Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Bangunan Masjid Kuno di Dusun Sodorejo, Madiun

27 Mei 2021   17:29 Diperbarui: 1 Juni 2021   19:53 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum Pak H. Purwanto wafat tahun 2009, beliau berniat akan membangun teras depan bersama Pak Agus Yusuf. Akhirnya niat itu bisa terealisasikan oleh putranya Mas Anang Prasetyo.

Dari hasil infak masyarakat, pada tahun 2016 dibangun tempat parkir dan pemasangan keramik tempat wudhu yang dipimpin oleh Pak H. Isman, kakak ipar dari Pak H. Purwanto. Pengembangan masjid Al-Hidayah terus dilakukan oleh generasi selanjutnya.

Masjid Al-Hidayah mempunyai nilai yang tinggi bagi masyarakat Sidorejo. Selain berfungsi untuk salat, juga tempat mengadakan pengajian, perhelatan acara keagamaan, tempat istirahat para pendatang/tamu, pedagang kaki lima dan sales.

  • Arsitektur dan desain

Perkembangan Islam di tanah Jawa, khususnya Jawa Timur, Madiun, tidak lepas dari perjuangan Sultan Trenggono yaitu Pangeran Jaka Tingkir.

Bukti sejarah menjelaskan bahwa pada abad ke-16 putra dari Jaka Tingkir, Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno diutus Sunan Bonang untuk menyebarkan Islam. Dalam perjalanannya, Ki Ageng Ronggo yang memiliki julukan Pangeran Timur mendirikan sebuah masjid di Kuncen dan disebut Masjid Nur Hidayatullah.

Bangunan masjid Kuno Kuncen masih kokoh hingga sekarang. Empat tiang utama dari kayu berukuran besar masih tampak kuat. Atap bangunannya berbentuk tumpang atau susun tiga, disebut atap tajug.

Bentuk atap tajug sering kita temui di beberapa daerah di Indonesia, seperti Jawa, Aceh, Ambon. Kendati ada perbedaan di tiap wilayah. Namun nuansa Hindu-Budha dan Islam tetap ada. Hal ini karena bentuk atap tajug muncul pada masa kerajaan Majapahit, yang mayoritas penduduknya beragama Hindu.

Tajug itu sendiri memiliki arti, atap berbentuk piramida atau limas bujur sangkar, yaitu dasar persegi empat sama sisi dan satu puncak. Atap tajug biasanya digunakan untuk bangunan suci di Asia Tenggara termasuk Indonesia, seperti masjid atau cungkup makam. (Wikipedia)

Bagian puncak atau tajug tertinggi semakin kecil dan dihiasi sebuah tombak berornamen. Tiga susun tajug dipercaya sebagai simbol Aqidah Islamiyah yakni Iman, Islam dan Ihsan.

Pada bagian depan dan samping. Masjid Al-hidayah Dusun Sidorejo memiliki serambi. Fungsi dari serambi itu sendiri sebagai tempat pertemuan jamaah, dakwah dan aktivitas sosial. Hal ini telah dicontohkan Rasulullah saw., di mana serambi masjid digunakan untuk musyawarah berbagai bidang, seperti, politik, ekonomi, pertahanan, agama dan lain sebagainya.

KH Masdar Farid Mas’udi, Rais Syuriyah PBNU mengatakan kepada nu.or.id, “Serambi adalah bentuk filosofi hablumminannas. Sedangkan tempat ibadah yang lainnya tidak ada serambinya, itu menandakan bahwa tempat ibadah tersebut hanya berfungsi sebagai hablumminallah atau hanya hubungan dengan Tuhan.”

Bangunan masjid pada dasarnya memiliki dua bagian. Bagian dalam khusus untuk melaksanakan ibadah manusia kepada Allah Swt., atau hablumninallah. Bagian serambi untuk melaksanakan ibadah sosial atau hablumminannas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun