Anas Urbaningrum kembali menjadi buah bibir setelah Mahkamah Agung  mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali atas vonisnya menjadi 8 tahun penjara, wajib membayar denda Rp300.000.000 dan harus mengembalikan kerugian negara sebesar  RP 57 miliar.Â
Keputusuan Mahkamah Agung tersebut dibacakan oleh  Hakim Agung Andi Samsan Nganro pada tanggal 30 September 2020 (detikcom,30/9/2020).Â
Sekilas vonis Mahkamah Agung tersebut menguntungkan Anas Urbaningrum, namun demikian perlu ditelisik apakah Anas Urbaningrum sudah mendapatkan keadilan atau minimal mendekati rasa keadilan dengan vonis Peninjauan Kembali oleh MA atas kasus "korupsi" yang ditimpakan kepadanya?
Vonis Terpidana Kasus Hambalang dan Proyek Proyek Lainya
Pidana atas Anas Urbaningrum terkait langsung dengan kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang (sekarang dikenal candi Hambalang) dimana saat itu Menteri Pemuda dan Olah Raga adalah Andi Alfian Malarangeng. Jadi aktor utama korupsi projek Hambalang karena Andi Alfian Malarangeng sebagai kuasa pengguna Anggaran.Â
Jaksa penuntut umum KPK menuntut 10 Tahun Penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan penjara. Andi Alfian Malarangeng terbukti melakukan korupsi projek P3SON Hambalang namun divonis dengan sangat ringan yakni 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan penjara.
Pidana atas Anas Urbangingrum juga terkait langsung dengan M. Nazarudin yang mengarang berbagai cerita fiksi namun dipercaya penuh oleh KPK, Jaksa KPK dan Hakim yang menangani perkara ini. Nazarudin juga pemain utama dalam banyak projek korupsi APBN namun divonis sangat ringan dan sudah bebas beberapa bulan lalu.Â
Nazaruddin divonis untuk dua perkara, yakni kasus korupsi proyek Wisma Atlet Hambalang pada 2012 dan pencucian uang pada 2016. Ia dihukum 6 tahun penjara untuk kasus pencucian uang dan 7 tahun penjara untuk korupsi Wisma Atlet. Total hukumannya adalah 13 tahun penjara dan dijalani sejak 2012.Â
Seharusnya Nazaruddin masih mendekam di penjara hingga 2024, namun ia mendapatkan remisi 45 bulan 120 hari. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM menyatakan remisi diberikan karena Nazaruddin berstatus  justice collaborator. Tetapi Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Lili Pintauli Siregar mengatakan KPK tak pernah memberikan status justice collaborator kepada bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. ( Tempo.co., 13 Agustus 2020). Siapa berbohong dan pat gulipat ? publik silahkan menilai
Terhadap dua terpidana Andi Alfian Malarangeng dan M. Nazarudin pelaku utama dan terbukti melakukan korupsi, justru  mendapatkan perlakuan hukum khusus dengan vonis sangat ringan plus perlakuan istimewa berupa remisi yang sangat besar meskipun Nazarudin bukan berstatus Justice Collaborator.  Keduanya sudah menghirup udara bebas, meski demikian hukuman bathin dan hukuman sosial tetap berlaku seumur hidup mereka.
Jika dibandingkan dengan dua orang pelaku utama korupsi Hambalang dan proyek lainya, yakni Andi Alfian Malarangeng dan M. Nazarudin, Vonis terhadap Anas Urbaningrum jauh dari rasa keadilan dalam timbangan hukum positif. Â
Anas Urbaningrum yang tidak terbukti dan tidak terkait kasus Hambalang dan Projek lainya (namun dikait kaitkan) dijatuhi hukuman sangat berat dalam Kasasi di Mahkamah Agung yakni 14 tahun penjara, membayar denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan, membayar uang pengganti Rp 57 miliar kepada negara serta dicabut hak politiknya. Kekuatan Novum yang dimiliki Anas akhirnya membuktikan bahwa tidak ada keterlibatan Anas atas kasus Projek Hambalang dan Projek lainya. Hal ini dapat dicermati dari putusan PK Mahkamah Agung sebagai berikut :
Putusan PK dan Keadilan Untuk Anas
Pada 20 Mei 2018 Anas mengajukan Peninjauan Kembali atas kasusnya dan berharap mendapatkan keadilan seadil adilnya. Setelah terkatung selama dua tahun lebih, PK Anas baru diputuskan tanggal 30 September 2020.Â
Juru Bicara  Mahkamah Agung, Hakim Agung Andi Samsan Nganro, memberikan penjelasan atas dikabulkanya Peninjauan Kembali kasus Anas Urbaningrum pada 30 September 2020. Mengutip detikcom pada Rabu (30/9), MA Mengabulkan PK Anas Urbaningrum dengan  alasan sebagai berikut:
- Uang dan fasilitas yang diterima Anas, baik melalui PT Adhi Karya maupun Permai Group, adalah dihimpun dari dana-dana hasil perolehan keuntungan dalam proyek pengadaan barang dan jasa serta fee-fee dari perusahaan lain karena perusahaan tersebut telah memenangkan berbagai proyek pengadaan barang dan jasa yang kemudian disubkontrakkan kepada perusahaan lain atau perusahaan lain yang mengerjakan proyek tersebut.
- Dana tersebut kemudian sebagian dijadikan sebagai marketing fee di bagian pemasaran untuk melakukan lobi-lobi usaha agar mendapatkan proyek yang didanai APBN.
- Tidak ada satu pun saksi dari pihak PT Adhi Karya dan Permai Group yang menerangkan Anas Urbaningrum melakukan lobi-lobi kepada pemerintah agar perusahaan itu mendapatkan proyek.
- Tidak ada bukti segala pengeluaran uang dari perusahaan itu atas kendali Anas Urbaningrum.
- Hanya ada satu saksi, yaitu M Nazaruddin, yang menerangkan demikian. Satu saksi tanpa didukung alat bukti adalah unus testis nullus testis yang tidak mempunyai nilai pembuktian.
- Proses pencalonan sebagai Ketum PD tidak pernah berbicara bagaimana uang didapat dalam rangka pencalonan Anas menjadi Ketua Umum. Anas hanya bicara perihal visi dan misi untuk ditawarkan dalam kongres di Bandung.
- Uang yang didapatkan untuk penggalangan dana pencalonan sebagai Ketum PD adalah penggalangan dana dari simpatisan atas dasar kedekatan dalam organisasi.
- Dengan demikian, dakwaan pasal 12a UU Tipikor yang diterapkan judex jurist (kasasi) tidak tepat karena pemberian dana maupun fasilitas tersebut dilakukan sebelum Anas menduduki jabatan tersebut.
- MA menilai yang telah dilakukan Anas Urbaningrum adalah Pasal 11 UU Tipikor, yaitu penyelenggara negara (anggota DPR-2009-2014) yang menerima hadiah atau janji diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.
Mencermati sembilan alasan tersebut, dapat diberikan analisis sebagai berikut:
a. poin 1) dan poin 2) digugurkan oleh Poin 3),4),5),6),7) dan 8). Dengan demikian Anas Urbaningrum terbebas dari tuduhan korupsi, gratifikasi maupun pencucian uang serta tidak ada kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatanya.
b. Poin 9) UU Tipikor Pasal 11: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, -5 - atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Jika alasan poin 9) dianggap benar seharusnya Anas divonis paling lama lima tahun dan denda maksimal RP.250.000.000. Namun demikian perlu dijelaskan bahwa Anas Urbaningrum menjabat sebagai anggota DPR RI kurang dari satu tahun yakni 20 September 2009 sampai dengan Juni 2010 (9 bulan). Jika dihubungkan dengan APBN maka pembahasan APBN 2010 sudah selesai sedangkan APBN 2011 belum sempat dibahas.Â
Dengan kata lain Sebagai pendatang baru anggota DPR RI masa 9 bulan bisa dikatakan masa perkenalan belum bisa berbuat sesuatu apalagi bicara projek atau janji dan hadiah. Dengan demikian alasan poin 9) Mahkamah Agung lemah, rancu dan  sumir. Sebenarnya Alasan poin 9) juga gugur dengan sendirinya oleh alasan poin 3), 4),5),6),dan 7).
Dengan demikian putusan PK MA bukan memotong hukuman tetapi hanya kembali kepada Putusan PN yang menyidangkan perkara secara langsung. Masih lebih adil hukuman PT yang mengoreksi putusan PN dari 8 tahun menjadi 7 tahun.Â
Putusan PN dan diperkuat PT, hak politik Anas Urbaningrum tidak dicabut. Putusan Kasasi hak politik dicabut tanpa batasan waktu sementara putusan PK hak politik dicabut dengan batasan 5 tahun setelah bebas. Jadi tidak ada sunatan hukuman malah ditambah dengan pencabutan hak politik.
Anas Bukan Koruptor Harusnya Bebas Murni
Berdasarkan dua hal yakni : 1) Berdasarkan Sembilan alasan dari poin 1) -- 9) yang dikemukakan Juru Bicara MA, Hakim Agung Andi Samsan Nganro, Â jelas dapat disimpulkan bahwa Anas tidak melakukan korupsi dan kejahatan pidana lainya. lebih tegas ANAS URBANINGRUM BUKAN KORUPTOR. Â
2) Berdasarkan novum dan kekhilafan hakim (Artidjo cs) harusnya putusan PK bisa lebih baik dari Putusan PT. Karena Novumnya sangat kuat dan kekhilafan hakim kasasi sangat nyata.Â
Dengan demkian harusnya putusan PK adalah membebaskan Anas Urbaningrum (bebas murni). Meski demikian kita tetap menghormati putusan PK dari lembaga MA yang memang menjadi kewenanganya. Tetapi kita juga layak dan berhak untuk terus mendorong ikhtiar hukum lanjutan yang bisa ditempuh.
Hukum yang adil harus berani ditegakan. Penegakan hukum dan keadilan tidak boleh kalah dari opini dan tekanan dari pihak manapun. Hukum bukan hanya harus tegak, tetapi hukum harus adil. Hukum yang tegak tetapi tidak adil akan melahirkan tragedi kemanusiaan. Hukum tidak boleh digunakan untuk melayani kemaharahan, dendam dan nafsu untuk populer. Hukum harus lurus, Jujur dan objektif.
Salam Pergerakan dan keadilan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H