SETIAP kali membayangkan tentang Ibu pasti akan membuat hati bergetar. Teringat kembali pelukan hangat yang di sertai nasihat lembut di kala hati gundah. Senyum ramah saat pergi ke sekolah, dongeng malam menjelang tidur.
Setidaknya begitulah yang dirasakan oleh banyak anak saat sedang mengenang tentang sosok ibu, tapi tidak denganku, tidak banyak memori indah yang kumiliki dengan ibu.
Ibuku memang sosok pekerja keras, apapun akan ia lakukan demi bisa membantu keluarga. Ayahku hanya seorang buruh, yang tak menentu penghasilannya. Jadi mau tidak mau Ibuku harus menjadi sosok yang serba bisa.
Harus bisa mengatur keuangan yang sebenarnya sering kurang untuk hidup sehari-hari, tentu saja itu bukan hal yang mudah. Karena hal itu juga yang membuatku tak banyak memiliki kenangan indah bersama Ibu. Sebab ibuku terlalu sibuk melakukan berbagai hal untuk sekedar bertahan hidup.
Aku kira dulu aku cukup mengerti dengan kondisi itu, aku fikir aku tak masalah dengan hal itu toh Ibu tetap ada bersamaku. Hingga pada suatu hari, Ibu pergi meninggalkan aku beserta adik dan juga ayahku.
Saat itulah aku sadar ternyata aku tidak baik-baik saja, aku ingin memiliki sosok Ibu seperti ibu pada umumnya. Ibu yang selalu mengantar anaknya saat hari pertama ke sekolah, ibu yang selalu memanggil "sayang" saat meminta bantuan kepada anaknya, dan masih banyak hal yang lainnya.
***
Kalau boleh jujur, saat pertama kali tahu ibu pergi dari rumah, aku tidak larut dalam kesedihan. Aku termasuk anak yang santai akan hal itu. Lagi pula sebelum pergi ibuku memang berkali-kali bilang
"kalau mama nanti pergi kerja yang jauh, kamu jagain adik-adik kamu kaya mama dulu jaga kamu ya"
Aku anggap itu sebagai kode bahwa ibuku akan pergi, ditambah keadaan rumah tangga orang tuaku memang tidak bisa dikatakan harmonis, selalu ada pertengkaran setiap harinya. Setidaknya dengan kepergian ibu aku tidak lagi  mendengar pertengkaran mereka.
Tapi ternyata aku keliru, tanpa sadar aku membenci ibuku. Aku diminta untuk menjaga adik-adikku sedangkan aku merasa selama ini tak pernah dijaga dengan baik olehnya. Ibu selalu sibuk dengan urusan bertahan hidup, seolah melupakan bahwa aku adalah anak yang memerlukan pelukan dan kasih sayang darinya.
Aku dipaksa oleh keadaan menggantikan sosok ibu di rumah, semakin aku berusaha semakin aku marah pada ibu. Aku sering merasa hidup ini tak adil. Aku larut dalam kebencian, semua hal baik yang pernah ibu lakukan untukku seakan hilang dari ingatanku.