Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perjalanan Abdi Kehidupan Berbagi Kebahagiaan

13 Desember 2020   14:40 Diperbarui: 13 Desember 2020   14:50 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah berjalan 28 tahun lamanya. Kebahagiaan itu masih menaungi diri ini yang sejatinya hanyalah makhluk biasa. Tidak ada sebuah rekayasa atau manipulasi agar terlihat sempurna dimata manusia. Sudah aku jalani untaian waktu sederhana dengan eunoia Melakoni titah suci kehidupan untuk terus berbagi dalam kondisi apapun. Termasuk dalam bahasa diam itu sendiri. 

Menjadi seorang textrovert yang tak disangka ada didalam diriku saat ini. Sudah tentu ini menjadi hal yang biasa dilakukan oleh sebagian besar orang. Bukan bakat dibawa sejak lahir hanya sebuah anugerah titipan dari Yang Maha Kuasa. 

Kapanpun bisa diambil jika Tuhan sudah tidak menghendakinya dan hubungan itu terputus karena disengaja atau tidak. Dengan segala keridhoan dan rahmat Gusti Yang Maha Agung, saya berbagi dan persembahkan sebuah kisah kebahagiaan di tanah anarki. Dimasa peperangan yang saat ini melanda dunia.

Hampir setahun ini virus corona melanda dunia. Secara sadar, kita saat ini merasakan efek domino dimana-mana. Seperti sedang bertaruh antara hidup dan mati saja saat ini. Berjudi dengan kehidupan, menang atau kalah? Bisa jadi kita menang, tetapi orang sekitar kita kalah. 

Berperang melawan carut marut dunia yang diterpa bukan hanya badai tetapi dunia terbalik menjadi dibawah semua. Untung saja masih ada gravitasi bumi yang menjadikan manusia masih bertahan untuk berpijak. 

Meski nyawa sudah menggantung diantara langit dan bumi. Bayangkan saja, sampai saat ini masih belum bisa diprediksi kapan berakhirnya wabah ini. Semuanya meronta kesakitan. Bukan hanya fisik, pada akhirnya sakit berubah menjadi psikis dan psikosomatis.

Hal yang beriring menaungi semuanya. Dimana kebahagiaan muncul seperti bola yang ditekan kedalam air begitu lama. Ia mencuat seiring dengan lesatan yang hebat ke angkasa yang luas. Bala bantuan datang dimana-mana. Proses seleksi alam katanya. Manusia tergerak untuk mengubah tangis sakit menjadi tangis bahagia. 

Mereka yang dulunya tak pernah berbagi akhirnya berbagi kebahagiaan dengan memberi. Hingga konsep memberi itu menyentuh tataran tinggi jajaran pemerintah itu sendiri, pemerintah ikut memberi dalam bentuk bantuan. 

Jika hidup berkecukupan, banyak uang, banyak harta dan limpahan segala kemewahan didalamnya berbagi, itu hal sudah biasa, karena mereka ada. Bagaimana jika berbagi dalam kondisi sulit dan tidak ada? Bukan sebuah hal yang konyol untuk dilakukan tanpa sebuah dasar.

Pria ini hangat kusapa dengan sebutan Pak Direktur. Tak ada hal yang mewah melekat dalam dirinya. Tak ada benda bermerk, yang ada hanya sebuah kesederhanaan yang dibalut dalam kesahajaan. 

Dikatakan sebagai seorang direktur harusnya sudah bergelimangan harta ditambah dengan orang selevel dengannya sudah gonta ganti mobil dan kemewahan memayungi dirinya. Seperti sebuah logika terbalik dalam hidup ini. Dihujani ribuan tanya, tetapi masih tak mendarat ditelinganya. 

Semuanya tak berani mempertanyakan besaran gaji dan kondisinya yang seakan berbanding terbalik dengan gajinya. Dengan segala bentuk topengnya itu, terbuka satu per satu. Orang yang baru mengenalnya, menganggap ia seperti kuli biasa. Bukan Pak Direktur yang selama ini kukenal.

Melalui perbincangan ringan tentang sebuah konsep berbagi hingga ia meraih ribuan kebahagiaan. Menurutnya, berbagi itu seperti sebuah akar tunggal yang menancap kedalam. Semakin tinggi dan besar pohon itu, semakin dalam pula akar yang tertancap kedalamnya. 

Di tempat kerja, Pak Direktur bukan hanya mengajarkan tentang pengetahuan dasar tentang satu pekerjaan, tetapi jauh lebih banyak. Bukan hanya tentang ilmu pasti tetapi ilmu tentang Tuhan serta hakikat kebahagiaan apabila telah meraihnya. Aku sempat berpikir, "jangan-jangan dia seorang filsuf". Ternyata dugaanku salah, ia hanya orang biasa yang tak punya apa-apa dengan tindakannya menjalani hidup berbagi kepada sesama.

Segala jenis pekerjaan ia jalani, bahkan setiap kali beban pekerjaan itu tidak bisa diselesaikan oleh orang lain, ia membantunya. Bukan untuk mencari nama, karena dia hanya membantu dibalik layar. 

Baginya, membantu adalah bagian dari berbagi kebahagian dengan anugerah pengetahuan makrocosmos yang ia miliki. Tanpa diminta, ia memberi bantuan. Ia memberi bahagia melalui sentuhan yang berbeda. Layaknya adagium, orang kelaparan bukan hanya memberikan ikan, tetapi memberikan caranya memancing ikan. 

Ia juga mengajarkan dharma bhakti kepada kehidupan ini. Dengan berbagi kebahagiaan kepada sesamanya melalui konsep mendidik. Sebagian besar gajinya disumbangkan untuk dana pendidikan bagi yang membutuhkan. Banyaknya nilai kehidupan yang ada didalam dirinya, lantas tak membuat dirinya besar kepala. Ia tetap menjadi sosok apa adanya.

Nilai kehidupan tentang berbagi kebahagiaan :

Berbekal segala pengetahuan dan kecerdasannya, ia tak besar kepala

Pak Direktur mengerti bagaimana caranya mencari solusi atas sebuah permasalahan. Solusi yang ditawarkan biasanya jangka panjang dan jangka pendek. Hingga bisa menghemat dana lebih dari setengahnya. 

Disini bahagia akan tercurah melalui program efisiensi dana. Siapa yang tidak akan bahagia dan senang jika dengan kualitas sama, harga dibawahnya? Kerap kali, ia melakoni pekerjaan yang seharusnya dilempar kepada pihak eksternal sehingga dana yang tersedia bisa diberdayakan untuk kesejahteraan karyawannya. 

Utamanya pandemi seperti ini, disaat semua perekenomian loyo dan berlomba-lomba menabung dana agar tidak terbuang sia-sia. Terlebih dengan kondisi gaji yang tak seberapa diterima karena langkah upaya penyelamatan usaha. Ialah tokoh dibalik aktor yang berlaga didepan panggung. Bekerja dibelakang panggung, sudah biasa ia jalani. Bukan untuk popularitas, kebahagiaanya adalah melihat orang yang ia ajarkan sukses dan berhasil. Naik level dari staff biasa pada taraf yang lebih tinggi lagi.

Keteguhan dalam memegang prinsip dan kejujuran

Dalam jejak peristiwa yang tidak terekam. Ia pernah berseteru karena penyimpangan ketimpangan yang dilakukan oleh rekan kerjanya. Meski bersitegang, ia tetap mengajarkan sebuah nilai yang jauh lebih tinggi dibanding kebahagiaan untuk meraih kebahagiaan sementara waktu. Rekan kerjanya melengserkan banyak orang demi naik jabatan setaraf dan selevel dengan Pak Direktur. 

Ia menuturkan kebahagiaan yang diperoleh bersifat semu, tak ada nilai lebih selain hanya menjadi seorang pecundang kehidupan. Kehidupan ini terus bergerak, berjalan dengan siklus yang berulang. Kebahagiaan akan berganti kesedihan bila tak dicerna dengan cara yang baik. Nilai ini selalu tertanam dalam dirinya. Prinsip kebenaran untuk dijalankan.

Memberi, menyantuni dan berbagi dalam kondisi apapun

Kondisi COVID-19 dengan penghasilan yang kurang saat ini tak menghalangi tekad kuatnya untuk berbagi. Faktanya masih tersebar pamflet, sekolah gratis untuk siswa berprestasi, yatim/piatu dan kurang mampu. Yayasan dibawah naungan keluarganya berdiri sejak tahun 1999. Konflik tekanan batin tentunya sudah mendera ditengah gencatan ekonomi yang naik turun. 

Belum lagi sebagai pribadi manusia, ia juga memiliki keluarga. Banyak kepentingan perut yang menanti dari gajinya setiap bulan. Miris sekali, jika hanya sebagian saja yang diberikan, sisanya untuk maslahat banyak orang. Menyantuni para anak yatim melalui program pendidikan yang mencerdaskan. 

Bukan hanya sekedar disuapi saja menanti-nanti uang itu akan menghampiri mereka. Ia berpikiran, melalui pendidikan mereka akan menjadi manusia yang berguna untuk kehidupan minimal untuk dirinya sendiri. Sampai sekarang ia masih memberi sebagian besar penghasilannya kepada yayasan milik keluarganya. Meski ia sudah tidak berpenghasilan sama sekali. Ia tetap berbuat sebisa mungkin untuk menghidupi banyak orang. Bahagia untuk dirinya bukan sekedar bahagia semata karena dia menjadi penderma. 

Stigma seperti itu tak pernah melekat dalam dirinya. Ia hanya ingin menjadi sosok yang menyatu dengan jiwa, rohani dan nurani melalui jalur nilai kebaikan dari Tuhan. Konsep berbagi yang paling sederhana ia lakukan adalah mengabdikan dirinya kepada Tuhan. Segala yang ada di alam ini adalah milik-Nya, sudah selayaknya ia memberi persembahan terbaik kepada makhluk ciptaan-Nya dengan cara sederhana seperti alam. Jika lapar ya makan, jika haus ya minum, ambil seperlunya dibutuhkan saja, bukan untuk mengeruk alam untuk meraih keuntungan diri semata.

Berkat pengabdiannya kepada kehidupan ini, harfiahnya kebahagiaan itu selalu melekat dalam dirinya. Semenjak ia sudah tidak bekerja. Pak Direktur justru membuka usaha sendiri dengan segala bekal ilmu yang ia miliki. Anak-anak lulusan dari yayasannya diberdayakan untuk membantu usahanya dengan upah yang lumayan. 

Meski gaji itu terkadang dikembalikan lagi kepada Pak Direktur, karena mereka membantu untuk menunjukkan sembah bakti atas segala kebaikannya selama ini. Nilai yang diajarkan oleh Pak Direktur tertanam dalam diri mereka, menular bahkan membelah diri menjadi banyak. Diusianya yang sudah memasuki senja, ia tetap berusaha mengabdikan dirinya pada kehidupan ini. Membagikan tenaga, ilmu dan harta bendanya untuk kebaikan alam.

Nilai ini yang sampai dengan saat ini masih melekat dalam diri saya. Bahkan ketika sudah tidak berada pada tempatnya bekerja, nama Pak Direktur masih terus melegenda. Menyatu dengan bagian-bagian yang terpisah. Ketika menyebut nama perusahaan ini, tentunya akan mengingat Pak Direktur. Semoga kisah ini menjadikan kita pribadi yang selalu mengabdikan diri pada nilai kebaikan dan kebenaran. Mengejar kebahagiaan untuk anak cucu kita nantinya. Sejatinya, berbagi kebahagiaan layaknya sebuah buih air samudera yang tak habis diambil sebagian uap airnya menjadi hujan. Jatuh lagi membasahi samudera yang luas ini. Aamiin.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun