STRATEGI MENUMBUHKAN SIKAP MODERASI BEAGAMA PADA ANAK USIA DINI
Sri Mu’ammamah
PIAUD, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
- Pengertian moderasi beragama
- Pengertian Moderasi Beragama Moderasi beragama terdiri dari dua kata, yakni moderasi dan beragama. Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin, yaitu moderatio, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terdapat dua pengertian kata moderasi, yakni:
- 1. pengurangan kekerasan, dan 2. penghindaran keekstreman. Dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyyah, yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengah- tengah), I‟tidal (adil), dan tawazun (berimbang). Dalam bahasa Arab pula, kata wasathiyyah diartikan sebagai “pilihan terbaik”.[1]
- Selanjutnya, kata beragama memiliki kata dasar agama, yang berarti ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan antar manusia dan manusia dengan lingkungannya. Kata “ber” dalam kata beragama merupakan imbuhan yang menyatakan suatu tindakan, keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya.[2]
- Sikap moderasi beragama
Bentuk-bentuk moderasi beragama ini menekankan pada sikap, maka bentuk-bentuk moderasi beragama diantaranya seperti, mengakui adanya pihak lain, menghormati pendapat orang lain, memilik sikap toleransi baik itu dari toleransi suku, ras, budaya, dan juga keyakinan, tidak memaksakan kehendak dengan cara kekerasan.[3]
Mengakui adanya pihak lain selain dirinya, untuk menumbuhkan sikap ini pada anak usia dini dapat memperkenalkan pada mereka bahwa di Indonesia ada beragam agama suku budaya yang beragam, dimulia dengan memperkenalkan ada 6 agama diakui di Negara Indonesia, islam, Kristen, khatolik, hindu, budha, dan konghuchu, walaupun berbeda dalam agama namun kita tetap bangsa Indonesia, jangan sampai pemahaman anak menganggap orang yang beragama lain dengannya adalah musuh bagi anak, dan masih banyak lagi hal-hal dasar dan seringkali dianggap sederhana oleh orang dewasa tapi pada kenyataanya sangat penting untuk dipahamkan pada anak usia dini.
- Pengertian anak usia dini
- Anak usia dini menurut NAEYC (National Associotion for The Education of Young Children) adalah anak yang berada pada rentan usia 0-8 tahun, yang tercakup dalam program pendidikan di taman pendidikan anak, penitipan anak pada keluarga, pendidikan prasekolah baik swasta ataypun negri, TK, dan SD.
- Sedangkan menurut undang-undang republic Indonesia no.20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional pada pasal 1 ayat 14 yanag menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan memasuki pendidikan selanjutnya.
- Anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuan dan
- perkembangan yang sangat pesat, bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan. Anak usia dini memiliki rentang usia yang sangat berharga dibanding dengan usia-usia selanjutnya karena perkembangan kecerdasannya sangat luar biasa. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik, dan berada pada masa proses perubahan berupa pertumbuhan, perkembangan, pematangan, dan penyempurnaan, baik pada aspek jasmani maupun rohaninya yang berlagsung seumur hidup, bertahap dan berkesinambungan.
- Anak usia dini memiliki karakteristik yang unik, diantaranya adalah:
- 1. Unik, yaitu sifat anak itu berbeda satu sama lainnya. Anak memiliki bawaan, minat kapabilitas, dan latar belakang kehidupan masing-masing.
- 2. Egosentris, yaitu anak lebih cendrung melihat dan memahami sesuatu dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Bagi anak sesuatu itu penting sepanjang hal tersebut terkait dengan dirinya.
- 3. Aktif dan energik, yaitu anak lazimnya senang melakukan aktivitas. Selama terjaga dalam tidur, anak seolah-olah tidak pernah lelah, tidak pernah bosan, dan tidak pernah berhenti dari aktivitas. Terlebih lagi kalau anak dihadapkan pada suatu kegiatan yang baru dan menantang.
- 4. Rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal. Yaitu, anak cendrung memperhatikan , membicarakan, dan mempertanyakan berbagai hal yang sempat dilihat dan didengarnya, terutama terhadap hal-hal baru.
- 5. Eksploratif dan berjiwa petualang, yaitu anak terdorong oleh rasa ingin tahu yang kuat dan senang menjelajah, mencoba dan mempeajari hal-hal yang baru.
- 6. Spontan, yaitu prilaku yang ditampilkan anak umumnya relative asli dan tidak ditutup-tutupi sehingga merefleksikan apa yang ada dalam perasaan dan pikirannya.
- 7. Senang dan kaya dalam fantasi, yaitu anak senang dengan hal-hal yang imajinatif. Anak tidak hanya senang dengan cerita-cerita khayal yang disampaikan oleh orang lain, tetapi ia sendiri juga senang bercerita kepada orang lain.
- 8. Masih mudah frustasi, yaitu anak masih mudah kecewa bila menghadapi sesuatu yang tidak memuaskan. Ia mudah menangis dan marah bila keinginannya tidak terpenuhi. 9. Masih kurang pertimbangan dalam melakukan sesuatu, yaitu anak belum memiliki pertimbangan yang matang, termasuk berkenaan dengan hal-hal yang dapat membahayakan dirinya.
- 10. Daya perhatian yang pendek, yaitu anak lazimnya memiliki daya perhatian yang pendek, kecuali terhadap hal-hal yang secara intrinsic menarik dan menyenangkan.
- 11. Bergairah untuk belajar dan banyak belajar dari pengalaman, yaitu anak senang melakukan berbagai aktivitas yang menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku pada dirinya sendiri.
- 12. Semakin menunjukkan minat terhadap teman, yaitu anak mulai menunjukkan untuk bekerja sama dan berhubungan dengan teman-temannya. Hal ini beriringan dengan bertambahnya usia dan perkembangan yang dimiliki oleh anak.
- Strategi menumbuhkan sikap moderasi beragama pada anak usia dini
Untuk menumbuhkan sikap moderasi beragama pada anak usia dini dibutuhkan strategi yang tepat agar sikap moderasi dapat tumbuh dan menjadi karakter baik yang melekat pada pribadi anak. Anak usia dini memiliki beberapa karakteristik yang sudah disebutkan diatas, oleh karena itu strategi yang dibutuhkan hendaknya dapat mengacu pada karakteristik anak usia dini.
Selain itu dunia anak usia dini adalah dunia bermain, bermain juga dapat dijadikan strategi untuk menumbuhkan sikap moderasi beragama pada anak usia dini, sebagai pendidik dan orangtua sudah seharusnya kita memfasilitasi anak dlam tumbuh kembangnya juga dalam hal bermain.
Sebagai orangtua dan pendidik, kita harus bijak memilih dan mengawasi anak dalam bermain, sehingga bermainnya anak berkualitas dan dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangannya, khususnya pada pertumbahan sikap moderasi Bergama, yakni menghargai oranglain, menghargai pendapat oranglain, tidak memilih-milih teman baik dari jenis kelamin, ras, suku dan agama, selalu menaati aturan yang ada dalam sebuah permainan dan lain sebagainya.
Selain dengan strategi bermain, orangtua dan pendidik juga harus memberikan contoh atau teladan bagi anak usia dini, karena pada hakikatnya anak usia dini membutuhkan role model yang baik, sikapnya senang meniru kebiasaan orang dewasa menjadikan strategi ini cukup efektif dalam menumbuhkan sikap modersi beragama pada anak usia dini, sikap atau karakter pribadi yang positif memerlukan pembiasaan dan stimulasi secara terus menerus dalam kehidupannya, begitu juga mengenai sikap moderasi beragama yang membutuhkan keteladanan secara terus menerus (continue).
Bercerita atau mendongeng juga salah satu strategi yang dapat menumbuhkan sikap moderasi beragama, karena pada usia anak usia dini memliki karakteristik kreatif dan suka berimajinasi, namun sebagai pendidik dan orangtua sudah semestinya memilihkan cerita yang postif dan memiliki nili kehidupan yang baik, hindari cerita atau dongeng dengan pemeran utama yang memiliki kepribadian yang negative, pilihlah alur cerita atau dongeng yang berakhir bahagia (happy ending) dan hindari pemilihan cerita atau dongeng yang sedih (sad ending), pilih juga cerita atau dongeng yang jauh dari sikap kekerasan atau sikap yang memiliki karakter buruk, meskipun hanya cerita atau dongeng, namun apada anak usia dini menyerap pengetahuan melalui panca indera salah satunya adalah pendengaran, karena cerita atau dongeng yang berakhir dnegan alur menyedihkan akan mempengaruhi perkembangan sosialemosianal anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H