Begitupun sebaliknya. Putih tak butuh putih. Hitam tak butuh hitam. Dan warni tak pernah Nampak tanpa goretan. Dan munculan sebuah yin yan yang tak tak pernah saling mengalahkan. Tak pernah merasa dominan. Tapi bersisian.
Disekitarnya beranggapan bahwa mereka putih dan dia adalah hitam. Maka gugurlah putih pada hitam. Sebagian mengatakan dirinya hitam, tanpa ada putih. Maka gugurlah putih pada hitam. Karena ia tidak mencari hitam atau putih. Karena bahkan ... ia tak mencari warna. Warninya sudah cukup bagi dirinya. Tak perlu lagi sosok lain membawakan berbagai warna padanya.
Dan dia lupa. Bahwa ada sesuatu yang membuat semua warni itu ada. Atau ... apakah itu trap yang lain?
Sejuta tanya tak pernah terjawab bila tak pernah ada pertanyaan itu sendiri. Dan semua jawaban terjawab tanpa ada pertanyaan. Ia, aku, atau siapapun, tak pernah tahu apapun tanpa ada yang memberitahu apapun. Sebuah rasa menyatakan berita yang lain. Terikat pada benang yang tak ada di lengan. Terpaut pada untalan yang tak terajut. Terpaku pada papan tanpa aksara yang berbentuk.
Tak mencari, maka akan dipertemukan. Tak bertanya, maka akan terjawab. Tak bergerak, maka tak pernah ada.
Bukan ia yang memulai. Bukan aku pula yang mengakhiri. Tak ada awal dan tak pernah ada akhir. Tak ada ikatan, karena tak tertapaki.
Lalu apakah kita yang tak pernah tertarik satu dengan yang lain selain sebuah keanehan misteri kehidupan yang membuat kita saling menatap tajam?
Mungkin lipiran waktu yang membuat begitu banyak trap. Mungkin pijakan batu yang membuat kita bisa melesat sebagai pijakan. Mungkin tanda yang membuat kita saling mengenal. Mungkin bentuk yang membuat kita saling tertarik.
Dan tak ada warna pada diriku, selain sebuah titik.
Aku tak butuh warna, karena aku bisa menciptakan warna apapun. Tapi aku lupa, bahwa aku butuh sebuah benang yang menguntalkan sebuah takdir. Dan benang itu termiliki oleh dirimu.
Aku tak pernah tau apa itu takdir selain aku sendiri menempati takdir itu. Dan takdirku, berada padamu. Lalu Salahkah aku bila aku berjuang keras menguntal benang untuk menjadikan takdir itu nyata pada diriku.