Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tiga Ciri Persahabatan Kita Sehat

24 Mei 2021   10:21 Diperbarui: 24 Mei 2021   11:08 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sahabatku yang berbahagia,

Sahabat, kita semua tentu memiliki yang namanya sahabat. Sahabat waktu kecil, sekolah, dan sekarang. Sekarang bahkan ada trend sahabat online. Seperti apakah sahabat online? Kalau dulu yang namanya sahabat adalah seseorang yang saling mengenal secara langsung. Sering bertemu dan curhat dari hati ke hati empat mata.

Setelah pandemi, semua berubah nama dan cara bersosial. Keadaan telah memaksa seseorang untuk menjaga jarak fisik, kenalan dan kehilangan kesempatan untuk bertemu. Walaupun begitu, kita masih bisa bersosial secara online. Dan itu tidak mengurangi manfaat.

Menurut Paula Durlofsky, PhD, seorang psikolog klinis yang berbasis di Bryn Mawr, Pa., dan penulis buku mengatakan pada Bustle, "Hubungan sosial menambah makna dalam hidup kita dan mengurangi risiko depresi, kecemasan, gangguan zat, kesepian, dan harga diri yang rendah."

Apa yang dikatakan Paula, dapat saya rasakan, melalui obrolan di whatApps grup, akhirnya kenal emak-emak, salah satunya Mak Ruri.

Saya akan bercerita tentang Mak Ruri. Nama aslinya Khuiriyatul Ainiyah, penulis buku "Fandzuri Aina Anti" Meraih Surga di Rumah Sendiri. Tinggal di Tuban, Jawa Timur, sehingga kami sering berkomunikasi dengan bahasa Jawa jika pesan pribadi atau telepon. Terkadang di grup juga suka keceplosan Jawanya.

Seperti yang disebutkan tadi, pandemi menghalangi kita untuk bertemu, tetapi tidak bagi Mak Ruri. Kemarin dia beserta tiga putrinya, empat temannya datang ke rumah.

Berbekal alamat dan saling kontak, akhirnya saya jemput mereka di rengrood Madiun. Tidak jauh dari rumah hanya 600 m. Cuma karena suami sudah berangkat ke masjid untuk salat berjamaah, agak bingung juga mau jemput pakai apa. Sepeda yang selama puasa parkir saja di gudang, saya naiki.

Ohhh ... bannya gembos

Untungnya, ketika melewati masjid ada ponakan baru selesai salat Jum'at.

Sorry deh, lama menunggu.

Bahagia, terharu, rasanya ingin nangis, tetapi, jangan menitikkan air mata. Kami berdua sudah mengalami duka yang dalam sebelumnya. Duka seperti apa?

Dokumen pribadi bersama keluarga Mak Ruri di rumah pribadi
Dokumen pribadi bersama keluarga Mak Ruri di rumah pribadi
Beberapa bulan yang lalu suami Mak Ruri kecelakaan hingga meninggal. Saya berusaha menguatkannya lewat pesan singkat, doa. Dari teman-teman lain juga memberi dukungan dengan doa dan sedikit dana belasungkawa.

Beberapa pekan yang lalu, Ibu saya juga meninggal karena divonis Covid-19. Semua teman di kelas menulis berusaha mencari pendonor plasma dengan posting di status masing-masing. Setiap PMI saya hubungi, semua mengatakan waiting list. Hingga pada akhirnya saya mendapat dua plasma dari PMI Cirebon. Namun, Ibu meninggal menjelang lebaran. 

Sesaat setelah mendapat kabar duka, Mak Ruri telepon. Sebelumnya dia sudah kirim pesan,

"Apa yang membuatmu ora ikhlas, Mak Sri, daripada melihat Ibu menderita dengan semua peralatan rumah sakit, Ikhlaskan, Allah lebih sayang Ibu." Setelah itu saya membaca Al-Quran Surat Yassin. Begitu selesai, perawat meminta untuk membimbing Ibu membaca Tahlil, hingga nafasnya yang terakhir.

Selain saya mendapat dukungan doa dari sahabat kelas menulis, Mak Ruri dan teman-teman EPK memberi beberapa bingkisan sebagai tanda turut berduka. Masya Allah ... walaupun berteman secara online, kami saling peduli.

Baiklah dari kisah saya dengan Mak Ruri bisa diambil kesimpulan ciri-ciri persahabatan yang sehat, Insya Allah hingga surga.

Pertama, ada timbal balik atau kesetaraan

Timbal balik di sini bukan masalah pemberian materi atau wujud nyata yang sama, tetapi ada perlakuan "saling." Saling juga tidak harus sama, contohnya dia memberi coklat, bukan berarti saya memberi coklat juga. Saling adalah saling mengerti, saling memahami, saling suport dalam kebaikan, saling mengingatkan jika salah.

Kita bisa memahami apa kata sosiolog dan penulis, Dr. Jan Yager di laman Bustel, "Persahabatan yang sehat memiliki timbal balik." Namun, "Itu tidak berarti bahwa ada sesuatu yang konkret dan spesifik tentang 'Anda melakukan ini dan saya melakukan ini kembali' tetapi kedua sahabat ini merasa bahwa semuanya sama."

Kedua, tidak cemburu

Pernahkah kita cemburu atas keberhasilan sahabat? Ups, hati-hati, ayoo luruskan niat. Sahabat yang baik akan bahagia jika mendengar kita sukses. Jangan berpikir negatif juga jika teman membagikan kebahagian atau keberhasilan.

Contohnya, ketika saya membagikan kebahagian karena dapat reward dari kompasiana, dia akan senang dan mengucapkan selamat, sukses selalu. Begitu juga saya, ketika Mak Ruri membagikan keberhasilannya. Saya akan mendukung dan mengucapkan selamat, turut bahagia.

Berbeda lagi jika teman cemburu, dia bisa jadi mengatakan kita pamer, sombong atau yang lain. Nah itu tanda-tanda hubungan yang tidak sehat. Semoga kita dijauhkan dari hal tersebut.

Ketiga, menjaga rahasia

Sahabat adalah tempat curhat, semua kesedihan, bahagia diceritakan. Berbahagialah karena dia percaya kepada kita. Sebaliknya kita juga harus bisa menjaga rahasianya.

Namun, ketika sahabat melakukan kesalahan dengan berbagi kembali kisah buruk kepada yang lain, itu hubungan sudah tidak sehat. Apalagi jika sahabat melakukannya lebih dari satu kali, katakan saja kalau itu menyakitkan dan pikirkan jika lanjut bersahabat.

Semoga persahabatan membawa keberkahan, Aamiin.

Mungkin teman-teman mau melanjutkan ciri-ciri bersahabat yang sehat itu seperti apa. Bisa tulis di kolom komentar. 

Salam sehat,  Sri Rohmatiah

https://www.realsimple.com

https:/www.bustle

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun