Sahabatku yang berbahagia,
Sahabat, kita semua tentu memiliki yang namanya sahabat. Sahabat waktu kecil, sekolah, dan sekarang. Sekarang bahkan ada trend sahabat online. Seperti apakah sahabat online? Kalau dulu yang namanya sahabat adalah seseorang yang saling mengenal secara langsung. Sering bertemu dan curhat dari hati ke hati empat mata.
Setelah pandemi, semua berubah nama dan cara bersosial. Keadaan telah memaksa seseorang untuk menjaga jarak fisik, kenalan dan kehilangan kesempatan untuk bertemu. Walaupun begitu, kita masih bisa bersosial secara online. Dan itu tidak mengurangi manfaat.
Menurut Paula Durlofsky, PhD, seorang psikolog klinis yang berbasis di Bryn Mawr, Pa., dan penulis buku mengatakan pada Bustle, "Hubungan sosial menambah makna dalam hidup kita dan mengurangi risiko depresi, kecemasan, gangguan zat, kesepian, dan harga diri yang rendah."
Apa yang dikatakan Paula, dapat saya rasakan, melalui obrolan di whatApps grup, akhirnya kenal emak-emak, salah satunya Mak Ruri.
Saya akan bercerita tentang Mak Ruri. Nama aslinya Khuiriyatul Ainiyah, penulis buku "Fandzuri Aina Anti"Â Meraih Surga di Rumah Sendiri. Tinggal di Tuban, Jawa Timur, sehingga kami sering berkomunikasi dengan bahasa Jawa jika pesan pribadi atau telepon. Terkadang di grup juga suka keceplosan Jawanya.
Seperti yang disebutkan tadi, pandemi menghalangi kita untuk bertemu, tetapi tidak bagi Mak Ruri. Kemarin dia beserta tiga putrinya, empat temannya datang ke rumah.
Berbekal alamat dan saling kontak, akhirnya saya jemput mereka di rengrood Madiun. Tidak jauh dari rumah hanya 600 m. Cuma karena suami sudah berangkat ke masjid untuk salat berjamaah, agak bingung juga mau jemput pakai apa. Sepeda yang selama puasa parkir saja di gudang, saya naiki.
Ohhh ... bannya gembos
Untungnya, ketika melewati masjid ada ponakan baru selesai salat Jum'at.
Sorry deh, lama menunggu.
Bahagia, terharu, rasanya ingin nangis, tetapi, jangan menitikkan air mata. Kami berdua sudah mengalami duka yang dalam sebelumnya. Duka seperti apa?