Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perhatikan 3 Etika Menghadapi Orangtua yang Sedang Marah!

1 Juli 2021   16:53 Diperbarui: 3 Juli 2021   16:38 1169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang tua yang sedang marah. (sumber: Shutterstock via kompas.com)

Sahabatku yang berbahagia,

Kita tentu sudah mengetahui perihal tanggapan Presiden Jokowi terhadap celotehan mahasiswa. Aku memperhatikan wajah Pak Jokowi dari sisi lain, yakni wajah seorang bapak. Bapak yang menyebabkan anak-anak lahir ke muka bumi. Aku juga menggarisbawahi kata tata krama atau etika.

Ada kisah yang pernah terjadi di keluargaku. Ketika liburan, aku pulang kampung begitu juga dengan saudara-saudaraku. Selama satu pekan kami menikmati liburan di rumah orang tua. Tiba saatnya aku kembali ke Madiun. Bapak bertanya kepada salah satu saudaraku, 

"Kapan suamimu jemput? Kakakmu sudah mau pulang." Adik marah, tidak terima dengan pertanyaan itu karena menurutnya Bapak mengusirnya.

Aku memosisikan sebagai orang tua, sangat wajar jika Bapak bertanya. Anak  perempuan yang sudah menikah tidak sepatutnya berada di rumah orang tua terlalu lama, apalagi menantunya tidak ikut.

Saudaraku menyampaikan berbagai argument seperti dia sedang berdebat di forum mahasiswanya dulu.

"Iya, kamu mah kuliah, Bapak gak kuliah, jadi teu paham masalah itu," ujar Bapak. Matanya masih memancarkan kekesalan dengan reaksi anaknya yang sewot saat ditanya.

Setinggi apapun anak sekolah janganlah membantah, terlebih membentak kepada orang tua. Aku juga sebetulnya pernah membantah, tetapi dengan cara dan gaya yang berbeda. Mungkin aku sering bentak  adik-adik, nadanya keras jika marah. 

Namun, kepada orang tua, nada, volume, kata-kata harus dibedakan. Kata Pak Jokowi "Tata krama".

Tata krama di sini bukan seperti pada zaman kerajaan yang harus sendiko dawuh sambil jongkok. Perhatikan tata krama berbicara kepada yang lebih tua. 

Membantah karena belum mengalami jadi orang tua, tidak tahu tugas berat menjadi ayah. Coba deh kalau dipasrahi sekarang menjadi orang tua, menjadi pemimpin, apakah akan sanggup dan berhasil? Kita berhasil, itu karena keberhasilan orang tua, keberhasilan pemimpin.

Berikut tata krama kepada orang tua versiku :

1. Dengarkan

ilustrasi orangtua sedang marah/foto diambil dari IDN Times/dramabeans.com
ilustrasi orangtua sedang marah/foto diambil dari IDN Times/dramabeans.com
Ketika orang tua berkata, dengarkan dulu, apa maksudnya. Jika tidak puas, tetap dengarkan. Jangan memotong pembicaraan orang tua.  

Ada waktu yang tepat untuk berbicara, itu pun sampaikan dengan nada biasa, walaupun sebenarnya tidak sepaham. Pembicaraan yang normal dalam kasus adik akan seperti ini :

"Suamimu kapan menjemput?"

"Tidak tahu belum tanya, Pak."

"Sudah tujuh hari, apakah ada masalah atau memang lagi sibuk suamimu, jika sibuk biar diantar pulang sama Bapak, kasihan anak-anak,"

Jangan marah, diantar pulang bukan berarti mengusir. Kewajiban orang tua adalah mengembalikan putrinya kepada suaminya.

Saya rasa jika diam, tidak akan ada pertengkaran.

2.  Tekan Ego

Ego adalah sebuah identitas yang dibangun oleh diri kita sendiri. Ketika ada masalah ego akan fokus kepada kebenaran diri sendiri, orang lain salah. 

Namun, ketika bermasalah dengan ayah ibu, turunkan ego. Marah kepada mereka tentu ada sebab. Penyebab emosi anak kepada orang tua berbeda-beda. 

Mungkin kecewa merasa dibedakan dengan saudara yang lain atau pernah dimarahi. Tidak ada yang tahu kalau anak tidak mengatakannya.

Namun, ingat setiap masalah ada penyelesaian. Jika tidak bisa menekan ego, selamanya akan bermasalah. Jangan menyalahkan orangtua, tetapi fokuslah bagaimana menyelesaikan masalah.

3. Hentikan Perdebatan

Berdebat dengan orangtua akan menimbulkan sesak napas. Salah atau benar, hentikan perdebatan. Ayah atau ibu mempertahankan pendapat tentu ada alasan, kita juga berpendapat memiliki alasan. 

Ketika tidak ada solusi, sebagai anak memang seharusnya mengalah. Mengalah bukan berarti kalah. Jika kita mengharap kebaikan, perbaiki dulu diri kita, perbaiki tata krama kita kepada orang tua.

Jika merasa orang tua gagal mendidik kita, maafkan. Tidak ada orang tua yang salah mendidik. Sudah sepatutnya kita hormat kepada mereka, tidak peduli anak itu bergelar apa, nilai IPK berapa, tata krama harus.

Semoga bermanfaat, setiap peristiwa adalah pelajaran.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun