Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani, Ibu dari 1 putri, 1 putra

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Sikap Orangtua Supaya Anak Terhindar Cinta Segitiga Saat Pra-remaja

11 Agustus 2021   17:34 Diperbarui: 17 Agustus 2021   14:34 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Pexels,com/RODANE Production

Cinta segitiga sepertinya hanya terjadi pada orang dewasa. Padahal kalau kita perhatikan justru pra-remaja banyak mengalaminya. Namun, kita sering menganggap cinta mereka adalah cinta monyet.

Benarkah? Mari saya ajak menyimak kisah cinta yang dialami teman anak saya, lima tahun lalu.

Cerita cinta anak uyu-uyu ini menjadi trending topics ketika salah satu wali murid datang ke rumah saya. Dia menceritakan kisah cinta yang dialami temannya anak saya, tentunya anak ibu ini juga. Saya memangilnya Bunda.

Ceritanya, anak saya, Najwa, punya teman namanya Ani bukan nama sebenarnya, dia pacaran sama Si Arby sejak kelas 7, tiba-tiba si Arby kepincut temannya Ani, namanya Mei. Hubungan Arby dan Mei, lama-lama ketahuan sama Ani. Ani sakit hati dan tidak pernah menegur Mei lagi.

Cerita kedua masih temannya Najwa. Si Fulan pacaran dengan Fani, orangtua Fulan mengetahuinya. Ketika ada pertandingan sepak bola di stadion, ibunya si Fulan menghampiri Fani yang hendak pulang. Fulan sih tidak tahu kalau ibunya datang ke tempat pertandingan karena dia masih asyik sepak bola.

"Fani, putusin anak tante, biarkan dia belajar, jangan diganggu!" Fani nangis. Usut punya usut Fulan itu pacarnya bukan Fani saja, dia juga pacaran dengan temannya beda kelas. 

Di akhir ceritanya, Bunda itu bertanya, "Najwa sudah punya pacar?" Ha? 

Baca juga : Mengelola emosi anak

Masa pra-remaja

Seperti yang telah kita ketahui tahap pra-remaja sekitar usia 11 tahun dan 12 tahun. Masa ini anak mengalami pertumbuhan, pemberontakan terhadap yang lebih tua. Mereka sebenarnya ingin mandiri seperti remaja, tetapi masih mendambakan pengasuhan orangtuanya.

Masa pra-remaja, mereka lebih nyaman bercerita, pergi bersama temannya, menonton, bermain game. Mereka juga mulai tertarik kepada lawan jenis. Dalam situasi ini terkadang orangtua merasa anaknya aman-aman saja. Padahal kasus seperti Ani, Arby banyak terjadi.

Namun tidak semua anak usia pra-remaja mengekspresikan rasa dengan pacaran. Banyak juga yang melakukan hal-hal lain, seperti ikut belajar tambahan, ikut klub, dan lain sebagainya.

Pacaran pada tahap pra-remaja

Masa pubertas pada anak terjadi antara usia 8 tahun hingga 10 tahun, dan akan berhenti pada usia 15 tahun. Pada usia itu sebagai orangtua harus memberi berbagai pengetahuan yang terkadang anak malu mengatakannya. Misalnya anak perempuan ketika awal haid, menyukai lawan jenis, mimpi basah.

Ketika mengalami hal-hal baru pada tubuhnya, mereka akan lebih senang diskusi dengan temannya. Misalnya Ani, ketika ditembak Arby yang ganteng, katanya mirip Ozy, curhat ke temannya, temannya akan memberi saran, "Terima saja, eman-eman, Arby kan ganteng, mirip Ozy." Namun Ani bingung, "Ozy yang mana, aku gak kenal!" Kenal tidak kenal sama Ozy, Ani tetap menerima cinta Arby. 

Namun, jika Ani curhat ke Najwa, Najwa akan bilang, "Jangan, kita belajar saja, sebentar lagi ujian."

Dalam situasi ini orangtua hendaknya tahu, kapan anak mulai jatuh cinta, bagaimana mengarahkannya dan memberi pemahaman tentang pacaran. Usia pra-remaja masih membutuhkan solusi tepat dari orangtua.

Ilustrasi anak dan ibunya (dokumen shutterstock via suara.com)
Ilustrasi anak dan ibunya (dokumen shutterstock via suara.com)
Sebagai orangtua harus bagaimana?

Setiap keluarga memiliki pandangan yang berbeda tentang pacaran, misalnya orangtua Mei mungkin memperbolehkan anaknya pacaran dengan sehat. Orangtua Ani bisa saja melarang, tetapi Ani sembunyi-sembunyi. Orangtua Fulan melarang, tetapi Fulan nekat. Saya melarang dengan alasan-alasan yang bisa diterima Najwa.

1. Orangtua menjadi sahabat

Banyak orang mengatakan, "Jadilah teman untuk anak!" menjadi teman saja tidak cukup. Kita harus bisa menjadi sahabatnya, anak akan nyaman bercerita apa saja, sama seperti dia curhat ke sahabatnya di sekolah. Misalnya ibunya Fulan, dia tidak perlu ngelabrak Fani. Kalau komunikasi ibunya Fulan dengan anaknya lancar, dia akan nasehati Fulan.

Pada dasarnya tahap pra-remaja, anak-anak masih merindukan batasan dan bimbingan dari orangtua untuk membuat pilihan yang baik.

2. Jalan dengan anak

Banyak anak pra-remaja yang malu jika jalan dengan orangtuanya, dia lebih memilih jalan, nge-mall, nongkrong dengan teman-temannya. Kita bisa melakukan itu semua dengan anak, tetapi, tidak secara tiba-tiba. Jalan, makan di kafe dengan anak harus dibiasakan sejak kecil. 

Namun, untuk waktu-waktu tertentu, izinkan anak jalan dengan teman-temannya. Biasanya, saya akan mengizinkan jika liburan sekolah, itu pun saya mengenal semua teman-temannya. Jika main di rumah temannya, saya tahu rumah, orangtua temannya. 

Baca juga : Empat prinsip penting orangtua menjadi pelatih anaknya

Kesimpulannya, pacaran pada usia pra-remaja, remaja, tergantung dari value keluarga, kalau value pacaran untuk menikah, jangan diizinkan pacaran. Masa pra-remaja itu sebentar, kita jangan lewatkan setiap tahap perkembangan anak. 

Salam bahagia.

***

Terinspirasi dari pra-remaja pacaran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun