Dasar kau keong racun,
Baru kenal eh ngajak tidur,
Ngomong nggak sopan santun,
Kau anggap aku ayam kampung,
(Keong Racun )
Pada tahun 2010 Jojo dan Sinta dengan lagu Keong Racun merupakan contoh musisi dadakan yang terkenal dalam waktu yang singkat hanya lewat satu lagu saja. Fenomena satu lagu one hit wonder digantikan dengan one hit wonder lainnya dalam era platform digital mestinya akan terus terjadi. Jumlahnya bisa semakin banyak jika difasilitasi dengan platform digital yang cocok serta didorong dengan spirit musik indie.
Meskipun hanya lipsync, aksi Jojo dan Sinta yang menyanyikan dangdut koplo Keong Racun di YouTube saat itu pada tahun 2010 merupakan fenomena yang sangat menarik. Dua remaja putri yang berasal dari Kota Cimahi tersebut mengguncang jagat hiburan nasional bahkan telah mendunia.
Mereka berdua panen tawaran untuk naik panggung dan rekaman. Mahasiswi perguruan tinggi swasta yang berlokasi di kota Bandung itu dalam waktu singkat panen uang. Sayangnya kanal Youtube dan sosmed mereka tidak dikelola dengan baik sehingga proses monetisasi kanal yang mereka miliki tidak optimal. Dua remaja putri itu justru terseret dalam industri rekaman. Meskipun sempat mengeluarkan album dengan beberapa lagu seperti Hamil Duluan, Tokek Belang, namun industri rekaman tersebut tidak mampu mempertahankan popularitas Jojo dan Sinta. Dan akhirnya keduanya seperti hilang ditelan waktu.
Aksi Jojo dan Sinta yang sangat fenomenal. Sejak saat itu masyarakat mulai sadar bahwa sosial media dan jejaring sosial begitu mudahnya membangkitkan kreatifitas otak kanan menjadi produk seni tanpa batas. Serta sangat potensial untuk meraih popularitas yang pada gilirannya akan mendatangkan keuntungan finansial yang sangat berarti.
Platform sosmed saat itu mulai digunakan untuk mengunggah konten atau materi karya pribadi yang berupa lagu, dongeng, laporan berita, opini, musik, video, foto, perangkat lunak, hingga merancang ensiklopedia. Aksi Sinta dan Jojo yang telah diakses jutaan orang pada saat itu merupakan fenomena tumbuhnya generasi unggah di dunia maya.
Fenomena Keong Racun telah sukses mengantarkan generasi unggah karya di bidang seni, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan kini telah muncul banyak sekali kreator konten yang memenuhi bermacam platform.
Saat ini orang awam saja bisa menjadi pencipta lagu secara instan lalu diunggah ke dunia maya agar tersebar tanpa batas. Ironisnya banyak seniman lokal di negeri ini yang belum mentransformasikan cara kerja dan kompetensinya dengan kemajuan platform digital. Sudah saatnya budaya unggah digalakkan di sekolah dan lembaga kesenian tradisional.
Betapa pentingnya transformasi profesi seni. Karena tren dunia menunjukkan bahwa profesi seni semakin cerah dan bisa menghasilkan devisa yang sangat besar. Apalagi aktivitas bisnis semakin berkepentingan membuat produk-produk yang ditawarkan menjadi semakin indah dan menarik secara fisik serta bisa menjalar ke seluruh penjuru dalam waktu yang singkat. Dengan demikian kemampuan high concept dari profesi seni menjadi sangat penting. Tumbuhnya imajinasi masyarakat adalah kunci untuk mengembangkan industri kreatif sebuah bangsa. Seperti dinyatakan dalam buku The Imaginary Institution of Society karya Cornelius Castoriadis seorang filsuf dari Prancis.
Tak bisa dipungkiri lagi bahwa sekarang ini kompetensi Master of Fine Arts (MFA) semakin naik daun. Jangan heran jika untuk bisa diterima di program sarjana Jurusan Seni UCLA lebih sulit dan bersaing lebih ketat bila dibandingkan dengan memasuki Fakultas Bisnis Harvard. Pada saat Keong Racun sangat viral di jagat maya, Universitas Pasundan yang merupakan PT tempat Jojo dan Sinta kuliah, menjadikan penyanyi tersebut sebagai ikon transformasi generasi unggah.
Dalam konteks diatas Universitas Pasundan terus memperdalam signifikansi ikon tersebut terkait dengan budaya unggah dan mengembangkan kompetensi MFA di negeri ini. Apalagi data menunjukkan bahwa perusahaan multinasional semakin membutuhkan Master of Fine Arts untuk mendukung proses produksi dan bisnisnya.
Perusahaan multinasional sering mengunjungi fakultas-fakultas seni kenamaan seperti Rhode Island School of Design, the School of Art Institute of Chicago, Michigan 's Cranbrook Academy of Art dalam rangka merekrut SDM yang berlatar belakang profesi seni. Sudah dapat diprediksi bahwa di masa mendatang semakin banyak lulusan seni yang menempati posisi penting dalam dunia industri. Contoh lainnya adalah perusahaan Unilever yang juga banyak mempekerjakan para pelukis, penyair, dan kreator komik untuk proses produksi, marketing serta memberi inspirasi kepada seluruh unit perusahaan. Menurut The Economist dalam lima tahun terakhir ini semakin banyak lulusan seni yang menempati posisi-posisi penting dalam industri. Itulah sebabnya pada saat ini ratusan universitas di Amerika Serikat menyelenggarakan program MFA secara progresif.
Kekuatan imajinasi warga bangsa dan tumbuhnya budaya unggah merupakan faktor penentu persaingan global. Apalagi perkembangan platform digital dan teknologi AI bisa memanjakan seseorang untuk berimajinasi, berinovasi lalu mengunggah hasilnya ke dunia maya secara mudah. Jangan heran jika anak-anak kita tiba-tiba bisa membuat lagu sendiri, lalu membaginya ke penjuru dunia. Betapa mudahnya mereka membuat karya seni dengan smartphone yang menggunakan kamera sederhana lalu mengunggahnya ke dunia maya.
Fenomena satu lagu one hit wonder, Akan diakselerasi dengan adanya platform musik Indie. Sekedar catatan musik Indie di Indonesia mulai berkembang pada 1970-an lewat kehadiran Guruh Gipsy, God Bless, dan Super Kid.
Akhir-akhir ini perkembangan musik Indie semakin pesat, Beberapa musisi seperti Efek Rumah Kaca, Pamungkas, Rumah Sakit, Danilla Riyadi, Feast, Nadin Amizah berhasil menjadi idola kaum muda, Musisi indie adalah sosok yang menghasilkan dan membawakan musik terlepas dari kepentingan label-label major. Para musisi indie menciptakan serta membawakan lagu hasil karya mereka sendiri.
Menurut Nelson (2018) indie sebagai istilah untuk para musisi yang mencoba mempertahankan "aura seni yang asli", dan juga yang mencoba menjaga sikap anti mainstream dengan memproduksi musik yang menjadi identitas mereka berdasarkan idealisme. Namun tidak menolak untuk mendapatkan promosi media, dimana artis atau musisi tersebut dapat memperoleh publisitas dan marketing yang lebih luas melalui platform.
Musik Indie membutuhkan platform dan ekosistem. Platform tersebut tentunya dilengkapi dengan fitur musik, radio, podcast dan video yang bisa menjadi wahana proses kreatif dan pameran bagi para musisi dan khalayak umum. [ SRIM]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H