Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani N dideso

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa Makna Bebet, Bibit, dan Bobot dalam Pernikahan?

14 November 2020   17:27 Diperbarui: 14 November 2020   17:31 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika seorang putri mengatakan niat untuk menikah dengan laki-laki yang dicintainya. Orang tua akan bertanya, "Apakah dia bekerja di mana?" Intinya tetap ada kekhawatiran, putrinya akan salah memilih. Bila diterjemahkan, cinta boleh-boleh saja tapi pernikahan tidak cukup dengan cinta, harus ada pertimbangan.

Pertimbangan itu hanya ingin memastikan kelak hidup purtinya bersama suami tidak mendapat masalah, bukan matrealistis tapi realistis. Kalau perlu memakai rumus nenek moyang, masa kecil dimanja, dewasa penuh berkah, mati masuk surga.

Menentukan pilihan menikah haruslah hati-hati, teliti, dan penuh pertimbangan. Pertimbangan di sini bukan masalah kecukupan harta saja, akan tetapi banyak hal yang harus dipertimbangkan.

Pertimbangan masalah kecukupan harta, boleh-boleh saja, namun jangan dijadikan sebuah tujuan pernikahan apalagi menjadi ambisi. Kalau sudah dijadikan ambisi dalam tujuan pernikahan, pernikahan akan berhenti di tengah jalan atau perjalanan pernikahan akan selalui di warnai kemelut yang tidak ada ujung.

Islam telah memberikan solusi untuk memilih wanita atau laki-laki yang akan dijadikan pasangan hidup.

1. Pilihlah orang yang taat kepada Agama

Ini adalah solusi terbaik dalam memilih pasangan. Namun untuk mendapatkan pasangan yang taat kepada Tuhan, kita hendaknya berada di zona yang aman. Suatu hal yang tidak mungkin, orang bertakwa berada di tempat yang tidak dimuliakan Allah Swt. Kemuliaan diberikan hanya kepada orang-orang yang bertakwa dalam kesehariannya.

Takwa di sini adalah orang yang menjaga diri dari adzab Allah Taala dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Orang yang bertakwa ketika dia mencintai kita, dia akan mencintai karena dasar ketaatannya kepada Tuhan. Ketika dia  dihadapkan pada persoalan rumah tangga, dia kan berpegang teguh pada ajaran agama dalam hal penyelesaian. Dia juga tidak akan menyakiti kita secara fisik karena dia tahu itu perbuatan yang amat buruk.

Orang bertakwa dia akan tahu bagaimana cara memaafkan sesama apalagi memaafkan pasangannya. Namun, walaupun pandai memaafkan sebagai pasangan, kita dilarang semena-mena berbuat kesalahan, menyakiti pasangan dengan disengaja.

2. Sekufu

"Yang benar saja, masa hendak menikah dengan laki-laki yang tidak setara?" teriak nenek saat itu.

"Maksudnya bagaimna, Nek?" tanya wanita muda penuh keheranan

"Kamu itu, cantik, berpendidikan, pekerjaan bagus, kita dari keluarga bedarah biru. Harusnya pilihlah laki-laki yang sederajat. Lihat bebet, bibit, bobot." Sang nenek menjelaskan panjang lebar.

Bebet, bibit, bobot. Ini adalah purwakanthi jenis guru swara yang sering dipakai untuk menasehati memilih jodoh. 

Bebet maksudnya adalah kesiapan seseorang dalam memberi nafkah, ini kebih ke faktor ekonomi apakah orag ini memiliki pekerjaan, penghasilan yang mapan. Atau mungkin apakah sudah memiliki rumah pribidi, penghasilan tinggi, kendaraan pribadi, lhoh ko jadi matrealistis? He.Bisa juga dikaitkan dengan watak pasangan, pergaulannya dengan lingkungan, teman

Bibit, maksudnya adalah silsilah keturunan. Apakah pasangan berasal dari keluarga baik-baik, beragama, berbudaya, berakhlah,

Bobot, meliputi kepribadian pasangan, apakah pasangan bertanggung jawab, cukup dewasa dan dapat diandalkan dalam hal rumah tangga. apakah pasangan orang yang cerdas, berpendidikan, ganteng, cantik, dan lain-lain.

Di dalam Islam semua itu terangkum dalam satu kriteria yakni sekufu. Sekufu secara bahasa adalah sebanding atau kesetaraan dalam hal sosial, kedudukan, nasab dan sebagainya. Hal ini kita belajar dari kisah Zaid bin Haritsah radhiyallahu 'anhu dan Zainab binti Jahsy radhiyallahu 'anha. Keduanya menikah atas dasar ketaatan kepada Allah Swt. Karena Zaenab berasal dari keluarga yang memiliki strata sosial tinggi dan kemuliaan, kekuasaan dan jabatan tinggi sedangkan Zaid adalah seorang budak yang diangkat anak oleh Rasullah Saw. Sehingga Zainab tidak bisa menghargai Zaid sebagai suaminya dan selalu menjauhinya. Pernikahan mereka pun tidak berlangsung lama. Jika kasus seperti ini terjadi pada sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apalagi kita?

Banyak contoh kehidupan rumah tangga di seputar kita mengalami hal serupa dengan kisah Zaid dan Zaenab. Pengalaman tersebut tidak ada salahnya dijadikan pelajaran bagi anak-anak remaja yang sedang dalam menentukan pilihan.

3. Menyenangkan jika dipandang

Tidak bisa dipungkiri, wajah cantik atau ganteng selalu menyenangkan dipandang mata, Namun kita juga harus menyadari bahwa keduanya relatif, bagaimana kita menilai. Kecantikan dan kegantengan terpancar dari hati yang bersih, perilaku yang menyenangkan.

Isteri Tsabit bin Qais mengajukan gugatan cerai (khulu) karena suaminya memiliki kekurangan dari sisi rupa dan fisik yang membuat hatinya berontak dan takut terjerumus dalam kekufuran sehingga ia datang kepada Rasulullah.

Tsabit bin Qais adalah laki-laki yang tidak aku cela akhlak dan agamanya, tetapi aku benci kekufuran dalammislam" Rasulullah saw bersabda  "apakah kamu bersedia mengembalikan kebunnya?" Ia menjawab. "Ya, bersedia." Rasulullah saw bersabda kepada Tsabit, "Terimalah kebunmu, dan ceraikan isterimu." (H.R Bukhari) dikutip dari buku Fakhruddin Nursyam, Lc. 108

Salah satu tujuan menikah adalah mendapatkan ketentraman. Ketentraman didapat jika pasangan kita memiliki paras yang rupawan, fisik yang menarik. Kita tidak bisa membayangkan jika rupa dari pasangan tidak sedap dipandang. Islam menganjurkan sebelum menentukan pilihan dan menetapkan pernikahan, hendaknya kedua pasangan saling melihat. Sehingga pasangan bisa mempertimbangkan untuk melanjut ke tahap belikutnya.

Kita ingat salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang hendak melamar seorang wanita Anshor. Beliau shallallahu alaihi wa sallam menyarankan untuk melihat wanita tersebut.

 "Sudahkah engkau melihatnya?" Sahabat tersebut berkata, "Belum." Beliau lalu bersabda, "Pergilah kepadanya dan lihatlah ia, sebab pada mata orang-orang Anshar terdapat sesuatu." (HR. Muslim)

4. Memiliki Kesuburan dalam Rahim

Ini hanya contoh dalam drama kehidupan. Ketika usia pernikahan sudah menjelang satu bulan, orang akan memperhatikan kondisi perut pengantin baru. Pertanyaan pun hampir sama "sudah isi belum?" sebetulnya pertanyaan yang cukup luas maknya. Kita bisa mengartikan apa saja, bisa sudah makan, isi minuman atau sejenisnya. Akan tetapi seperti sudah reflek, pengantin baru dan yang memberi jawaban, sudah tertuju pada kehamilan.

Pertanyaan semacam itu jika sering dilontarkan terlalu sering, akan membuat stress bagi pasangan yang belum kunjung hamil. Pertengakaran akan sering terjadi, sang istri menyalahkan suami karena tidak jago membuat istrinya hamil. Sang suami akan menuduh istri tidak subur rahimnya.

Oleh karena itu Rasulluhllah shallallahu alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih calon istri yang subur. Bagi seorang wanita pun memiliki hak untuk menentukan seoarang laki-laki yang sehat.

 "Nikahilah wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga dengan banyaknya ummatku." (HR. An Nasa'I, Abu Dawud. Dihasankan oleh Al Albani dalam Misykatul Mashabih). Namun ketika setelah menikah salah satu pasangan tidak memiliki kesuburan, hendaknya musyawarah dengan baik dan bijaksana. Banyak langkah-langkah yang baik untuk memiliki seorang anak.

Kelahiran anak dalam pernikahan akan mengikat hubungan suami istri. Kelahirannya pula yang akan meneruskan keturunan dan memperbanyak dan memperkuat kemuliaan jumlah kaum muslimin di muka bumi. Anak-anak yang lahir dari orang tua shaleh akan terbentuk generasi muslim yang tangguh dan mampu mendakwahkan Islam.

Semoga pernikahan kita penuh berkah. Aamiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun