Saya mengenal pelajaran Pancasila bukan dengan nama P4, Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau Eka Prasetya Pancakarsa. Era 70-80 nama itu masih PMP Pendidikan Moral Pancasila.
Apakah ada yang berbeda dengan  P4 dan PMP? Saya rasa tidak. Keduanya mengenalkan siswa kepada pendidikan Pancasila. Bagaimana kita berjiwa Pancasila, di mana Pancasila adalah sebagai ideologi bangsa Indonesia.
Saya ajak Anda menyimak kisah tanggal 1 Juni bertepatan dengan Hari Lahir Pancasila. Ini sebagai contoh, saat warga lain memperingati Hari Pancasila. Dua orang pemuda berekalahi di bawah bendera yang berkibar di depan rumahnya.
Sore itu, saya sedang asyik membuat naskah. Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari arah luar.
"Wes, Mas! Ojo, Mas! Sabar." Artinya kurang lebih begini, "Sudah, Mas! jangan, Mas! sabar."
Spontan saya keluar rumah untuk memastikan apa yang terjadi.
Seorang pemuda akan memukul kakak kandungnya, ibunya berusaha melerai, sang adik bungsu yang sudah remaja berusaha menghalang perkelahian itu. Tetangga, tentunya emak-emak berhamburan mendekati tempat kejadian. Apa yang bisa dilakukan seorang emak-emak selain berteriak kalimat yang sama.
Hingga terdengar suara orang jatuh. Saya sendiri tidak menyaksikan dari dekat, tetapi dari rumah sudah tampak ada perkelahian..
Saya akan menggaris bawahi tentang moral pemuda. Perkelahian antar saudara sudah dicontohkan sejak zaman manusia diciptakan yakni anak-anak Nabi Adam a.s. Tuhan mencontohkan putra-putra Nabi Adam supaya manusia berpikir akibat dari perseteruan.
Pemerintah pun sejak Indonesia merdeka sudah memikirkannya. Supaya warga Indonesia memiliki pegangan hidup bermoral dan bermartabat, dirumuskan tentang P4. Lantas perkelahian yang saya saksikan bisa dikatakan bermoral? Silakan jawab di kolom hati masing-masing.
Mengaitkan perkataan Direktur Pengkajian Materi BPIP Muhammad Sabri di laman bpip.go.id dengan kasus yang saya lihat. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) atau Eka Prasetya Pancakarsa perlu dihidupkan kembali di sekolah-sekolah.
Kami merindukan pelajaran PMP atau P4, karena siswa akan dibentuk menjadi manusia yang bertakwa dan bermoral tentunya bermartabat. Butir-butir Pancasila bukan saja dihafal lalu bisa masuk kelas. Namun, harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam keluarga.
Dikutip dari kompas.com, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, mengatakan, "Pancasila sampai hari ini menjadi dasar pemikiran dalam penyusunan kebijakan dan pengendali relasi sosial di masyarakat, sehingga kami menginginkan pendidikan Pancasila yang lebih dari sekedar hafalan butir-butir sila," kata Nadiem dalam rilis survei Indikator Politik Indonesia, Minggu (21/3/2021).
Saya masih ingat ketika masih SD, bagaimana guru mengajarkan sila-sila dalam Pancasila. Tepat pukul tujuh pagi. Anak-anak akan berbaris di depan kelas. Ketua kelas berdiri di depan pintu dan menanyai satu persatu sila dalam Pancasila.
Jika tidak bisa menjawab, akan kembali ke barisan belakang. Bukan itu saja, guru akan memberi contoh perbuatan-perbuatan yang termasuk ke dalam Pancasila. Begitu juga di soal-soal ulangan.
Yuk, kita simak bunyi Pancasila
- Ketuhanan Yang Maha Esa.Â
- Kemanusiaan yang adil dan beradab.
- Persatuan Indonesia.
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Saya beranggapan, jika setiap anak memahami arti dari setiap butir Pancasila, tidak ada keributan atau perkelahian. Tidak ada anak-anak yang dianiaya oleh orang dewasa. Tidak ada perpecahan.Â
Semoga bermanfaat.
Salam semangat,
Sri Rohmatiah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H