Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

5 Strategi Pekerja Informal dalam Mengelola Keuangan demi Memiliki Rumah Idaman

3 November 2021   18:03 Diperbarui: 3 November 2021   18:11 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pekerja informal, foto via kompas.com

Hai, Sahabatku,

Jika main ke desa tempat saya tinggal, mungkin akan kaget, rumah-rumah di desa bagus-bagus. Bahan dasarnya bata, bukan bata ringan atau batako yang biasa digunakan di perumahan.

Saya dulu menduga pekerjaan mereka sebagai TKI, ternyata bukan. Sebagian besar pekerjaan di desa adalah pekerja informal, ada  tukang parkir, buruh bangunan, buruh tani, beca, buruh pabrik gula. Banyak juga sih yang pekerja formal.

Kalau pekerja formal memiliki kendaraan, rumah bagus, itu sudah biasa. Mereka punya gaji sebagai jaminan tiap bulannya. Sedangkan pekerja informal, gajinya tidak menentu. Namun, mereka bisa menyisihkan penghasilannya untuk membangun rumah. Kaget kan? Bagaimana caranya, sedangkan bahan bangunan harganya mahal.

Dari hasil pengamatan saya selama ini, rumah bagi warga desa adalah yang utama. Mereka jarang sekali mencari kontrakan setelah menikah, kecuali kerjanya di luar kota.

Strategi mereka untuk memiliki rumah, mungkin bisa kita tiru.

1. Warisan tanah

Orang tua zaman dalu mendapatkan tanah melalui turun temurun, warisan. Misalnya, Pak Suryo, rumahnya kecil, tetapi tegalnya atau kebunnya, luas. Pak Suryo memiliki empat orang anak.

Selama anaknya belum bisa membangun rumah, rumah Pak Suryo akan penuh oleh anak mantu bahkan cucu. Saya juga sempat kaget, bagaimana mereka membangun rumah tangga di bawah naungan orang tua.

Namun, kondisi itu tidak lama. Pada akhirnya mereka mendapat tanah warisan sebelum Pak Suryo meninggal.

Baca juga: Pekerjaan Perempuan di Desa

2.  Menabung bahan bangunan

Saya membuka toko bangunan mulai tahun 2007. Banyak konsumen yang membangun rumah dengan beberapa kondisi. 

Ada orang yang membangun rumah karena dapat warisan tanah dan uang. Ada juga yang kerja di luar negeri. Ada pula karena dapat uang pensiun. Bahkan, mereka yang bekerja informal pun, seperti tukang parkir, buruh, tukang beca bisa membangun rumah.

Mereka yang belanja ke toko saya, rata-rata titip barang. Contohnya, pekan ini mereka ada uang Rp300.000,00. Uang itu dibelikan semen, harga semen per saknya Rp50.000.00, berarti dia dapat 6 sak semen. Bukan hanya semen saja, mereka titip, bisa besi, gamping. Bahan bangunan itu, saya kirim ketika mereka membutuhkan, bisa 3 tahun, 1 tahun, sesuai kebutuhan.

Untuk bata, mereka membuat sendiri. Bahannya ada yang beli tanah ada juga tanah dari kebunnya. 

Kalau pasir, biasanya mereka ngeruk sendiri di sungai, karena desa kami bersebelahan dengan sungai besar.

3. Bantuan dari desa

Kita masih ingat ada program bedah rumah bagi warga tidak mampu. Program ini, di desa tempat tinggal saya sudah berjalan lama. Tentu dengan pengajuan dan syarat.

Namun, kita juga tahu, program bedah rumah, tidak sempurna seperti jika kita membangun dengan uang sendiri. Ada batas jumlah bantuan.

Dengan  keterbatasan bantuan, penerima bantuan harus bisa membelanjakan dana sebaik mungkin.

4. Gotong royong

Warga desa pada umumnya hidup rukun dan saling membantu, termasuk membangun rumah.

Bagi warga yang dananya minim, tetangga atau kerabat akan membantu tenaga. Entah itu yang jadi tukang kayu, batu, asisten tukang. Tuan rumah hanya menyiapkan makan dan jajan setiap harinya.

Kerja gotong royong, sudah dipastikan waktu pembangunan hingga pasang genteng akan lebih cepat. Maksimal bisa menghabiskan waktu sekitar 2 pakan.

Untuk finishing, biasanya yang punya rumah akan dikerjakan sendiri

5. Hidup sederhana

Hidup di desa juga kental akan kesederhanaan. Mereka tidak neko-neko nge-mall, walaupun ada beberapa orang yang tampak boros, Namun, dijamin mereka yang boros, gaji suaminya sebagai pekerja informal tidak bisa nyentel, cukup makan saja.

Untuk bisa membangun rumah dan nyentel barang kebutuhan lain, semua anggota keluarga harus hidup sederhana. Istri pun harus bisa membantu keuangan keluarga, misalnya ke sawah, pelihara kambing atau sapi.

Gaya hidup, menentukan kita memiliki rumah atau tidak. Walaupun pekerja formal dengan gajinya tinggi, jika tidak bisa mengatur keuangan, tetap, kebutuhannya tidak dapat terpenuhi.

Semoga bermanfaat, Salam hangat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun