2. Â Menabung bahan bangunan
Saya membuka toko bangunan mulai tahun 2007. Banyak konsumen yang membangun rumah dengan beberapa kondisi.Â
Ada orang yang membangun rumah karena dapat warisan tanah dan uang. Ada juga yang kerja di luar negeri. Ada pula karena dapat uang pensiun. Bahkan, mereka yang bekerja informal pun, seperti tukang parkir, buruh, tukang beca bisa membangun rumah.
Mereka yang belanja ke toko saya, rata-rata titip barang. Contohnya, pekan ini mereka ada uang Rp300.000,00. Uang itu dibelikan semen, harga semen per saknya Rp50.000.00, berarti dia dapat 6 sak semen. Bukan hanya semen saja, mereka titip, bisa besi, gamping. Bahan bangunan itu, saya kirim ketika mereka membutuhkan, bisa 3 tahun, 1 tahun, sesuai kebutuhan.
Untuk bata, mereka membuat sendiri. Bahannya ada yang beli tanah ada juga tanah dari kebunnya.Â
Kalau pasir, biasanya mereka ngeruk sendiri di sungai, karena desa kami bersebelahan dengan sungai besar.
3. Bantuan dari desa
Kita masih ingat ada program bedah rumah bagi warga tidak mampu. Program ini, di desa tempat tinggal saya sudah berjalan lama. Tentu dengan pengajuan dan syarat.
Namun, kita juga tahu, program bedah rumah, tidak sempurna seperti jika kita membangun dengan uang sendiri. Ada batas jumlah bantuan.
Dengan  keterbatasan bantuan, penerima bantuan harus bisa membelanjakan dana sebaik mungkin.
4. Gotong royong