Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen Sri Patmi: Wajah Waktu Kirana

12 Juli 2021   00:11 Diperbarui: 12 Juli 2021   00:46 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

            Beberapa meter hampir sampai di tempat agen koran, Rana meminta tolong kepada bibinya untuk menghentikan laju kursi rodanya dibawah pohon rindang.

"Bibi, boleh minta tolong bibi jongkok dan sejajar denganku?"

"Kenapa Rana?" sembari jongkok dihadapannya

Dari kantong baju berwarna coklat, ia mengeluarkan sapu tangan peninggalan almarhum ayahnya. Diusap keringat bibinya yang mengalir deras dan napasnya yang mulai tersengal-sengal. Usianya telah memasuki senja, tetapi ia masih terus berjuang dan berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya. Malah terkadang Rana merasa tidak enak hati harus merepotkan bibinya untuk mendorong kursi roda pulang dan pergi ke Stasiun. Sembari menunggu keringat bibinya mengering, Rana terus mencatat setiap bagian kalimat yang mengajarkan ia tentang arti kehidupan kedalam buku lusuh tanpa sampul.

"Sejak dulu, memang kamu tidak pernah berubah ya, Rana? Senang membaca dan terus ingin belajar meski keadaan telah berubah drastis. Bagaimana jika bibi daftarkan kamu untuk melanjutkan pendidikan lagi?" ujar bibi sembari menatap mata Rana dalam-dalam

"Uangnya masih kurang, Bi. Sisa tabungan pensiun almarhum ayah juga sudah dialokasikan untuk pengobatan ibu. Fokus Rana saat ini hanya kesembuhan ibu saja dulu, Bi. Selama cita-cita, harapan dan keyakinan masih dalam genggaman, Rana pasti menemukan jalan keluar terbaik. Yang terpenting adalah ibu sehat dulu, Bi. Lagian juga Rana enggak mau merepotkan bibi. Bibi juga harus membiayai sekolah untuk Alisya dengan jualan gorengan. Masalah belajar kan Rana bisa belajar dimana saja. Nanti kalo sudah waktunya, Rana pasti lanjut pendidikan kok, Bi". Jawab Rana dengan tegas, lantang dan tanpa beban.

"Kamu anak yang baik, Nak. Ayahmu pasti bangga dengan dirimu. Nanti malam Alisya ke rumahmu ya untuk belajar matematika. Sepertinya ia lebih memahami jika diajarkan oleh kamu" Bibi tersenyum dan meneruskan perjalanan menuju agen koran.

"Assalamu alaikum pak haji"

"Walaikum salam, Rana. Gimana kakimu masih suka sakit enggak? Saya ada obat China tuh, ampuh buat meredakan nyeri akibat benturan. Kamu mau bawa?"

"Alhamdulillah, harus dilatih pelan-pelan untuk jalan juga, Pak Haji. Kalo enggak merepotkan, boleh pak haji. Mudah-mudahan tangan Pak Haji jadi jalan kesembuhan untuk kaki Rana, aamiin" Jawab Rana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun