Selama COVID-19 masih ada di belahan bumi ini, banyak sekali aktivitas yang terhenti. Semua orang dituntut untuk membatasi diri. Membatasi diri dalam berinteraksi dengan manusia lain secara langsung, membatasi diri untuk tidak berkerumun, membatasi diri untuk berhenti belajar dengan cara tatap muka.Â
Data UNESCO (2020) melaporkan bahwa 91,3% atau sekitar 1,5 milyar siswa di dunia tidak bisa masuk sekolah seperti biasa akibat dampak Covid. Mereka harus belajar dari rumah melalui berbagai media yang ada. Mereka ini termasuk sekitar 60 juta siswa dan 4 juta guru di 565 ribu sekolah di Indonesia yang mengalami nasib yang sama. Hal ini dilakukan semata untuk menjaga kesehatan dan keselamatan manusia, agar populasinya tidak punah dimuka bumi ini.Â
Covid-19 ini membawa badai el nino dan la nina dalam dunia pendidikan Indonesia saat ini. Kondisi yang mengharuskan segala sesuatu dengan slogan "di rumah aja" pada akhirnya harus mengungkung sebagian niat para siswa untuk belajar.Â
Liburan panjang, merasa bosan karena aktivitasnya hanya di rumah, bermain masih dibatasi. Apapun yang terjadi saat ini, mereka tetap harus kembali belajar dengan cara dan metode yang sudah dipersiapkan oleh stakeholders dunia pendidikan.Â
Dengan tekanan psikologis berupa rasa malas, penat selama di rumah, siswa akan merasakan rasa yang ingin berpindah. Minimal merasakan kerinduan terhadap guru dan teman-teman sebayanya. Mereka akan terpicu untuk kembali belajar melalui media online dan tatap muka jika sudah mulai diperkenankan oleh pemerintah. Â
Mengacu pada Surat Edaran Pemerintah No. 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dan Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19), sistem pembelajaran dilakukan dengan menggunakan perangkat personal computer (PC) yang terhubung dengan koneksi jaringan internet. Beberapa platform media yang sudah digunakan adalah whatsapp (WA), Zoom, Telegram dll.Â
Dilema yang terjadi adalah kebutuhan kuota akan melonjak naik dibarengi dengan meningkatnya biaya komunikasi untuk belajar di rumah. Untuk keluarga yang berpenghasilan menengah kebawah tentu akan merasakan keberatan dengan kebijakan ini.Â
Selain itu, letak geografis akan mempengaruhi kondisi koneksi sinyal dari pemberi pesan kepada penerima pesan. Fenomena lain disusul dengan kualitas materi pembelajaran yang akan diterima. Jika dulu mereka belajar selama 6 hingga 8 jam dalamm sehari durasi waktu 5 hari. Sekarang, hanya hitungan menit melalui media online. Survey dari Kemendikbud (2020) juga mengungkap bahwa lebih 76% guru mengaku lemah dari sisi penguasaan teknologi digital untuk pembelajaran.
Jika di beberapa tempat sudah mulai tatap muka, hanya diperkenankan 2 sampai 3 jam saja tatap muka, sisanya materi PR yang akan dikerjakan di rumah. Upaya pembelajaran di rumah, dianggap belum tentu maksimal, meski rumah adalah tempat ternyaman di masa pandemic ini. Dalam kondisi seperti ini, pembelajaran melalui media daring tidak dapat terelakkan.
Pada akhirnya akan muncul pertanyaan seberapa besar tingkat efektivitas dan efisiensi pembelajaran para siswa di Indonesia ini? Seberapa besar daya serap dan kualitas materi yang diterima selama pembelajaran ini?
Dunia pendidikan diterpa badai la nina yang begitu kuat. Penurunan dan kemerosotan ini perlu dirasakan dengan sensitivitas yang tinggi. Alih-alih surutnya semangat sekaligus pembentukan karakter para siswa didik. Dekandensi moral akan melanda dimana-mana.Â
Sejatinya kita sendiri tidak mengerti kesepakatan moral itu sendiri sejauh apa dan seberapa besar ruang lingkupnya terhadap kehidupan. Seperti fenomena yang terjadi di Samudera Pasifika saat ini, meningkatkan curah hujan di sejumlah daerah bahkan seluruh Indonesia.Â
Prediksi kedatangan la nina sendiri akan terjadi pada Oktober menyeberang waktu ke Februari. Wow... Fantastis. Dunia pendidikan seakan berjalan beriringan dengan fenomena alam yang terjadi. Dunia pendidikan seakan melintasi perjalanan paradoks waktu dari masa ke masa.
Lesatan yang begitu kuat akan terlihat dalam fenomena badai el nino menjawab segala pertanyaan tentang kualitas, efektivitas dan efisiensi pembelajaran di Indonesia. Jika ditanya satu per satu diantara kita semua, adakah yang sudah siap menghadapi wabah virus dibelahan bumi ini? Maka sebagian besar akan menjawab "tidak siap".Â
Tetapi apa boleh buat, suhu panas el nino untuk naik ke permukaan ini sama halnya dengan keinginan manusia untuk menjalani kehidupan supaya terus bergerak dan tidak mati. Kita harus mencari solusi terbaik agar tetap hidup diantara himpitan langit yang runtuh dan bumi yang menganga siap memakan kita kapanpun. Jika menghadapi covid-19, manusia sudah mempersiapkan cara jitu 3M, dunia pendidikan juga memerlukan 5M itu sendiri.
- Mental
Ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa pisau yang tajam akan tumpul apabila tidak diasah. Sama halnya dengan sesuatu yang ada didalam diri kita dengan bekal panca indra, pancamaya kosha dan panca mahabutha dari alam semesta ini. Jika tidak pernah dipergunakan secara kontinyu dan konsisten akan menghilang daya kekuatan yang dimiliki manusia.Â
Mental belajar manusia tergerus dan terkikis oleh sikap mental kurang menerima kehidupan semesta dalam miniatur diri kita selama ini. Contoh kecil, belajar menjadi seorang pemimpin. Jiwa apa yang harus dimiliki sebagai seorang pemimpin? Minimal pemimpin untuk dirinya sendiri, tidak usah muluk-muluk mengubah dunia, sedangkan kita belum bisa mengubah diri kita sendiri.Â
Belajarlah tanpa mengenal batas, karakter pemimpin itu sendiri berada pada unsur alam dalam bentuk hasta brata. Kepemimpinan pada teladan orang yang mulia lainnya seperti mesias, rasul dll. Pupuk mental lapar membaca dan haus pengetahuan. Ini yang harus difokuskan dulu dalam dunia pendidikan. Bagaimana mental belajar seorang siswa, baru akan merujuk pada hal lain yang lebih kompleks.
Manusia Menggurukan TeknologiÂ
- Media
Media daring saat ini sedang gencar dan melambung tinggi namanya dalam dunia pendidikan. Karena perannya yang sangat tinggi dalam mendukung sistem belajar di Indonesia bahkan dunia. Apakah guru kita sesungguhnya adalah teknologi? Kemana-mana yang dibawa gawai, cari sesuatu untuk belajar di gawai canggih.Â
"Selamanya, sampai kapanpun, profesi guru tidak akan tergantikan oleh teknologi". Teknologi hanya menjadi perantara bagi manusia melihat jendela dunia. Seperti apa yang dikatakan oleh Kihajar Dewantara "Jadikan setiap tempat adalah sekolah, dan jadikan setiap orang adalah guru".Â
Segalanya menjadi media perantara, guru sesungguhnya adalah mereka yang berbagi dalam bentuk apapun adalah guru bagi kita. Kemajuan teknologi seakan tidak seimbang dengan kesiapan manusia menerimanya. Seperti keadaan yang sangat jomplang dan tidak seimbang. Media yang digunakan harus user friendly dan manusia harus siap membuka diri terhadap pembaruan.
- Metode
Berbagai metode yang digunakan telah berjalan saat ini adalah metode pembelajaran online dengan strategi dan cara yang menarik yaitu blended learning, social inclusion, personalized method, project based learning, daring method, luring method (shift model), home visit method,dan integrated curriculum.Â
Metode ibarat pisau untuk mengupas atau mengiris sesuatu yang berdaya guna lebih terhadap manusia. Maka secara bijak, pergunakanlah metode yang tepat dalam pembelajaran. Pilih pisau terbaik untk menghasilkan ramuan terbaik yang akan disajikan untuk materi yang mudah dicerna oleh daya batin dan nurani siswa.
- Materi
Persiapan materi sebelum pandemi akan berbeda dengan menjelang kehidupan normal kembali. Saat ini siswa merasakan materi kehidupan diluar ruang kelas. Siswa bukan hanya belajar tentang ilmu pengetahuan dalam buku tekstual. Dari sini, materi yang diterima para siswa langsung disajikan bersamaan dengan datangnya pandemi.Â
Sebagai guru sekaligus orang tua, kita bukan hanya sekedar mendikte, tetapi ajarkan pada siswa untuk memahami makna dibalik makna materi kehidupan yang disajikan dan terpampang jelas didepan mata.Â
Uji kepekaan dan sensitivitas rasa mereka dengan alam sekitar mereka yang saat ini berbeda dengan biasanya. Perubahan revolusioner terjadi dimana-mana. Bahkan bisa jadi setelah pandemi ini berakhir, manusia dan semesta ini akan berubah total mengikuti pergerakan yang hebat.
- Motivasi Spiritual
Jika mengandalkan kekuatan secara fisik saja, manusia tidak akan mampu melakukan banyak hal di dunia ini. Ada bagian tubuh kita yang ditunjang oleh kekuatan Yang Maha Kuasa. Mengandalkan otak saja, manusia tak mampu berpikir Maha Luas. Ada sentuhan kekuatan lain sehingga manusia memiliki energi untuk bergerak. Sama halnya dengan belajar, motivasi spiritual diperlukan untuk merangsang daya pikir manusia yang terhubung dengan jiwa dan nurani.
Semoga terpaan badai el nino dan la nina ini mampu kita atasi bersama. Utamanya dalam dunia pendidikan saat ini yang akan menjadi usaha percetakan manusia terbesar di dunia. Hasil cetakan dihasilkan dari proses yang panjang dengan kombinasi warna materi yang komplek.Â
Hasil pekerjaan yang berkelanjutan antara satu bagian dengan yang lain. Bukan cetak instan dan digital sesuai keinginan manusia agar cepat lulus tanpa kualitas yang mulus. Tetaplah junjung tinggi kehormatan mulia dan kesucian manusia yang berpengetahuan. Jadikan titel dan gelar yang didapat sebagai penjembatan antara pengetahuan, agama dan kehidupan ini.
Salam,
Materi Kehidupan dari Semesta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H