Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu rumah tangga suka cerita, Petani, Pengusaha (semua lagi diusahakan)

People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Bangunan Masjid Kuno di Dusun Sodorejo, Madiun

27 Mei 2021   17:29 Diperbarui: 1 Juni 2021   19:53 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bangunan masjid kuno di dusun Sidorejo, Madiun/foto : Sri Rohmatiah

Masjid bagi umat Islam sangat penting karena selain menjadi simbol agama, juga sebagai tempat ibadah yang menduduki fungsi sentral. Baik ibadah langsung kepada Allah Swt. ataupun ibadah antara manusia dengan manusia atau ukhuwah Islamiyah.

Ukhuwah Islamiyah sudah diperintahkan Allah Swt. dalam surat Ali'Imran ayat 112, "Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas."

Kekuatan masjid bukan terletak pada fondasi dasar atau megahnya suatu bangunan, tetapi terletak kepada kekuatan iman manusia untuk memakmurkan. Semakin tinggi iman maka makin makmur masjid itu ataupun sebaliknya.

Untuk memakmurkan masjid ada sejarah yang bisa dijadikan inspirasi dan motivasi di masa depan. Berikut sejarah singkat masjid Al-Hidayah Dusun Sidorejo, Desa Sidomulyo, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Madiun

  • Sejarah Singkat Masjid Al-Hidayah

Masjid Al-Hidayah Dusun Sidorejo, Kabupaten Madiun, merupakan wujud perjuangan warga. Pada saat itu Islam sebagai agama yang mayoritas, tetapi tidak memiliki pusat ibadah atau pusat dakwah.

Sebuah dusun yang terletak tidak jauh dari kota dan memiliki jumlah penduduk padat, hanya memiliki satu musala kecil. Menggerakkan hati beberapa warga yaitu, Pak H. Purwanto, Pak  Moh. Toha, Pak Sumar, Pak Hadi Soegiman, Pak Samilan dan Pak Agus Yusuf untuk membeli tanah dan diwakafkan untuk masjid dusun.

Sebagai alternatif, ada tiga lahan kosong di tempat berbeda yang hendak dijual. Namun, satu lahan milik Mbah Sadi menjadi pilihan. Letaknya yang strategis, pinggir jalan utama dusun, menjadi alasan kenapa tanah itu akhirnya dibeli. 

Nama masjid Al-Hidayah tertera dalam sertifikat dengan harapan semua warga sekitar masjid mendapat hidayah untuk memakmurkan masjid.

Perjuangan enam tokoh agama di atas, belum selesai. Mereka harus membangun masjid di atas tanah ukuran 437,5 m2 dengan anggaran yang minim. Pembangunan pertama disetujui kepala desa dengan ukuran 5 x 5 m2, tetapi enam tokoh dusun menolak. Ukuran tersebut sangat kecil jika dipakai salat Hari Raya, terutama salat Jum'at.

Kepala Desa yang saat itu dipimpin oleh Bapak Jari memberi dana sebesar 30% dari anggaran yang diperkirakan panitia. Pada tahun 1990 M/1410 H pembangunan masjid dimulai dengan ukuran 12 x 12 m2. Panitia yang terdiri dari enam tokoh masyarakat kembali saling bahu membahu untuk membangun masjid. Penyelesaian bangunan membutuhkan waktu kurang lebih satu tahun, itu pun belum ada serambi.

Tahun 1994, Masjid Al-Hidayah diperluas. Bagian serambi kiri dan kanan dimulai dengan bantuan beberapa donatur dan infak warga yang dikumpulkan selama dua tahun.

Dari tahun ke tahun, masjid Al-Hidayah semakin makmur, sehingga pada tahun 1998 diperluas kembali yang meliputi serambi depan dan keramik. Takmir masjid pun mengalami perubahan karena ada beberapa yang telah wafat, di antaranya,  Pak Moh. Toha, Pak Hadi Soegiman, Pak H. Purwanto.

Sebelum Pak H. Purwanto wafat tahun 2009, beliau berniat akan membangun teras depan bersama Pak Agus Yusuf. Akhirnya niat itu bisa terealisasikan oleh putranya Mas Anang Prasetyo.

Dari hasil infak masyarakat, pada tahun 2016 dibangun tempat parkir dan pemasangan keramik tempat wudhu yang dipimpin oleh Pak H. Isman, kakak ipar dari Pak H. Purwanto. Pengembangan masjid Al-Hidayah terus dilakukan oleh generasi selanjutnya.

Masjid Al-Hidayah mempunyai nilai yang tinggi bagi masyarakat Sidorejo. Selain berfungsi untuk salat, juga tempat mengadakan pengajian, perhelatan acara keagamaan, tempat istirahat para pendatang/tamu, pedagang kaki lima dan sales.

  • Arsitektur dan desain

Perkembangan Islam di tanah Jawa, khususnya Jawa Timur, Madiun, tidak lepas dari perjuangan Sultan Trenggono yaitu Pangeran Jaka Tingkir.

Bukti sejarah menjelaskan bahwa pada abad ke-16 putra dari Jaka Tingkir, Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno diutus Sunan Bonang untuk menyebarkan Islam. Dalam perjalanannya, Ki Ageng Ronggo yang memiliki julukan Pangeran Timur mendirikan sebuah masjid di Kuncen dan disebut Masjid Nur Hidayatullah.

Bangunan masjid Kuno Kuncen masih kokoh hingga sekarang. Empat tiang utama dari kayu berukuran besar masih tampak kuat. Atap bangunannya berbentuk tumpang atau susun tiga, disebut atap tajug.

Bentuk atap tajug sering kita temui di beberapa daerah di Indonesia, seperti Jawa, Aceh, Ambon. Kendati ada perbedaan di tiap wilayah. Namun nuansa Hindu-Budha dan Islam tetap ada. Hal ini karena bentuk atap tajug muncul pada masa kerajaan Majapahit, yang mayoritas penduduknya beragama Hindu.

Tajug itu sendiri memiliki arti, atap berbentuk piramida atau limas bujur sangkar, yaitu dasar persegi empat sama sisi dan satu puncak. Atap tajug biasanya digunakan untuk bangunan suci di Asia Tenggara termasuk Indonesia, seperti masjid atau cungkup makam. (Wikipedia)

Bagian puncak atau tajug tertinggi semakin kecil dan dihiasi sebuah tombak berornamen. Tiga susun tajug dipercaya sebagai simbol Aqidah Islamiyah yakni Iman, Islam dan Ihsan.

Pada bagian depan dan samping. Masjid Al-hidayah Dusun Sidorejo memiliki serambi. Fungsi dari serambi itu sendiri sebagai tempat pertemuan jamaah, dakwah dan aktivitas sosial. Hal ini telah dicontohkan Rasulullah saw., di mana serambi masjid digunakan untuk musyawarah berbagai bidang, seperti, politik, ekonomi, pertahanan, agama dan lain sebagainya.

KH Masdar Farid Mas’udi, Rais Syuriyah PBNU mengatakan kepada nu.or.id, “Serambi adalah bentuk filosofi hablumminannas. Sedangkan tempat ibadah yang lainnya tidak ada serambinya, itu menandakan bahwa tempat ibadah tersebut hanya berfungsi sebagai hablumminallah atau hanya hubungan dengan Tuhan.”

Bangunan masjid pada dasarnya memiliki dua bagian. Bagian dalam khusus untuk melaksanakan ibadah manusia kepada Allah Swt., atau hablumninallah. Bagian serambi untuk melaksanakan ibadah sosial atau hablumminannas.

Hablumminallah dan hablumminannas warga Dusun Sidorejo semakin bagus, terbukti dengan semakin makmurnya masjid dan bertambahnya infak, zakat yang diterima panitia. Tahun 2021 telah membeli tanah dengan ukuran yang sama yakni 437,5m2. Rencananya tanah tersebut untuk pengembangan pendidikan Al-Qur'an.

Salam ukhuwah,

Sri Rohmatiah

Referensi :

Informasi secara lisan dari Agus Yusuf

http://kpib-iainta.blogspot.com/2018/12/normal-0-false-false-false-in-x-none-x_98.html www.tafsirq.com

https://www.nu.or.id/post/read/44756/fungsi-serambi-masjid-menurut-kh-masdar-farid

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun