Anas Urbaningrum yang tidak terbukti dan tidak terkait kasus Hambalang dan Projek lainya (namun dikait kaitkan) dijatuhi hukuman sangat berat dalam Kasasi di Mahkamah Agung yakni 14 tahun penjara, membayar denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan, membayar uang pengganti Rp 57 miliar kepada negara serta dicabut hak politiknya. Kekuatan Novum yang dimiliki Anas akhirnya membuktikan bahwa tidak ada keterlibatan Anas atas kasus Projek Hambalang dan Projek lainya. Hal ini dapat dicermati dari putusan PK Mahkamah Agung sebagai berikut :
Putusan PK dan Keadilan Untuk Anas
Pada 20 Mei 2018 Anas mengajukan Peninjauan Kembali atas kasusnya dan berharap mendapatkan keadilan seadil adilnya. Setelah terkatung selama dua tahun lebih, PK Anas baru diputuskan tanggal 30 September 2020.Â
Juru Bicara  Mahkamah Agung, Hakim Agung Andi Samsan Nganro, memberikan penjelasan atas dikabulkanya Peninjauan Kembali kasus Anas Urbaningrum pada 30 September 2020. Mengutip detikcom pada Rabu (30/9), MA Mengabulkan PK Anas Urbaningrum dengan  alasan sebagai berikut:
- Uang dan fasilitas yang diterima Anas, baik melalui PT Adhi Karya maupun Permai Group, adalah dihimpun dari dana-dana hasil perolehan keuntungan dalam proyek pengadaan barang dan jasa serta fee-fee dari perusahaan lain karena perusahaan tersebut telah memenangkan berbagai proyek pengadaan barang dan jasa yang kemudian disubkontrakkan kepada perusahaan lain atau perusahaan lain yang mengerjakan proyek tersebut.
- Dana tersebut kemudian sebagian dijadikan sebagai marketing fee di bagian pemasaran untuk melakukan lobi-lobi usaha agar mendapatkan proyek yang didanai APBN.
- Tidak ada satu pun saksi dari pihak PT Adhi Karya dan Permai Group yang menerangkan Anas Urbaningrum melakukan lobi-lobi kepada pemerintah agar perusahaan itu mendapatkan proyek.
- Tidak ada bukti segala pengeluaran uang dari perusahaan itu atas kendali Anas Urbaningrum.
- Hanya ada satu saksi, yaitu M Nazaruddin, yang menerangkan demikian. Satu saksi tanpa didukung alat bukti adalah unus testis nullus testis yang tidak mempunyai nilai pembuktian.
- Proses pencalonan sebagai Ketum PD tidak pernah berbicara bagaimana uang didapat dalam rangka pencalonan Anas menjadi Ketua Umum. Anas hanya bicara perihal visi dan misi untuk ditawarkan dalam kongres di Bandung.
- Uang yang didapatkan untuk penggalangan dana pencalonan sebagai Ketum PD adalah penggalangan dana dari simpatisan atas dasar kedekatan dalam organisasi.
- Dengan demikian, dakwaan pasal 12a UU Tipikor yang diterapkan judex jurist (kasasi) tidak tepat karena pemberian dana maupun fasilitas tersebut dilakukan sebelum Anas menduduki jabatan tersebut.
- MA menilai yang telah dilakukan Anas Urbaningrum adalah Pasal 11 UU Tipikor, yaitu penyelenggara negara (anggota DPR-2009-2014) yang menerima hadiah atau janji diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.
Mencermati sembilan alasan tersebut, dapat diberikan analisis sebagai berikut:
a. poin 1) dan poin 2) digugurkan oleh Poin 3),4),5),6),7) dan 8). Dengan demikian Anas Urbaningrum terbebas dari tuduhan korupsi, gratifikasi maupun pencucian uang serta tidak ada kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatanya.
b. Poin 9) UU Tipikor Pasal 11: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, -5 - atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Jika alasan poin 9) dianggap benar seharusnya Anas divonis paling lama lima tahun dan denda maksimal RP.250.000.000. Namun demikian perlu dijelaskan bahwa Anas Urbaningrum menjabat sebagai anggota DPR RI kurang dari satu tahun yakni 20 September 2009 sampai dengan Juni 2010 (9 bulan). Jika dihubungkan dengan APBN maka pembahasan APBN 2010 sudah selesai sedangkan APBN 2011 belum sempat dibahas.Â
Dengan kata lain Sebagai pendatang baru anggota DPR RI masa 9 bulan bisa dikatakan masa perkenalan belum bisa berbuat sesuatu apalagi bicara projek atau janji dan hadiah. Dengan demikian alasan poin 9) Mahkamah Agung lemah, rancu dan  sumir. Sebenarnya Alasan poin 9) juga gugur dengan sendirinya oleh alasan poin 3), 4),5),6),dan 7).
Dengan demikian putusan PK MA bukan memotong hukuman tetapi hanya kembali kepada Putusan PN yang menyidangkan perkara secara langsung. Masih lebih adil hukuman PT yang mengoreksi putusan PN dari 8 tahun menjadi 7 tahun.Â
Putusan PN dan diperkuat PT, hak politik Anas Urbaningrum tidak dicabut. Putusan Kasasi hak politik dicabut tanpa batasan waktu sementara putusan PK hak politik dicabut dengan batasan 5 tahun setelah bebas. Jadi tidak ada sunatan hukuman malah ditambah dengan pencabutan hak politik.