Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani, Ibu dari 1 putri, 1 putra

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Nostalgia Suasana Ramadan Antri Tanda Tangan

19 April 2021   21:34 Diperbarui: 19 April 2021   21:54 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar dari www.idntimes.com (suasana selesai Tarawih)

Ramadan masa kecil banyak kenangan manis bersama Bapak dan Mimi.  Bapak paling antusias meramaikan masjid dan menyambut Ramadan. Warga desa dan anak-anak di masjid disemangati untuk ikut serta. Mimi, begitu saya mamanggil ibu, dia selalu kebagian menyiapkan tetek bengek yang diperlukan anak-anaknya. 

Seperti yang ditulis Muhammad Syaifudin Hakim di situs muslim.or.id, Allah Swt., berfirman,

"Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. At-Taubah [9]: 18).

Suasana Ramadan tempo dulu yang masih saya ingat yakni;

  • Nabeh Bedug

Satu hari sebelumnya di masjid atau mushala, warga termasuk anak-anak sibuk mencuci perlengkapan ibadah. Bapak sebagai takmir masjid paling sibuk atur sana, atur sini. Sementara anak-anak ada yang menyapu, mengepel, mencuci tikar.

Sore hari, ba'da salat Asar, warga menunggu suara bedug. Jika terdengar bedug itu pertanda nanti malam ada salat tarawih.

Sejak sore anak-anak sudah kumpul di bawah bedug, seolah-olah bedug ingin dimiliki.

  • Pesantren Kilat di Masjid Besar

Ramadan waktu kecil dulu, sekolah diliburkan. Tiap masjid mengadakan pesantren kilat. Bapak sering ditugaskan mengajar pesantren kilat di Masjid Besar yang ada di tengah kota. Saya lebih memilih pesantren kilat bersama Bapak di kota. Alasannya selain masjidnya besar, pelajarannya komplit, jika pulang bisa beli tajil.

Pernah suatu hari, Bapak tiba-tiba ada panggilan dari kantor untuk ngisi ceramah di radio. Hingga pelajaran selesai Bapak tidak datang juga. Inisiatif pulang sendiri dengan jalan kaki dari kota ke desa dengan jarak kurang lebih 6km.

Dulu jalan kaki sering dilakukan karena angkot hanya beroperasi sampai jam empat sore dan sangat jarang.

  • Tarawih Keliling dan Buras

Tarawih sering dikaitkan dengan buras. Buras itu terbuat dari beras dimasak setengah matang. Lalu dibungkus daun pisang dan diberi isi sambel oncom. Hampir mirip dengan arem-arem. Biasanya Ibu mengirim buras ke masjid dengan gandengan raginang atau kerupuk beras.

Selesai salat terawih semua jamaah mendapatkannya. Terkadang kami saling bercanda kalau salat Tarawih hanya mengejar buras.

Selain di masjid dekat rumah, saya sering ikut Bapak tarawih keliling ke masjid-masjid lain. Bukan hunting buras lagi, ikut Bapak, yang didapat lebih dari buras, melainkan jajanan lain yang lebih enak.

  • Kuliah Subuh

Selesai sahur, kami biasanya sudah janjian sewaktu tarawih untuk salat Subuh berjamaah dilanjutkan kuliah Subuh. Kali ini bukan antri buras, melainkan antri tanda tangan Bapak sebagai pengisi kuliah subuh.

Lagi-lagi anak kecil bukan tanda tangan saja yang cari. Selesai mendapat tanda tangan akan jalan-jalan keliling desa hingga matahari terbit.

  • Sahur Keliling

Sahur keliling yang paling ramai. Para remaja akan keliling desa membangunkan warga dengan tabuhan musik. Bukan alat musik modern, melainkan seadanya perlengkapan dapur dan bambu sejenis calung.

"Anak kecil, lihat dari depan rumah saja, jangan ikut keliling!" ujar Mimi.

Terkadang Mimi menyiapkan makan sahur untuk warga yang sahur keliling.  Saya berpikir enak ya kalau sahur keliling dapat makanan dari warga.

  • Lomba Hapalan Al-Qur'an, Kaligrafi

Lomba-lomba saat Ramadan, ide Bapak. Hadiahnya pun Bapak yang siapkan ada juga donatur. Tidak mahal atau mewah. Buku, pensil, penghapus, hadiah yang disiapkan. Tujuannya memotivasi anak-anak di desa rajin ibadah.

Lain dulu lain sekarang. Sekarang masa pandemi, anak-anak seperti kehilangan momen-momen yang dulu pernah dinikmati saya. Anak-anak sekarang menyambut Ramadan dengan virtual. Semoga walaupun semua serba online, tidak ketinggalan momen sebenarnya dari Ramadan yakni beribadah.

Selamat menunaikan ibadah puasa.

Salam

Bahan bacaan :

https://muslim.or.id/35249-memakmurkan-masjid-allah.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun