Indonesia maju tanpa pergerakan apapun sehingga tidak mengherankan jika suatu saat nanti Indonesia menjadi negara yang jauh lebih berkembang dibanding negara sebelumnya.Â
Kerap kali Nusantara disandingkan dengan Indonesia. Keduanya menjadi kesatuan yang tidak terlepas. Sama halnya dengan dua sisi mata koin yang saling beriringan. Indonesia makmur gemar ripah loh jinawi harus dikembangkan segala lini kehidupan yang mendukung banyak sektoral.Â
Di lain sisi, kita sama-sama menyaksikan kurva terbalik yang bergerak saling berlawanan. Satu sisi bergerak naik dan bergerak turun. Kualitas nilai yang telah tertanam harus dipurifikasi supaya tak lekat dengan kemerosotan suatu nilai. Maka dari itu gerakan inovasi diperlukan untuk membentuk tatanan global kehidupan yang baru dan mewujudkan manifestasi kehidupan sudah mulai terabaikan dengan kepentingan semata.
Soroti saja pada lini pendidikan. Di lain sisi generasi yang belum siap menerima perubahan, tak henti-hentinya dijejali dengan nilai akulturasi yang berbeda. Pada akhirnya, mereka hanya mengenyam pendidikan sebatas duduk dibangku sekolah setelah itu essensi nilainya hilang dan mengambang begitu saja.Â
Bandingkan dengan pendidikan orang tua kita pada jaman dahulu, dimana peralatan belum begitu canggih seperti saat ini. Menulis masih menggunakan kapur dan batu sabak sebagai medianya. Tetapi, ketika ilmu itu sudah tertanam didalam jiwa akan mudah untuk memanggilnya kembali /recall dalam ingatan.Â
Maka tidak pernah ada yang terlepas meski sudah tidak dicatat dalam batu sabak tersebut. Metode yang digunakan sesederhana alam semesta menyampaikan kepada kehidupan manusia yang ada. Tidak begitu rumit, mudah dimengerti dan ditelaah dengan bahasa qauniyah manusia. Tak ayal, segala akses kemudahan membuat semuanya menjadi terlena. Generasi X, Y, Z seakan dininabobokan dengan kemewahan yang ada saat ini.
Efek domino yang ditimbulkan adalah kurangnya daya juang untuk menyerap pengetahuan secara lebih. Dorongan kekuatan semakin menurun dengan fokus yang teralih oleh kesenangan teknologi semata. Dibumbui kesenangan tersebut pada akhirnya mendegradasi semua kemampuan koginitif.Â
Lain sisi, perkembangan teknologi dalam dunia pendidikan seharusnya mampu dimanfaatkan secara maksimal. Inovasi teknologi, informasi dan komunikasi harus didorong dengan keinginan dari keinginan personal untuk berkembang. Keluarga menjadi media control bagi tumbuh kembang generasi penerus. Dongkrak utama yang harus dibangkitkan terlebih dahulu adalah peran serta orang tua untuk menjadi media konselling.
Bukan hanya guru saja tetapi orang tua memberikan penilaian kepada anak dalam bentuk blueprint. Secara psikologis, anak akan merasa dihargai dan dijunjung tinggi harkatnya. Tak hanya itu, orang tua juga perlu diberikan akses untuk melakukan kontrol dari rumah ke sekolah dari genggaman gawai di tangan.Â
Dunia pendidikan berperan penting dalam membentuk manusia yang diharapkan oleh ibu pertiwi. Seiring dengan masa kembang generasi penerus, banyak pihak akan aktif terlibat menjadi roleplayer. Hal yang lebih mengerikan ketika generasi penerus sudah terjebak dalam lingkaran setan tanpa bimbingan untuk keluar dari hal tersebut.Â
Maka yang terjadi dalam dunia pendidikan saat ini bukan hanya turunnya kualitas lulusannya melainkan dekandensi/kemerosotan moral. Mana yang katanya generasi penerus memiliki moral? Ataukah moral hanya sebatas bahasa sarkasme yang digaungkan oleh banyak pihak untuk mewujudkan tujuan para opportunis?
Bimbingan dan penyuluhan yang massif bukan hanya aktif pada saat tertentu saja. Misalnya konselling hanya diberikan pada siswa yang bermasalah. Semua siswa wajib menjadi bagian dari yang didengar oleh bagian konselling dalam kondisi apapun. Mereka yang merasa diabaikan oleh lingkungannya, memperoleh hak yang sama untuk menyuarakan segala keluhan mereka.Â
Fasilitas yang bisa diakses oleh semua anak didik, guru dan orang tua. Aplikasi berbasis gawai yang terhubung dalam sistem kontrol satu atap yaitu sekolah. Selain untuk mengetahui psikologis anak, hal ini bertujuan untuk mendeteksi penyimpangan sedari dini, analisa aspek psikologis yang menghambat pengetahuan itu sulit diserap oleh para siswa.Â
Daya serap yang rendah bukan menjadi satu-satunya alasan. Faktor X yang lain perlu diamati secara terperinci dari waktu ke waktu. Kejadian serupa bisa menjadi pembelajaran untuk mencari solusi jangka pendek dan jangka panjang bagi generasi penerus masa depan bangsa.
Adagium untuk inovasi dunia pendidikan saat ini adalah benahi dulu bejananya, baru isinya. Bagaimana bejana akan mampu menampung banyak isian materi apabila terjadi kebocoran dimana-mana? Generasi penerus bak bejana, sedangkan pengetahuan adalah isi materinya. Bagaimana bentuk immaterial dapat mewujud menjadi wujud materi yang nyata? Immateri pengetahuan pendidikan dapat menjadi manifestasi nyata untuk mengembangkan kehidupan generasi penerus yang bukan kaleng-kaleng.Â
Bejana kotor perlu adanya pembersihan dan toksik untuk membuang racun-racun itu melalui celah-celah celoteh yang didengar oleh semesta. Berbasis program aplikasi melalui gawai yang serba canggih, manusia mampu menciptakan sebuah sistem untuk menata tatanan baru yang lebih sistematis. Dengan kata lain, mereka yang merasakan kecanggihan teknologi akan merasakan manfaat yang menyentuh aspek lebih dalam manusia seperti halnya psikologis dan pendidikan manusia.
Belum lagi ditambah dengan gencarnya nilai-nilai yang mengikis kepribadian bagi generasi penerus. Bekal pendidikan pengetahuan saja tidak cukup menguatkan mentalitas secara jangka panjang. Maka pemerintah dengan bantuan dari pihak terkait, sudah selayaknya bekerja sama dengan sinergis membentuk sistematika terstruktur.Â
Inovasi lain yang dibutuhkan untuk perkembangan dunia pendidikan adalah e-communication atau sering disebut electronic communication. Ruang khusus ini memberikan banyak sekali manfaat untuk segala lini kehidupan. Bukan hanya berkaitan dengan salah satu disiplin ilmu saja melainkan aspek kehidupan melingkupi kebutuhan untuk aktualisasi diri agar pengetahuan dapat terserap secara penuh dalam diri setiap generasi.
Setiap anak diberikan kebebasan yang bertanggung jawab untuk menilai. Apapun yang disampaikan dalam ruang ini merupakan sarana mereka untuk mengetahui peran sejati dalam dirinya. Disini, mereka mampu menilai kebenaran yang semu dan kebenaran sesungguhnya.Â
Dunia luar yang disajikan dalam ruang ini berperan serta menembus dinding kebodohan karena doktrin. Memancing rasa penasaran untuk bergerak dan mendorong untuk melakukan sesuatu yang lebih untuk dirinya. Sehingga dapat dipahami, arah anak ini menuju pada hal yang hakiki dalam hidup. Bahwasannya secara berkala mereka dituntun untuk memperoleh pengetahuan dari berbagai cara baik secara apriori dan aposteriori.
Kemampuan indrawi dirangsang untuk bergerak mengenali lingkungan sekitar bahkan bersesuaian dengan gerak rasa, jiwa dan nurani dalam diri. Hal ini sangat fundamental dan penting untuk dikembangkan dalam diri seorang anak. Studi fenomena yang terjadi selama masa perkembangan anak adalah si anak dibiarkan pandai dalam hal ilmiah hingga kurang tepat untuk mempergunakan kepandaiannya. Kurang dapat menempatkan dimana diri berada. Sehingga tidak mengherankan jika banyak idiom yang mengatakan "pinter pinter keblinger".
E-communication ini bertujuan untuk membentuk komunikasi yang bersifat multilinear. Bukan hanya pengetahuan pendidikan saja tetap pendidikan terhadap Tuhan. Bahkan mengenal diri bukan dengan cara yang biasa tetapi mengenal diri dengan mengenal sejatinya Tuhan. Bukan hanya menyentuh pada ranah keagamaan, bukan bermaksud menjembatani kancah pengetahuan dan ketuhanan. Melainkan dibukanya jalur komunikasi untuk memahami hakikat diri melalui forum audiensi. Artinya dari gawai tersebut mereka mampu mengembangkan potensi dan manfaat yang sesungguhnya dari gadget.
Perlakuan seperti ini adalah bagian dari memanusiakan manusia. Karena sebagian besar atau coba saja bercermin dari kehidupan diri kita masing-masing dimana ilmu pengetahuan yang diperoleh dari lingkungan formal pada akhirnya tidak dipahami secara harfiah bahkan hilang essensinya begitu saja. Pokok utama dari dunia pendidikan itu adalah menciptakan manusia lebih berguna.Â
Maka sudah seharusnya apapun yang diajarkan adalah sesuatu yang berguna dan dapat diimplementasikan dengan logika yang begitu sederhana bukan hanya teori saja. Forum komunikasi ini mampu memupuk kemampuan berpikir kritis antara satu dengan yang lainnya. Seorang anak akan dibenturkan dengan segala ego yang ada didalam forum komunikasi tersebut. Memunculkan banyak pilihan dan realita kehidupan yang sudah sewajarnya diketahui diluar lingkungan pendidikan formal.
Dengan keadaan seperti ini mereka memahami logika terbalik sederhana tanpa terkungkung oleh sudut pemikiran konseptual semata. Bagaimanapun kejadiannya, mereka tetap diberikan pemahaman tentang kehidupan yang saat ini sedang terjadi. Nilai yang saling bersisian diantaranya kebaikan dan keburukan dalam sudut pandang yang lebih luas.Â
Mau tidak mau mereka akan terjun pada dunia yang maha luas bukan hanya lingkup nilai kehidupan untuk mendapatkan peringkat terbaik saja. Hakikatnya tanggung jawab seorang pengajar adalah mengembalikan siswa pada kehidupannya sendiri. Mempertanggungjawabkan kehidupannya secara personal.Â
Beban ini tidak bisa dilepaskan sebatas rantai mata pelajaran sekolah. Maka dari itu pengajaran yang diberikan adalah wawasan kehidupan, cara-cara serta tindak tanduk yang terpuji. Memuliakan hakikat diri dalam manusia.Â
Sebaik-baiknya dunia pendidikan dan pengajaran adalah diri sendiri. Maka silakan biarkan diri ini berperang melawan dan mendobrak kebodohan untuk memperoleh kemuliaan dengan pengetahuan. Dengan pengetahuan manusia akan memperoleh segala kebaikan dalam kehidupan. Dengan karakter, manusia akan memperoleh kehormatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H