Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang lahir karena suatu keputusan dan perencanaan. Ketika kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, Bahasa Indonesia pun resmi menjadi bahasa nasional dalam arti yang sesungguhnya. Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa pemerintahan dan administrasi yang digunakan di dalam situasi formal seperti pidato, penulisan serta bahasa di media massa resmi seperti televisi, radio, koran dan majalah serta buku-buku. Bahasa formal merupakan bahasa yang digunakan sebagai media komunikasi di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi serta acara-acara resmi lainnya. Naskah proklamasi kemerdekaan adalah dokumen resmi pemerintah pertama yang ditulis dalam Bahasa Indonesia.
Belajar Bahasa Indonesia sejak dini itu penting. Ini karena Bahasa Indonesia adalah bahasa yang sangat penting yang tidak bisa diabaikan. Ini juga memainkan peran penting dalam pendidikan, yang membantu anak-anak mengembangkan kemampuan mereka. Ejaan Bahasa Indonesia disempurnakan (EYD) menuntut penggunaan kaidah bahasa yang tepat agar dianggap bahasa yang baik. Menciptakan satu bahasa sangat penting untuk menciptakan komunikasi antar daerah di Indonesia. Orang-orang yang tinggal diberbagai wilayah negara menggunakan berbagai bahasa untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Sebagian besar pada mahasiswa juga masih menggunakan bahasa campuran seperti bahasa daerah dan Bahasa Indonesia dalam berkomunikasi sehari-hari. Bahasa Indonesia masih dianggap tidak baku karena banyak yang tidak memahami kata dan frasa bahasa Indonesia baku. Hal ini disebabkan kebiasaan menggunakan bahasa campuran dan kurangnya pemahaman terhadap kata baku Bahasa Indonesia. Kata baku dalam Bahasa Indonesia harus diajarkan dan diterapkan sejak dini pada masa kanak-kanak. Hal ini penting karena kemajuan teknologi dalam pendidikan (Husniyah, 2022).
Kata baku Bahasa Indonesia penting karena memberikan dasar untuk mempelajari kosa kata tambahan. Penggunaan kata-kata standar setiap hari membantu peserta didik memahaminya dengan lebih baik. Ini karena semakin banyak mereka digunakan, semakin banyak kosa kata mereka peroleh. Muncul masalah dalam memahami kata-kata yang berbeda karena kurang memahami kata-kata standar dan non-standar. Hal ini terjadi karena sebagian masih menggunakan bahasa sehari-hari tanpa memahami perbedaan kata baku dan tidak baku. Ini mengarah pada akibat mencampur kata-kata mereka ketika mempelajari kosa kata baru.
Semakin berkembangnya waktu, maka pemakaian Bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari mulai bergeser digantikan dengan pemakaian bahasa lain selain Bahasa Indonesia, seperti bahasa asing dan bahasa gaul lainnya. Masyarakat menganggap kalau tidak mengerti bahasa tersebut berarti masyarakat tersebut tidak kekinian. Bahasa-bahasa lain ini makin meraja di kalangan masyarakat bahkan tak jarang banyak orang berpendidikan pun menggunakan bahasa-bahasa lain ini, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan baik dalam waktu formal maupun non-formal mengakibatkan penggunaan Bahasa Indonesia menjadi tidak baik dan tidak benar.
Dalam Bahasa Indonesia, bahasa baku yang berpedoman pada PUEBI menempati posisi sebagai ragam H atau Tinggi (T). Sedangkan bahasa tidak baku dan bahasa daerah menempati posisi sebagai ragam L atau Rendah (R). Akan tetapi, dalam beberapa situasi tuturan, penggunaan kata ganti orang pertama yang sebelumnya digunakan secara formal kemudian bergeser menjadi situasi informal (misalnya: saya-aku dan anda-kamu) dikategorikan juga sebagai peristiwa diglosia. Hal ini disebabkan karena dalam tuturan seperti itu telah terjadi pergeseran situasi. Meskipun /saya-aku/ atau /anda-kamu/ merupakan kata baku yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, setiap kata tersebut menempati fungsi yang berbeda untuk membentuk situasi yang berbeda pula. Oleh karena itu jika pilihan kata tersebut digunakan secara bersamaan dalam satu situasi, maka dapat dikategorikan sebagai peristiwa diglosia.
a. /Anda-kamu/
Dalam proses belajar mengajar para mahasiswa berupaya menciptakan situasi seformal mungkin. Akan tetapi beberapa kali dalam proses diskusi dan tanya jawab, sering ditemukan penggunaan kata /anda/ dan /kamu/ ini digunakan dalam satu situasi. Misalnya seperti pada kalimat, "Baik. Saya akan coba menjawab pertanyaan Anda tadi. Sebenarnya kurang tepat jika kamu mengatakan bahwa latar belakang karya ilmiah itu harus bertele-tele dan panjang..."
Dalam kutipan kalimat tersebut, situasi formal telah diciptakan sedemikian rupa oleh tiap penutur. Akan tetapi, salah satu penutur melakukan pergeseran situasi dengan menggunakan pilihan kata yang berbeda fungsi, yakni kata /kamu/. Padahal, dalam komunikasi sebelumnya, penutur menggunakan kata /Anda/ untuk menyebut kata ganti orang kedua tunggal.
 b. /Saya-aku/
Hampir serupa dengan penggunaan kata /anda-kamu/ dalam pembahasan sebelumnya. Kata /saya/ dan /aku/ merupakan kata yang digunakan sebagai kata ganti orang pertama tunggal. Akan tetapi, kedua kata tersebut memiliki fungsi yang berbeda terutama untuk membentuk situasi tuturan. Pada komunikasi, kata /saya/ menempati posisi sebagai ragam T (bahasa baku), sedangkan kata /aku/ menempati posisi sebagai ragam R (bahasa tidak baku).
Namun, kedua ragam ini digunakan secara bersamaan oleh beberapa petutur dalam satu situasi. Seperti pada kalimat, "Lho, saya ga menyampaikan seperti itu. Aku malah bertanya kepada kamu, kepada pemateri apakah tolak ukur latar belakang yang jelas itu harus panjang, harus bertele-tele? Itu pertanyaan lho. Bukan pernyataan. Kamu harus bisa membedakan." Dalam kalimat kutipan tersebut, ditemukan pergeseran situasi diakibatkan penggunaan ragam bahasa T (bahasa baku) dan R (bahasa tidak baku) secara bersamaan, yakni kata /saya/ dan /aku/.
c. /Tidak-gak/enggak/
Penggunaan kata tidak baku dalam situasi formal ini ditujukan untuk menciptakan suasana pembelajaran yang rileks, tidak kaku dan menegangkan. Sehingga, tanpa disadari, seringkali kata-kata tidak baku ini muncul dalam situasi formal. Salah satu kata tidak baku yang sering digunakan dalam situasi formal ialah kata /gak/ atau /enggak/ sebagai padanan kata /tidak/, seperti dalam contoh kalimat,"Lho, saya ga menyampaikan seperti itu..." Dalam kutipan kalimat tersebut, ditemukan pergeseran situasi diakibatkan penggunaan ragam bahasa R (bahasa tidak baku) dalam situasi formal yang seharusnya menggunakan ragam bahasa T (bahasa baku).
Gejala bahasa yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan Bahasa Indonesia dianggap sebagai penyimpangan terhadap bahasa. Adapun kurangnya kesadaran untuk mencintai bahasa di negeri sendiri berdampak pada lunturnya pemakaian Bahasa Indonesia dalam pendidikan dan pengajaran ataupun dalam kehidupan sosial masyarakat. Apalagi dengan maraknya dunia kalangan artis menggunakan bahasa gaul di media massa dan elektronik, membuat remaja semakin sering menirukannya dalam kehidupan sehari-hari.Â
Penggunaan kata baku dalam pendidikan tidak hanya membantu dalam meningkatkan kualitas komunikasi, tetapi juga dalam memastikan keseragaman dan ketetapan dalam penggunaan bahasa. Ini penting untuk memastikan bahwa semua peserta didik memiliki akses yang sama terhadap bahasa yang tepat dan akurat, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam belajar dan berkomunikasi. Selain itu, penggunaan kata baku juga dapat membantu dalam meningkatkan profesionalisme dan kehormatan dalam konteks pendidikan, karena ini menunjukkan kesadaran terhadap standar bahasa yang tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H