Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Narasi Sri Patmi: Surat di Kelopak Mata yang Layu

3 Mei 2021   02:14 Diperbarui: 3 Mei 2021   05:03 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesunyian ini masih mendekam dihajar peristiwa waktu yang membuat malam berganti waktu menjadi terang 

Diujung batas penantian ada sepucuk surat berwarna merah yang ditulis dan digantung dekat pintu rumah 

Pemerhati bagi diri ini selalu mengawasi pergerakan angin yang menerbangkan hempasan secarik surat itu 

Entah sampai kapan angin ini semilir membawa dingin agar lembarannya tak sanggup menahan menggigilnya api yang telah beku 

Dari kutipan-kutipan yang mulai tertanggal dibalik pita ungu diujung kertas ada sebuah mawar yang telah mati 

Bangkainya tidak pernah dibuang atau dikuburkan selayaknya kematian dibungkus dengan duka 

Justru bangkai mawar dibungkus dengan kertas yang mudah hancur dilumat air 

Hempasannya mendarat diatas tanah yang masih basah dibubuhi kuah embun yang masih segar melepas dahaga 

Dahaga rindu tanah pada langit yang membawa jutaan partikel air yang jatuh 

Tanah telah tahu jika penghubung diantara perpisahan mereka adalah embun 

Sama halnya dengan secarik surat yang terus dipandangi

Aku tahu itu takkan pernah sampai pada penerimanya 

Karena secarik surat itu kutulis diatas kelopak mata yang telah layu 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun