Adik kaget, dia balik bertanya.
"Bukannya tadi siang Neng sama Bapak naik mobil?"
Bapaknya si Neng tambah bingung.
"Lho ... Bapak dan Ibu baru pulang kerja, naik mobil apa?" tanya bapaknya Si Neng.
Adik saya menceritakan. Ketika adik turun dari angkot pulang sekolah melihat si Neng ngobrol dengan seorang bapak di seberang jalan. Adik saya berusaha memanggil si Neng. Namun, ketika hendak menghampiri, mobil itu melaju ke arah kota.
Adik berpikir itu keluarga orang tuanya si Neng, karena keluarga Neng adalah pendatang di desa itu. Ibunya si Neng semakin panik, karena tidak ada kerabatnya berkunjung. Adik pun menguras ingatannya, mobil apa yang tumpangi si Neng, berikut nomor polisi.
Entah bagaimana adik saya bisa mengingat plat itu dengan baik padahal sudah hampir 4 jam.
Semua orang sibuk mencari mobil yang membawa si Neng. Lapor polisi belum ditanggapi karena baru 4 jam. Terbayang paniknya saat itu, saya pun ikut panik, memeluk adik. Jika adik berhasil mendekati si Neng, bisa jadi dia juga dibawa mobil itu.
Pencarian hingga sudut kota yang sepi. Adik berusaha mengingat warna mobil itu. Dia saksi tunggal atas hilangnya si Neng.
Tepat di sebelah selatan terminal kota yang sepi. Di antara kebun tebu ada mobil terparkir. Adik teriak, "Itu mobilnya!"Â
Mobil yang kami tumpangi segera menghampiri mobil itu. Orang tua si Neng tampak geram. Ternyata oh ternyata, si Neng berada di dalamnya sedang menangis. Entah apa yang terjadi.
Ada sekitar lima anak laki-laki masih berseragam SMA dan sopir yang sudah dewasa.
Bapak si Neng marah dan membawa mobil itu ke kantor polisi. Namun, satu kesalahan yang tak pernah diduga oleh semuanya. Mobil itu dikendarai pemiliknya, jadi mobil kami berada dibelakangnya. Ketika perempatan lampu merah, mobil itu kabur dengan leluasa, penculik lolos.
Si Neng mengalami trauma, kami tidak berani bertanya apa yang terjadi selama di dalam mobil bersama mereka. Namun, sudah menduga si Neng mengalami pelecehan seksual.