"Pagi-pagi sudah habis, memang buka lapak jam berapa, Mas?"
"Jam 4 pagi, Bu," jawabnya singkat.
Ternyata jam 4 pagi dia bersama saudaranya sudah menata gerobak di pinggir jalan, persis samping SMAN 6, depannya SMPN 4 dan SMAN 5 Madiun. Tempat yang sangat strategis, apalagi jika anak-anak sekolah masuk. Soto dengan ukuran mini sangat tepat untuk sarapan atau makan siang anak sekolahan.
Menurutnya, jika lagi sepi jam 12 siang baru habis, tetapi, karena ini hari Minggu jam 8 pagi nasi sudah ludes, gorengan pun bersih.
"Masak nasi lagi saja, Mas!" kataku sambil membetulkan sepatu.
"Kasihan Ibu saya kalau harus masak lagi, Bu," jawabnya sembari kipas-kipas badannya dengan sobekan kerdus aqua.
Lagi-lagi aku kaget, ternyata ada sosok seorang ibu yang membantu memasak. Aku jadi teringat ketika lulus sekolah dan bekerja di salah satu SMA Negeri, aku membawa jajanan ke kantor untuk dititipkan di kantin. Jam 02.00 Ibuku bangun dan memulai membuat makanan. Bukan tanpa alasan aku berjualan, gajiku sebagai tenaga honor tidak besar.
"Jangan menyepelekan hal-hal yang remeh, gaji sedikit, penghasilan sedikit yang penting berkah!" pesan Ibu ketika aku mengeluh dengan gaji yang sedikit.
Berkat doa-doa dan dukungan Ibu, aku menjadi seperti sekarang ini.
Aku juga berharap dengan hanya soto sewu menjadi keberkahan bagi penjual atau pembelinya.