Kecemasan akan terjadi pada setiap orang dengan level yang berbeda. Terkadang ada orang yang merasa cemas dengan hal-hal kecil, ada pula yang biasa saja. Orang yang biasa saja bukan berarti tidak cemas, tetapi dia mampu mengendalikan suasana hatinya.
Saya termasuk mudah terbawa suasana. Hal kecil mudah dipikirkan sehingga timbul kecemasan yang berlebih. Anak-anak terlambat pulang, langsung cemas. Kata jangan-jangan sering seliweran di kepala.
Jika kecemasan dibiarkan akan mengganggu kesehatan mental. Gangguan mental mulanya kita mengabaikan hal-hal kecil. Untuk mengatasi hal-hal remeh, saya berusaha berpikir positif.
Masa pandemi, membuat semua orang cemas. Saya sebagai ibu tentu mencemaskan keluarga. Sebagai anak mencemaskan kesehatan ibu. Ketika Ibu terpapar Covid, kecemasan meningkat, apalagi dengan usianya yang sudah sepuh, imun tubuh berkurang.
Untuk mengurangi kecemasan saya menjaga Ibu walaupun setiap hari hanya melihat dari monitor dan kaca pembatas. Sesekali meminta perawat menyambungkan telepon ke telinga Ibu. Dengan anggukan kepala, saya tahu Ibu sadar.
Berada di ruang tunggu pasien ICU memang menjenuhkan. Setiap saat jantung akan berdetak lebih kencang tatkala perawat memanggil melalui sepiker.
Untuk mengurangi kecemasan selama berada di ruang tunggu ICU, saya melakukan beberapa hal :
1. Selalu berdoa
Melaksanakan ibadah wajib tentu jangan ditinggalkan walaupun kondisi kita sakit, cemas, sedih. Dengan banyak berdoa akan mengurangi kecemasan, meningkatkan kesabaran. Manusia hanya berikhtiar sesuai kemampuan.Â
Jika terjadi sesuatu yang buruk, itu hanya opini manusia. Tuhan tahu mana yang terbaik bagi umat-Nya.
2. Menulis
Kecemasan adalah situasi diri yang tidak nyaman. Saya membutuhkan sarana untuk mengalihkan bahkan menghilangkannya. Salah satu sarananya adalah menulis. Dengan menulis saya memerangi emosi dan itu sangat sulit.
Namun, namanya berperang, harus ada perjuangan, "Start writing by invoking your higher self", ujar Stephen Parato, mengutip dari ruang menulis Pak Cah.Â
Memulai menulis dari hal yang dirasakan. Tulisan itu sifatnya pribadi, tidak untuk dipublikasikan karena tulisan pada saat emosi tidak baik jika dibaca semua orang.
3. Meditasi
Saat mengalami kecemasan, mungkin sangat sulit untuk olahraga berat. Meditasi adalah olahraga pikiran yang cocok.Â
Sebelum tidur atau pagi hari, saya melakukan meditasi dalam hening. Menarik napas pelan melalui hidung, keluarkan pelan dari mulut. Tangkap, kumpulkan perasaan negatif, lalu lepaskan, buang jauh-jauh.
4. Pertahankan Penggunaan Media Sosial Seminimal Mungkin
Media sosial sangat berpengaruh terhadap emosi. Terlalu sering menggunakan media sosial bisa menjadi tidak sehat bagi siapa pun.
Saya pernah merasa tidak nyaman, ketika tidak mendapat tanggapan baik dari seseorang, sementara orang lain mendapatkannya. Membandingkan dengan orang lain, itu sebenarnya sumber dari cemas.Â
Ketika merasa tidak nyaman, saya mengalihkan pikiran, mungkin dia tidak membaca postingan saya. Dalam Islam istilahnya husnuzan, artinya berpikir positif.
Mengurangi bukan berarti harus menonaktifkan setiap platform media sosial, tetapi mengatur interaksi di media sosial dan saklek untuk mematuhinya.
Dengan melakukan hal-hal positif selama di ruang tunggu ICU secara tidak sadar saya mempersiapkan diri menghadapi hal-hal buruk, yakni Ibu meninggal dunia. Di sini
Cara mengatasi kecemasan setiap orang akan berbeda. Misalnya Suami, ketika merasa cemas, dia akan bercerita.Â
Saya pun tidak akan memberi solusi untuk menulis karena dia tidak suka. Mungkin akan memberi solusi untuk jalan-jalan bersama anak-anak atau memperbanyak berdoa.
Salam sehat, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H