Kunjungan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka ke sekolah yang menjadi proyek percontohan program makan siang gratis telah membangkitkan gairah publik untuk memperbincangkan program populis tersebut.
Obrolan masyarakat terkait dengan makan siang gratis berbeda dengan polemik elit politik yang pada intinya mempermasalahkan anggaran. Sedangkan obrolan rakyat biasa berkisar tentang menu yang seperti apa yang bakal disajikan dalam program makan siang gratis itu.
Menu yang diprediksi menjadi favorit adalah olahan daging ayam yang akan menjadi lauk pauk program makan siang gratis. Dengan demikian program tersebut membuat sensitivitas harga daging ayam kian fluktuatif atau tinggi. Kebutuhan daging ayam menjadi berlipat ganda dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap harga.
Di benak masyarakat program makan siang gratis merupakan bancakan atau pesta untuk anak mereka. Tanpa menu ayam, bancakan itu tentunya kurang afdol.
Apalagi anak zaman sekarang sangat menggemari ayam goreng. Dikhawatirkan menu tanpa ayam, maka makanan gratis tersebut tidak disantap dengan baik oleh siswa sekolah.
Program makan siang gratis membutuhkan pasokan daging ayam yang sangat besar. Padahal hingga saat ini harga ayam di pasar sangat fluktuatif. Apalagi menjelang hari raya. Kebutuhan ayam di atas hendaknya tidak dilakukan dengan cara impor daging ayam dari negara lain.Â
Kebutuhan daging ayam untuk mendukung program makan siang gratis perlu melibatkan peternak rakyat. Untuk itu masalah klasik peternakan rakyat terkait dengan pakan dan pengadaan bibit ayam perlu segera dibenahi. Agar nantinya tidak menimbulkan stagnasi dan gejolak harga yang serius.
Selama ini ibu rumah tangga sering dibuat pusing akibat harga telur dan daging ayam yang sering melonjak. Melonjaknya harga daging ayam dan telur disinyalir juga merupakan ulah kartel ayam yang menguasai seluruh mata rantai usaha peternakan.
Padahal Presiden Jokowi beberapa waktu lalu pernah menegaskan akan bertindak tegas terhadap pelaku kartel ayam. Bahkan pemerintah tidak segan segan akan mencabut izin usaha bagi perusahaan besar yang terlibat kartel ayam.
Praktik kartel ayam juga terkait langkah curang untuk peremajaan ayam atau afkir dini parent stock yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengatur pasokan ayam DOC (Day Old Chick).
Publik mempertanyakan tindakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang masih lemah menghadapi persekongkolan yang dilakukan oleh pelaku usaha besar dalam mengatur stok ayam.
Tim penyelidik KPPU pernah menemukan alat bukti yang cukup terkait dugaan pelanggaran Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat.
Selain permasalahan tersebut KPPU juga menemukan adanya klausul dalam kesepakatan yang bersifat diskriminatif yang berpotensi melanggar Pasal 24 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999. Yaitu semua perusahaan yang akan impor bibit harus bergabung dengan GPPU karena ke depan akan dilibatkan dalam penerbitan rekomendasi ekspor/impor.
Selama ini peternak rakyat selalu dihimpit oleh mahalnya pakan akibat praktik monopoli. Pangsa pakan terhadap total biaya produksi mencapai 70 persen, sementara itu biaya bahan baku mencapai 85-90 persen dari total pakan. Sedangkan pangsa biaya lainnya seperti DOC (bibit) hanya mencapai 13 persen.
Di sisi lain, sekitar 83 persen produksi pakan dialokasikan untuk unggas, 7 persen untuk budidaya ikan, 6 persen untuk babi, dan 1 persen untuk pakan ternak lainnya.
Struktur industri pakan ternak di negeri ini merupakan oligopoli dengan rata-rata nilai rasio konsentrasi pasar sekitar 42 persen. Sementara itu, nilai rata-rata Minimum Efficiency Scale sebesar 17 persen yang berarti hambatan masuk pasar termasuk tinggi. Nilai MES yang tinggi tersebut dapat menjadi penghalang bagi masuknya perusahaan baru ke dalam pasar industri pakan ternak di negeri ini.
Kebijaksanaan terkait pengembangan peternakan menjadi amburadul sejak pemerintah membolehkan penanaman modal asing (PMA). Sejak saat itu usaha ternak rakyat menjadi terpinggirkan.
Kebijakan budidaya yang mengatur pembatasan skala usaha ternak lewat UU Peternakan No 67 tidak efektif alias gagal karena peternak besar dan kecil sulit terintegrasi.
Masalah lain yang cukup fatal adalah mengenai lokasi pabrik pakan ternak skala besar yang terletak di wilayah yang bukan penghasil tanaman butir-butiran seperti jagung, kedelai, kacang tanah dan sebagainya. Kondisi di atas membuat industri tidak bisa efisien sehingga perlu merelokasi pabrik.
Perlu solusi cepat dan komitmen yang tinggi dari pemerintah untuk sedapat mungkin menjaga ketersediaan pakan yang berkualitas dan harganya murah untuk usaha peternakan rakyat.
Karena dengan harga pakan yang murah para peternak bisa mempertahankan usahanya lalu di kemudian hari bisa meningkatkan skala usaha.
Sedangkan pakan yang berkualitas menjadikan proses pemberian pakan menjadi lebih efisien. Industri pakan ternak di negeri ini juga terkendala oleh bahan baku impor seperti jagung dan bungkil kedelai.
Kondisinya diperparah oleh pabrik pakan ternak skala besar yang proses bisnisnya belum optimal karena utilitasnya baru terpakai sekitar 60 persen dari kapasitas terpasang.
Selain itu, industri pakan ternak skala besar cenderung bersifat oligopoli sehingga sulit menjadi tumpuan bagi usaha ternak rakyat.
Selama ini harga pakan ternak produk pabrikan besar cukup memberatkan peternak kecil. Dengan kondisi di atas sebaiknya pemerintah memberikan insentif terkait dengan penyediaan pakan ternak alternatif untuk usaha ternak rakyat.
Hal ini dengan memperbanyak pendirian pabrik pakan ternak skala kecil atau mini feed mill. Sudah banyak proyek percontohan pabrik pakan ternak skala kecil yang telah dikerjakan oleh Kementerian Pertanian. Dan saatnya pabrik tersebut diperbanyak jumlahnya.
Penyediaan pakan ternak alternatif sebaiknya ditunjang dengan teknologi pakan ternak yang berbasis bahan baku lokal. Seperti misalnya pembuatan enzim Hemicell yang berguna sebagai pengganti beberapa senyawa yang diperlukan untuk membuat pakan ternak. Hemicell merupakan enzim yang membantu proses pencernaan pada unggas. Sehingga bisa menyerap makanan lebih optimal.
Pakan merupakan faktor yang sangat menentukan dalam peningkatan kualitas budidaya yang berimplikasi pada peningkatan profitabilitas usaha ternak.Â
Selain itu penyediaan pakan ternak alternatif yang dilakukan oleh UMKM akan berimplikasi pada perluasan lapangan kerja, penyediaan bahan baku pakan, dan proses produksi.
Kendala utama industri pakan ternak adalah karena produksi jagung dalam negeri masih belum mencukupi kebutuhan, sehingga perlu impor sekitar 2 juta ton selama lima tahun terakhir.
Tingginya harga pakan ternak dipengaruhi oleh tingginya bahan baku yang sebagian besar masih impor dan besarnya biaya distribusi dan transportasi.Â
Diperlukan solusi yang memanfaatkan bahan baku lokal untuk membuat pakan sendiri melalui pabrik pakan ternak mini sebagai usaha bersama para peternak. [SRIM]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H