Mohon tunggu...
Sri RetnoAnjani
Sri RetnoAnjani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Mengenai hobi bisa dikatakan juga rutinitas saya setiap hari yaitu olahraga aerobik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Penggunaan Bahasa Baku dalam Lingkungan Pendidikan: Mengatasi Problematika Bahasa Indonesia

11 April 2024   11:05 Diperbarui: 11 April 2024   11:13 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir serupa dengan penggunaan kata /anda-kamu/ dalam pembahasan sebelumnya. Kata /saya/ dan /aku/ merupakan kata yang digunakan sebagai kata ganti orang pertama tunggal. Akan tetapi, kedua kata tersebut memiliki fungsi yang berbeda terutama untuk membentuk situasi tuturan. Pada komunikasi, kata /saya/ menempati posisi sebagai ragam T (bahasa baku), sedangkan kata /aku/ menempati posisi sebagai ragam R (bahasa tidak baku).

Namun, kedua ragam ini digunakan secara bersamaan oleh beberapa petutur dalam satu situasi. Seperti pada kalimat, "Lho, saya ga menyampaikan seperti itu. Aku malah bertanya kepada kamu, kepada pemateri apakah tolak ukur latar belakang yang jelas itu harus panjang, harus bertele-tele? Itu pertanyaan lho. Bukan pernyataan. Kamu harus bisa membedakan." Dalam kalimat kutipan tersebut, ditemukan pergeseran situasi diakibatkan penggunaan ragam bahasa T (bahasa baku) dan R (bahasa tidak baku) secara bersamaan, yakni kata /saya/ dan /aku/.

c. /Tidak-gak/enggak/

Penggunaan kata tidak baku dalam situasi formal ini ditujukan untuk menciptakan suasana pembelajaran yang rileks, tidak kaku dan menegangkan. Sehingga, tanpa disadari, seringkali kata-kata tidak baku ini muncul dalam situasi formal. Salah satu kata tidak baku yang sering digunakan dalam situasi formal ialah kata /gak/ atau /enggak/ sebagai padanan kata /tidak/, seperti dalam contoh kalimat,"Lho, saya ga menyampaikan seperti itu..." Dalam kutipan kalimat tersebut, ditemukan pergeseran situasi diakibatkan penggunaan ragam bahasa R (bahasa tidak baku) dalam situasi formal yang seharusnya menggunakan ragam bahasa T (bahasa baku).

Gejala bahasa yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan Bahasa Indonesia dianggap sebagai penyimpangan terhadap bahasa. Adapun kurangnya kesadaran untuk mencintai bahasa di negeri sendiri berdampak pada lunturnya pemakaian Bahasa Indonesia dalam pendidikan dan pengajaran ataupun dalam kehidupan sosial masyarakat. Apalagi dengan maraknya dunia kalangan artis menggunakan bahasa gaul di media massa dan elektronik, membuat remaja semakin sering menirukannya dalam kehidupan sehari-hari. 

Penggunaan kata baku dalam pendidikan tidak hanya membantu dalam meningkatkan kualitas komunikasi, tetapi juga dalam memastikan keseragaman dan ketetapan dalam penggunaan bahasa. Ini penting untuk memastikan bahwa semua peserta didik memiliki akses yang sama terhadap bahasa yang tepat dan akurat, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam belajar dan berkomunikasi. Selain itu, penggunaan kata baku juga dapat membantu dalam meningkatkan profesionalisme dan kehormatan dalam konteks pendidikan, karena ini menunjukkan kesadaran terhadap standar bahasa yang tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun