Berbagai daerah memiliki kearifan lokal atau indigenous yang masih relevan dan signifikan untuk memuliakan benih tanaman. Sayangnya, indigenous atau kearifan dan pengetahuan tradisional itu kini semakin tergilas oleh kebijakan impor benih tanaman pangan dari luar negeri.
Masih banyak lahan kritis dan terbengkalai serta pekarangan rumah rakyat yang belum tergarap secara baik. Hal itu mestinya bisa menjadi lumbung pangan yang luar biasa jika kondisinya berkecukupan benih.
Sekadar gambaran, di Provinsi Jawa Barat saja masih ada ratusan ribu hektar lahan kritis yang potensial untuk ditanami tanaman pangan. Masalahnya tinggal bagaimana pemerintah menyediakan benih unggul dan mendorong budaya pemuliaan benih.
Sebagai negara agraris seharusnya bangsa ini memiliki kemajuan dalam rekayasa perbenihan. Kemajuan itu ditandai dengan kemampuan pemerintah membagi-bagikan secara gratis benih unggul apa saja kepada rakyat luas.
Dengan langkah itu maka program ketahanan pangan keluarga akan terwujud. Sayangnya hingga kini masalah benih belum menjadi prioritas utama. Buktinya, hingga kini Indonesia masih tergantung pada impor benih padi hibrida dari Tiongkok.
Pemerintah mestinya menggalakkan program optimalisasi atau pemanfaatan lahan pekarangan untuk meningkatkan gizi serta memperkuat ketahanan pangan keluarga.
Masih banyak pekarangan rumah yang dibiarkan menganggur karena kesulitan mendapatkan benih tanaman pangan. Dengan tersedianya aneka benih yang dibagikan secara gratis kepada rakyat maka setiap jengkal pekarangan rakyat akan menjadi produktif.
Kesadaran untuk memuliakan benih tanaman sebenarnya telah diwariskan oleh nenek moyang kita.
Salah satu warisan indigenous itu antara lain terlihat dalam tradisi Ngareremokeun. Merupakan upacara dalam tradisi Sunda Wiwitan yang hingga kini masih dilaksanakan di daerah Kanekes Baduy. Konten tradisi tersebut adalah mengawinkan tanaman padi.
Upacara yang sakral tersebut dianggap sebagai momentum bertemunya energi hidup dari Sang Hyang Asri Pohaci.
Dalam sistem masyarakat Sunda Wiwitan aktivitas hidup yang utama adalah ngahuma (berladang). Ngahuma bukan sekadar mata pencaharian saja, tetapi demi melestarikan kehidupan Nyi Pohaci yang setiap tahun harus halimpu (kawin) dengan bumi.