Mohon tunggu...
Sri Mulyono
Sri Mulyono Mohon Tunggu... wiraswasta -

Wira Usaha Kuliner di Makassar, tengah belajar menulis artikel. \r\nPernah Bekerja di P.T. Burroughs Wellcome Ind, P.T. GlaxoWellcome Ind, P.T. Otsuka Pharmaceutical Ind, Garudafood, Stiefel Laboratories Pte. Ltd, Glaxo-SmithKline Ind.\r\n\r\nPernah Belajar di : Fak. Biologi-UGM, SMA 4 Yogya, SMP 6 Yogya, SDN Bebengan 2 Boja - Kendal.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama FEATURED

UMKM Berjualan Kuliner di Supermarket, Perhatikan Hal-hal Ini!

25 Januari 2016   19:01 Diperbarui: 3 April 2020   10:24 3299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menitipkan dagangan. (KOMPAS/DAHLIA IRAWATI)

Bagi pelaku usaha kuliner, pilihan berjualan di supermarket yang besar bisa dimanfaatkan untuk memulai sebuah usaha. Peluang ini sering diberikan oleh beberapa supermarket yang memiliki food court di dalamnya. Hal tersebut karena supermarket tentu tidak mungkin meng-cover semua jenis kuliner yang dijualnya. 

Dengan memberikan peluang kepada pelaku usaha kuliner (biasa disebut juga dengan SUPPLIER) maka bagi supermarket akan lebih efisien karena tidak menanggung tenaga kerja, bahan, dan risiko tidak laku. Hal ini disebabkan perjanjian dengan supplier biasanya dengan sistem titip jual atau konsinyasi.

Dengan sistem konsinyasi ini bisa dikata supermarket terima keuntungan bersih, pajangan penuh dan tenaga penjualnya yang membayar suppliernya. Akan lebih untung lagi tenaga kerja (SPG) ini bisa dimanfaatkan membantu pekerjaan supermarket sehingga memiliki keuntungan ganda.

Bagaimana dengan para supplier kuliner yang umumnya para UMKM? Apakah tidak rugi dengan sistem penjualan konsinyasi dan dengan potongan yang tinggi? Jawabnya adalah dalam berdagang ada risiko untung dan rugi, hanya bagaimana menyiasatinya. 

Pada umumnya yang mengalami kerugian adalah para pendatang baru yang modalnya adalah semangat dan coba-coba. Mereka ini kadang tidak membaca perjanjian dengan teliti, ketika memutuskan untuk bekerja sama dengan supermarket.

Kolase. ilustrasi pribadi
Kolase. ilustrasi pribadi
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan kerja sama dengan sebuah supermarket:

1. Produk

Semua supermarket dan supplier tentu menghendaki produk yang biasa fast moving dan memiliki keunikan. Keunikan itu sangat penting untuk mengikat konsumen lebih loyal. 

Di samping itu bisa sebagai posisi tawar terhadap supermarket agar tidak digeser oleh supplier lain. Sebagai contoh, Anda punya produk soto yang rasanya khas dan punya konsumen loyal. Maka biasanya supermarket akan lebih menaruh hormat dibanding supplier yang produknya mudah ditiru, misalnya ubi goreng. 

2. Perjanjian

Awal dari kerja sama antara supermarket dan supplier dimulai dari perjanjian. Di sini memuat hal yang penting misalnya waktu pembayaran dan pemotongan dari harga jual konsumen. 

Potongan inilah yang menjadi "bagi hasil" buat supermarket. Faktanya banyak pelaku usaha kuliner UMKM yang tidak paham hal ini. Buntutnya, tiap periode pembayaran akan terkaget-kaget dengan potongannya. Tahap ini adalah tahap yang urgent, jadi harus dipastikan memahami aturan yang ada.

3. Sistem Administrasi

Suka atau tidak suka, berjualan di supermarket harus menyesuaikan dengan sistem yang berlaku. Supplier harus memahami bahwa transaksi dengan konsumen dilakukan melalui sistem barkoding. 

Tiap supplier memiliki barcode tersendiri untuk produk-produknya. Kesalahan barcode bisa berakibat fatal, karena transaksi akan salah "kamar" dan masuk ke supplier lain. 

Di sini diperlukan kecermatan supplier. Ada kalanya SPG main ambil barcode yang mirip, akibatnya terjadi kerugian yang tidak sedikit.

Suplier sedikit banyak juga harus paham mengoperasikan komputer. Karena dewasa ini laporan penjualan dari supermarket sudah mulai disajikan melalui sistem online. Suplier bisa menarik data penjualan dan mengirimkannya dari rumah. 

Di satu sisi memang menguntungkan karena laporan bisa diperoleh secara cepat, namun di sisi lain ada juga supplier yang kurang paham.

Melihat rumitnya berjualan di supermarket dibandingkan di outlet konvensional, timbul pertanyaan apa sih yang membuat bekerja sama dengan supermarket menjadi menarik pelaku kuliner?

1. Berjualan di supermarket menggunakan sistem bagi hasil sehingga supplier tidak harus mengeluarkan modal untuk sewa tempat. Apalagi kalau suppliernya mau berjualan sendiri, sehingga biaya untuk gaji pegawai bisa ditiadakan. Bahkan ada supplier yang dulunya adalah tenaga pramu saji (SPG) yang memberanikan diri menjadi supplier. Karena dia menangani sendiri jualannya, maka cost untuk pegawai tidak ada.

2. Fasilitas yang disediakan oleh supermarket seperti listrik, gas, air dan fasilitas untuk menjual lainnya seperti meja dan kursi, sangat membantu bagi supplier yang bermodal pas-pasan.

3. Adanya kepastian dalam berusaha dibanding mengontrak tempat usaha di luar. Banyak kejadian ketika usaha mulai maju, pelaku usaha kuliner mulai dipusingkan oleh harga kontrak yang melambung.

4. Keamanan yang lebih terjamin dibanding membuka kios mandiri di luar.

5. Harga jual yang bisa lebih tinggi, sehingga bisa menutup biaya bagi hasil.

Bagaimana cara menjadi suplier? Bagian yang menangani ini adalah department merchandising atau buyer. Bagian inilah yang menerima proporsal, memproses dan menentukan diterima atau tidaknya supplier. 

Namun cara yang lebih enak adalah dengan berkonsultasi dulu dengan supervisor/manager food court sebelum maju ke buyer. Biasanya mereka akan menginformasikan produk apa yang mereka butuhkan dari supplier. 

Dengan demikian maka calon supplier akan mendapatkan support dan lebih mudah deal dengan buyer. Karena pengalaman, buyer ini sering pasang wibawa, karena merasa dibutuhkan oleh calon supplier. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun