Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Buku Sri Patmi: "Senandung Rindu untuk Ibu"

17 Juli 2021   10:23 Diperbarui: 17 Juli 2021   11:17 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senandung Rindu untuk Ibu 

(Titik Temu Kematian dan Kelahiran Jiwa)

Copyright CV Jejak, 2021

Penulis: 

Sri Patmi

 

ISBN: 978-623-338-091-1

ISBN: 978-623-338-090-4 (PDF)

 

Editor:

Helsa Alvina

Penata Letak: 

Tim CV Jejak

 

Desain Sampul: 

Meditation Art

Penerbit:

CV Jejak, anggota IKAPI

Penggalan Cerita ... 

Ayam berkokok, jam beker berbunyi menunjukkan pukul 04.00 WIB. Jantung berdetak begitu cepat, memompa darah menuju ke seluruh sistem pembuluh darah. Pagi ini, cuaca dingin menusuk tulang. Terdengar suara gemertak gigi saling berbenturan menahan dinginnya udara. Badanku menggigil, kelenjar keringat bekerja memproduksi keringat secara berlebih. Sebuah hal yang sangat berlawanan, udara amat dingin.

Jendela belum tertutup rapat, entah berapa lama kubiarkan tubuhku ini menahan dinginnya malam. Setelah menghitung bulir -- bulir air hujan dan jemariku tak lelah menghitung taburan gemintang dalam malam. Aneh sekali. Kondisi jiwaku bagaikan diliputi oleh kecemasan neurotis yang terwujud dalam sebuah keadaan realistis. Hanya mampu kupendam dan tak kuasa mengungkapkannya.

Dari pagi hingga sore, langit diselimuti awan gelap disertai gemuruh petir. Seperti halnya berjalan bersama, ternyata alam pun demikian lara melihatku dalam nestapa. Malam begitu indah dengan gemerlap bintang yang membentuk sebuah susunan rasi. Namun, saat sang fajar mulai menyingsing menampakkan diri, terhalang oleh sekumpulan awan gelap yang membawa ribuan kubik uap air yang siap turun ke bumi menjadi hujan.

Pria itu menghampiriku, kemudian menempelkan tangannya dikeningku. Meletakkan termometer disela-sela ketiakku. Saat termometer bereaksi dan air raksa dalam tabung tersebut menyatakan nominal suhu tubuh. Segera pria itu mengambil dan melihat deretan angka -- angka dalam tabung kecil tersebut. Tanpa berbicara, pria itu menunjukkan angka yang tertera dalam termometer tersebut. Mataku terasa berkunang -- kunang dan kubiarkan bola mataku terbelalak melihat angka tersebut, kulihat angka yang cukup indah dalam perhitungan fengshui China, namun cukup mencemaskan untuk kondisi kesehatanku, tiga puluh derajat Celsius.

Salam, 

Sri Patmi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun