Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita Rakyat Dewi Sri Mengandung Filosofi Hidup, "Semakin Berisi, Semakin Merunduk"

10 Januari 2021   16:31 Diperbarui: 10 Januari 2021   16:32 6378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dokumen pribadi

Di zaman modern seperti ini, menyampaikan pesan, baik berupa fiksi atau nonfiksi, cukup dengan menulis di media sosial atau buku. Berbeda dengan pada masa dahulu. Pesan disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut. Kita mengenalnya sebagai cerita rakyat. Cerita rakyat bisa berupa dongeng atau kisah nyata dari daerah tertentu.

Karena secara lisan dan turun temurun, cerita rakyat tidak diketahui sumbernya. Tidak ada referensi atau bahan bacaan yang bisa dijadikan pedoman. Kadang cerita dari daerah satu dengan daerah lain berbeda. Namun, di dalam cerita tersebut pesan moral bagi anak cucu kita tetap sama. Pesan kebaikan yang harus ditanamkan sejak kecil, pesan menghindari keburukan karena itu larangan Tuhan.

Misalnya cerita asal mula padi, untuk versi Sumatera, padi berasal dari pengorbanan seorang anak laki-laki bernama Si Beru Dayang. Sementara di Jawa Barat padi berasal dari pengorbanan Dewi Sri Pohaci.

"Indonesia kaya akan keragaman budaya dan tradisi, keragaman tersebut semata-mata supaya kita saling mencintai"

Kita tentu masih ingat nama Sri sering berkaitan erat dengan padi, seperti namaku "Sri". Orang tua memberi nama Sri semata-mata supaya hidupnya penuh keberkahan. Dari nama Sri tengok perjalanan panjang Dewi Sri Pohaci yang mendapat tugas dari Sultan Ibu untuk memberi cihaya kepada negeri Buana Panca Tengah. 

Sebelum melakukan perjalanan bersama Prabu Guruminda, Dewi Sri meminta restu kepada Sultan Ibu. Sementara Eyang Prabu Gurunda melakukan doa atau semedi memohon kepada Sang Maha Pencipta supaya selamat dalam perjalanan. Hal ini mengajarkan kita untuk bersikap santun kepada orang lebih tua dengan meminta izin ketika akan keluar rumah.

Prabu Guruminda memberi contoh ketika akan bepergian, dahulukan berdoa memohon kepada Tuhan. Sebagai umat Islam, sudah diajarkan cara-cara beribadah dan berdoa. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi selama perjalanan, hanya Tuhan yang dapat menjaga dan melindungi kita.

Misi Dewi Sri bersama Prabu Guruminta tidak berjalan mulus, di tengah perjalanan ada halangan yang tanpa disengaja. Dewi Sri yang sudah berubah wujud menjadi sebutir telur dan disimpan di Cupu Gilang Kencana terjatuh ke bumi.

Telur tersebut ditemukan oleh Dewa Anta kemudian disimpannya baik-baik. Setelah Beberapa hari telur tersebut pecah dan lahirlah bayi cantik tiada lain Dewi Sri Pohaci. Bayi cantik itu tumbuh besar dalam pengasuhan Dewa Anta.

Kecantikan Dewi Sri Pohaci tersebar ke berbagai wilayah, hingga banyak raja yang meminangnya, tetapi Dewi Sri selalu menolak, karena teringat akan tugas dari Sunan Ibu yang belum tuntas.

Dewi Sri memegang amanah yang belum terselesaikan, dia rela menolak semua lamaran para raja. Kita bisa mengambil pesan dari sikap Dewi Sri, bahwa, mengerjakan tugas dan memberi kemanfaatan dalam hidup lebih penting. Namun, untuk kita jangan pula mengabaikan pernikahan, karena pernikahan adalah ibadah.

Terus menerus memikirkan tugasnya akhirnya Dewi Sri Pohaci sakit. Tk lama kemudian atas kehendak yang Maha Kuasa, Dewi Sri Pohaci meninggal dunia.

Di atas pusaranya terjadi keanehan seperti amanatnya ketika hendak meninggal.


"Bila tiba saatnya nanti aku meninggal dunia dan bila kelak aku sudah dikuburkan, maka jangan heran jika terdapat suatu keanehan-keanehan pada pusaraku." 

Di atas pusara Dewi Sri tumbuh bermacam-macam tanaman, termasuk tumbuhan yang sangat aneh dan belum diketahui namanya pada saat itu. Pusara Dewi Sri dan tanaman disekitar pusara dirawat oleh seorang kakek nenek, hingga berbuah.

Karena ketekunan si kakek selama enam bulan, tanaman aneh tersebut lama kelamaan menjadi kuning dan berisi, sehingga buah yang setangkai itu merunduk karena beratnya.

Atas izin dari dari Hiang Dewanata, pohon itu ditebang dan butiran-butiran buah ditanam kembali oleh si kakek. Hingga tanpa terasa tanaman aneh tersebut tumbuh sangat banyak dan berbuah banyak pula. Si kakek sukar membaeri nama tanaman tersebut, akhirnya dipilihlah satu nama yakni Pare. Dalam bahasa Sunda, sikap sulit mengambil keputusan disebut "Paparelean".
Kisah kakek dan nenek yang tekun merawat tanaman di pusara. Ketekunannya dan kesabarannya, bisa membuahkan hasil. Tanaman itu hingga sekarang bermanfaat dan menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia.

Kita ingat kan filosofi padi? "Semakin berisi, semakin merunduk."

Filsafah ini sudah sering kita dengar sejak kecil, maksudnya adalah kita jangan sombong, wong kita hanya manusia biasa. Semoga bermanfaat.

Sumber ceritasato.blogspot.com/2018

10 Januari 2021

Sri Rohmatiah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun