Mohon tunggu...
S.Melani AS
S.Melani AS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

explore the world through writing

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Karya Sastra Bergenre Romantis di Kalangan Gen Z dan Penggunaan Kata 'Anda' dan 'Sampeyan'

19 Oktober 2024   17:10 Diperbarui: 19 Oktober 2024   17:18 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Studi mengenai kata sapaan sudah sedikit dikaji, menggunakan dispensasi Brown & Ford (1961) yang memberikan pandangannya tentang aturan semantik yang berkaitan dengan sapaan pada bahasa Inggris Amerika menggunakan berbagai macam data. Mereka menemukan bahwa sapaan yang paling sering digunakan adalah nama depan. Bentuk sapaan ini berkaitan dengan kesopanan diberbagai negara dan terlihat mencolok di berbagai skema dalam teori kesopanan yang diungkapkan oleh Brown dan Levinson (1987). Aturan kesopanan juga tidak bisa disamaratakan disetiap tempatnya karena aturan ini memiliki banyak ragamnya diberbagai budaya.

Istilah sapaan orang kedua ini memang tetap saja popular dalam kajian sosiolinguistik. Karena penggunaan kata tersebut menentukan jarak antara pembicara dan pendengar. Misalnya kata 'anda' ini memang sangat formal sehingga ketika menggunakan kata tersebut seperti ada jarak antara pembicara dan pendengar dan tidak cocok digunakan ketika sedang berbicara dengan orang yang lebih muda. Kemudian dalam kasus lain kita sering mendengar orang mengucapkan sapaan dengan nama gelarnya. Hal itu menunjukkan bahwa status dari penerima lebih tinggi dari pembicara.

Dalam webinar yang saya ikuti yang mengangkat tema tentang isu-isu terkini terkait sastra dan linguistic di era digitar dalam penggunaan kata 'anda' dan 'sampeyan' cukup terlihat perbedaannya. Beberapa siswa/mahasiswa menggunakan kata 'anda' karena kata tersebut lebih formal dalam dunia pendidikan. Kemudian penggunaan kata 'anda; juga merupakan bentuk penghormatan kepada orang yang lebih tua. Terakhir kata tersebut digunakan karena dirasa sopan dan cocok dari pada menggunakan kata 'sampeyan'.

Dalam kasus penggunaan kata 'anda' dan 'sampeyan' biasa digunakan oleh mahasiswa Probolinggo ketika menyapa dosennya. Namun hal tersebut tidak wajar baik dari segi standar penggunaan bahasa Indonesia maupun bahasa Jawa. Karena lebih umum jika mereka menggunakan kata 'bapak' atau 'ibu'. Hal ini tidak bisa dikatakan biasa dalam fenomena linguistik.

Penggunaan kata 'anda' ini memang sebagian besar digunakan oleh para siswa/mahasiswa untuk berkomunikasi dengan guru atau dosen. Hal tersebut telah dipaparkan pada paragraph sebelumnya bahwa istilah sapaan 'anda' dianggap lebih sopan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata 'anda' diartikan sebagai bentuk sapaan yang tidak membedakan status, usia, dan kedudukan orang yang diajak bicara. Namun hal tersebut tentunya berbeda dalam budaya Jawa. Dalam budaya Jawa dianggap kurang tepat dan kurang sopan. Karena dalam budaya Jawa yang muda harus menghormati orang yang lebih tua terutama orang tua, guru atau dosen.

Untuk penggunaan kata 'sampeyan' sendiri para siswa/mahasiswa ketika menggunakannya untuk berkomunikasi dengan guru atau dosen sebagai bentuk dari ekspresi kesopanan mereka. Selain itu, penggunaan kata 'sampeyan' lebih menunjukkan keinformalan. Jadi kata ini lebih sering digunakan ketika bertemu dengan orang yang sudah kita kenal dan cukup dekat atau dengan orang yang sebaya, namun tetap berusaha untuk menghormatinya. Namun tidak jarang juga penggunaan 'sampeyan' untuk mereka yang lebih muda. Hal ini digunakan untuk mengajarkan kesopanan kepada yang lebih muda dengan harapan bahwa mereka akan dihormati sebagai balasannya. Dengan demikian mereka yang lebih muda akan lebih sungkan kepada pembicara. Sehingga pembicara akan menerima lebih banyak rasa hormat dan kesopanan dari yang lebih muda.

Istilah 'sampeyan' ini merupakan krama madya (tingkatan bahasa Jawa yang berada ditengah-tengah). Biasanya krama madya ini digunakan untuk orang yang sebaya maupun lebih muda dari prmbicara. Definisi lain terkait hal ini adalah bahasa Jawa yang tingkatannya berada di bawah krama inggil untuk orang yang seumuran tetapi mencoba menunjukkan rasa hormat.

Jadi dapat dikatakan bahwa kedua istilah tersebut tidak bisa menjadi tolak ukur kesopanan seseorang. Penggunaan kata tersebut dipengaruhi juga oleh budaya dan tempat. Nilai sopan santun didasarkan pada konteksnya. Kita tidak bisa menilai orang berdasarkan norma dan budaya kita sendiri karena setiap tempat memiliki cara hidup dan komunikasi yang berbeda.

Isu-isu sastra dan linguistik di atas tentunya akan terus muncul seiring berkembangnya zaman dan peradaban. Karya sastra pun turut berkembang begitu juga dengan linguistik. Kemudahan dalam menampilkan karya sastra memberikan dampak yang positif dan negatif. Apalagi dengan karyanya yang banyak dan tidak tersaring. Khususnya untuk generasi Z yang menyukai karya sastra bergenre romantis. Hal ini harus disadari generasi Z apakah karya sastra yang mereka baca akan berdampak positif atau negatif.

 

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun