Mohon tunggu...
Sri Maryati
Sri Maryati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Mengalirkan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Program Makan Siang Gratis dan Masalah Kebutuhan Daging Ayam

24 Juli 2024   20:23 Diperbarui: 25 Juli 2024   11:20 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa memperlihatkan menu makan siangnya saat simulasi program makan siang gratis (Sumber: KOMPAS/PRIYOMBODO)

Publik mempertanyakan tindakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang masih lemah menghadapi persekongkolan yang dilakukan oleh pelaku usaha besar dalam mengatur stok ayam.

Tim penyelidik KPPU pernah menemukan alat bukti yang cukup terkait dugaan pelanggaran Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat.

Selain permasalahan tersebut KPPU juga menemukan adanya klausul dalam kesepakatan yang bersifat diskriminatif yang berpotensi melanggar Pasal 24 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999. Yaitu semua perusahaan yang akan impor bibit harus bergabung dengan GPPU karena ke depan akan dilibatkan dalam penerbitan rekomendasi ekspor/impor.

Memanen ayam broiler di salah satu kandang peternakan di Kabupaten Bogor (Sumber: KOMPAS/FAJAR RAMADHAN)
Memanen ayam broiler di salah satu kandang peternakan di Kabupaten Bogor (Sumber: KOMPAS/FAJAR RAMADHAN)

Selama ini peternak rakyat selalu dihimpit oleh mahalnya pakan akibat praktik monopoli. Pangsa pakan terhadap total biaya produksi mencapai 70 persen, sementara itu biaya bahan baku mencapai 85-90 persen dari total pakan. Sedangkan pangsa biaya lainnya seperti DOC (bibit) hanya mencapai 13 persen.

Di sisi lain, sekitar 83 persen produksi pakan dialokasikan untuk unggas, 7 persen untuk budidaya ikan, 6 persen untuk babi, dan 1 persen untuk pakan ternak lainnya.

Struktur industri pakan ternak di negeri ini merupakan oligopoli dengan rata-rata nilai rasio konsentrasi pasar sekitar 42 persen. Sementara itu, nilai rata-rata Minimum Efficiency Scale sebesar 17 persen yang berarti hambatan masuk pasar termasuk tinggi. Nilai MES yang tinggi tersebut dapat menjadi penghalang bagi masuknya perusahaan baru ke dalam pasar industri pakan ternak di negeri ini.

Kebijaksanaan terkait pengembangan peternakan menjadi amburadul sejak pemerintah membolehkan penanaman modal asing (PMA). Sejak saat itu usaha ternak rakyat menjadi terpinggirkan.

Kebijakan budidaya yang mengatur pembatasan skala usaha ternak lewat UU Peternakan No 67 tidak efektif alias gagal karena peternak besar dan kecil sulit terintegrasi.

Masalah lain yang cukup fatal adalah mengenai lokasi pabrik pakan ternak skala besar yang terletak di wilayah yang bukan penghasil tanaman butir-butiran seperti jagung, kedelai, kacang tanah dan sebagainya. Kondisi di atas membuat industri tidak bisa efisien sehingga perlu merelokasi pabrik.

Perlu solusi cepat dan komitmen yang tinggi dari pemerintah untuk sedapat mungkin menjaga ketersediaan pakan yang berkualitas dan harganya murah untuk usaha peternakan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun