Semua orang akan mengalami masa pubertas dengan segala keunikannya.Â
Pubertas bukan takdir, ada banyak faktor yang memengaruhi kesehatan kita, dan usia pubertas salah satunya.
Pubertas berasal dari kata puber, artinya usia menuju kedewasaan. Kata tersebut mengacu kepada perubahan fisiologis dan psikologis.Â
Untuk perubahan fisik pada anak tahun 90-an dan anak pada masa sekarang, tidak jauh berbeda. Namun, secara psikologis banyak sekali perbedaan. Perbedaan emosi ini dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, aktivitas sehari-hari dan sebagainya.
Baca Pengertian pubertas
Pubertas tahun 90-an
Saya mengalami pubertas di tahun 90-an. Mungkin dulu kita merasakan sangat mengerikan, banyak larangan yang disampaikan orang tua, jangan begini, jangan begitu, harus begini, harus begitu, terkadang tidak masuk akal.
Seperti, ketika anak perempuan mengalami menstruasi pertama, ibu akan bilang,
"Jangan buang pembalut ke tempat sampah, nanti darahnya dihisap hantu!"
"Jangan keluar rumah menjelang magrib, nanti ada genderewo!"
Terasa rumit, tetapi, kita tetap menjalaninya dengan senang, karena itu bentuk perhatian orang tua jaman dulu.
Melewati masa puber tahun 90-an kita mengekspresikan cinta dengan menulis surat, padahal surat itu tidak pernah sampai ke tangan orang yang dicintai.
Kemesraan pun kita salurkan dengan memasang poster-poster artis cantik dan ganteng. Tembok penuh dengan poster Desy Ratnasari, Adam Jordan, Nike Ardila, Paramitha Rusadi, dsb.
Mengalami pubertas di tahun 90-an datang dengan serangkaian keadaan dan hanya dipahami oleh anak-anak 90-an. Jika kita mengingatnya akan tersenyum sendiri. Ketika orang tua mengatakan, "Jangan bersentuhan dengan lawan jenis, nanti hamil!" dan kita akan molotot jika tidak sengaja kesenggol teman.
Pada era 90-an belum ada internet sebagai pusat informasi. Orang tua memberi penjelasan ngambang dan membingungkan. Tetapi, itulah tantangannya.
Masa pubertas sekarang
Mengalami masa pubertas pada masa 90-an dan menyaksikan masa sekarang, sama-sama rumitnya. Semua memiliki tantangan yang berbeda, serba membingungkan.
Sekarang anak-anak lebih bebas mencari informasi, terutama melalui internet. Anak-anak tidak akan percaya jika kita berkata, "Jangan keluar setelah magrib, nanti ada kelong!" mereka akan menjawab sesuai logika, "Kelong sekarang tidak ada, semua sudah terang dengan lampu."
Baca juga : KTP Remaja
Saya memiliki dua orang anak, keduanya menginjak remaja. Anak-anak memang unik, hingga saat ini tidak ada tantangan yang membuat jantung comot. Semuanya aman terkendali.
Saya pernah bertanya kepada anak perempuan, adakah yang naksir dirinya.
"Yang naksir ada, titip-titip salam gitu, tapi aku gak mau, iihhh."
"Kenapa ihh?"
"Gak boleh pacaran, Mah."
Namun, ketika saya mengajaknya bermain ke gunung bersama kedua temannya. Ada gerakan yang membuat saya kaget.
Dua orang remaja menegur, "Permisi, baru naik ya!" saya pun menjawab, "Iya, Mas." Menegur singkat seperti itu hanya basa basi ketika berpapasan dengan orang lain di jalan setapak. Â
"Itu yang pakai kaos putih itu ganteng!" ujar anak saya. Ketiga anak itu tertawa sambil jingkrak malu-malu.
"Mas pakai kaos hitam, lucu!" seru temannya.
Baca juga : Pra-remaja
Dengan mengatakan ganteng, Â tandanya anak-anak sedang mengalami masa puber, ada ketertarikan. Namun, sejauh ini, saya memperhatikan, anak-anak belum memiliki pacar.Â
Hari-harinya sibuk mengerjakan tugas sekolah dan les privat. Untuk menghilangkan kejenuhan, anak saya yang perempuan, belajar melukis di kanvas dan kertas.Â
Mendidik anak-anak
Kita tentu membayangkan bahaya yang akan dihadapi anak remaja dan berusaha melindunginya. Seperti, melindungi anak dari pelecehan, kekerasan fisik, psikis dan memanjakan yang berlebihan.
Melindungi memang tugas orang tua, tetapi, sikap melindungi anak-anak dapat melumpuhkan mereka saat dewasa kelak. Dalam laman psychology today orang tua juga harus mengajarkan anak-anak cara melindungi diri sendiri.Â
Bu Hannie di laman Kompasiana, mengatakan, "Ajari anak mengatakan tidak". Saya setuju dengan hal tersebut, karena banyak kasus anak tidak bisa menolak ajakan buruk dari lingkungan terdekatnya.
Pada akhirnya, kita harus berusaha untuk mencintai anak-anak tetapi harus tegas, terutama pada masa-masa puber yang penuh tanda tanya.
Salam bahagia,
Sri Rohmatiah
Artikel untuk kompasiana
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI