Mohon tunggu...
Sri Maryati
Sri Maryati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Mengalirkan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Mewujudkan Karyawan Flourish Atasi Fake Productivity

8 Mei 2024   15:42 Diperbarui: 17 Mei 2024   07:45 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap korporasi sudah barang tentu berusaha mendapatkan karyawan atau pekerja yang memiliki produktivitas yang tinggi. Pengelola perusahaan berusaha mencegah karyawan yang berperilaku negatif yakni fake productivity atau produktivitas semu atau palsu. Biasa pula disebut sebagai toxic productivity.

Fake productivity secara sederhana bisa diartikan sebagai perilaku seolah-olah sibuk atau banyak kesibukan pekerjaan yang dilakukan tetapi tidak menyelesaikan pekerjaan yang sebenarnya.

Untuk mengatasi fake productivity biasanya sejak fase rekrutmen perusahaan melakukan assessment test atau profile assessment yakni psikotes yang ketat terhadap calon karyawan. Tes psikologi itu meliputi aspek kepribadian dan aspek sikap.

Produktivitas adalah kata kunci bagi perusahaan untuk survive dan meraih keuntungan. Selain itu produktivitas juga merupakan aset terbesar dari perusahaan. Produktivitas dapat terhambat apabila adanya dimensi kerja seperti dimensi psikologi yang tidak berjalan dengan baik dan lancar pada karyawan.

Dimensi psikologi inilah yang dapat menyebabkan turunnya produktivitas. Pengaruh psikologi bukan hanya mempengaruhi kehidupan pribadi akan tetapi juga berdampak bagi organisasi, perusahaan dan para pekerja lainya. Tekanan psikologi yang tidak wajar menunjukkan sebuah peringatan resiko yang akan memperburuk penurunan produktivitas.

Aspek Flourishing sangat penting dalam dimensi psikologis karyawan perusahaan. Seorang karyawan bisa dikatakan flourish jika secara emosi merasa senang menekuni jenis pekerjaannya dan dalam tugas yang dijalankan dapat berfungsi secara optimal. Selain itu memiliki gairah yang besar untuk senantiasa belajar, bekerja, dan berkembang.

Flourishing dapat menjadi faktor protektif seseorang terhadap berbagai macam persoalan psikologis dan bisa meningkatkan produktivitas. Berbagai faktor eksternal yang tidak menguntungkan seperti salah satu contohnya stres kerja tidak akan terlalu memberikan efek negatif bagi seseorang yang memiliki tingkat flourishing tinggi.

Job flourishing sangat dipengaruhi oleh sumber daya pada konteks personal dan konteks kerja. Konteks personal yang dimaksud dapat berupa tipe kepribadian, karakteristik psikologis, kompetensi kerja, dan kondisi lingkungan di sekitar individu. Kepribadian cenderung menetap, namun aspek konteks personal lainnya bisa dilatih dan ditingkatkan.

Sementara konteks kerja meliputi sistem sosial yang mendukung, pemimpin yang memberdayakan dan menstimulasi, iklim positif, dan lingkungan kerja yang bernutrisi. Dua konteks ini saling berkolaborasi membentuk motivasi, lalu dari motivasi inilah yang nantinya menentukan tingkat flourishing karyawan.

Semakin banyak perusahaan yang melibatkan psikolog dalam proses rekrutmen karyawan baru maupun untuk level manajemen. Pencari kerja yang baru lulus maupun para pelamar yang memperebutkan posisi karir dan jabatan banyak yang mengeluh saat menghadapi tes psikologi terapan. Peserta yang baru lulus maupun yang memperebutkan jabatan sebenarnya mendapat uji yang sama, hanya saja spektrum tanggung jawab jabatan yang berbeda, sehingga dua tes di atas tingkat kesulitan soal tes tidak sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun