favorit warga dalam pengobatan
1. Biaya terjangkau
Biaya berobat ke mantri tentu berbeda dengan ke dokter, karena jenis obat yang diberikan juga berbeda. Ibu mertua langganan ke mantri, hampir tiap bulan. Untuk biaya hanya 60 ribu rupiah sudah dengan suntik vitamin, jika tanpa suntik 50 ribu rupiah.Â