Turun di jalan bercampur debuÂ
Terhempas ribuan keindahan dengan asap yang menderuÂ
Mencaci kehidupan agar tak lagi berlari terus dipacuÂ
Buruh negeriku menjadikan diri sirna dihapus waktuÂ
Menyanyikan sonata kedamaian hidup sejahtera dibawah kendali kaum kapitalisÂ
Didandani topeng kemewahan wujud fisik yang simbolisÂ
Menggantungkan harapan diinjak oleh kepentingan egosentrisÂ
Mengais nafkah mempertaruhkan harga diri dengan mengemis
Ironi mendiami negeri kaya tapi tak memiliki hartaÂ
Berpangku pada kepentingan perut hingga menghalalkan segala caraÂ
Hukum tertulis dibuat tak berdayaÂ
Digerogoti ketamakan diri yang membabi butaÂ
Buruh negeriku yang malang menderitaÂ
Dinegeri ini kau tak berhargaÂ
Diluar sana kau mengais harta berusaha menjadi rajaÂ
Raja kecil untuk mengubah status dari jelata
Buruh negeriku jangan lupa diriÂ
Di tanah pertiwi kita terlahir dengan penuh artiÂ
Tanah surga yang madani untuk dieksplorasiÂ
Tanah damai untuk menghembuskan napas sebelum matiÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H